22

2.5K 324 74
                                    

Clarice membuka matanya perlahan. Cahaya masuk menyilaukan untuk sesaat. Panca inderanya mulai berfungsi kembali setelah beberapa jam yang lalu seakan mati. Suara detik jam, bau antiseptik yang tajam, dan kepalanya masih terasa berat. Rasa sakit di tubuhnya mulai terasa bahkan semakin lama semakin kuat.

"Tunggu sebentar Nyonya Clarice, saya akan panggilkan dokter Jean." seorang perawat wanita yang didapati oleh Clarice itu pergi meninggalkannya.

Clarice tidak menyadari bahwa dirinya sudah berada di ruangan yang berbeda. Ruangan ini lebih bisa disebut sebagai bangsal perawatan pasca operasi.

Tak lama pintu ruangan itu kembali terbuka.

"Clarice,"

Jean masuk bersama dua orang perawat, salah satunya yang dilihat Clarice ketika membuka mata. 

"Syukur kamu udah sadar. Sebentar aku periksa dulu," Jean memeriksa tubuh Clarice.

"Pusing?" tanya Jean yang Clarice balas dengan anggukan. Mulutnya terasa berat untuk berbicara. Sebetulnya ia juga merasakan sakit di perut bagian bawahnya, serta mual yang teramat. Tapi ia tidak sanggup untuk mengatakan atau memuntakannya.

Clarice hanya diam memerhatikan Jean yang tengah berbicara kepada perawat yang membawa sebuah map. Entah apa yang mereka bicarakan, Clarice tidak peduli.

Pembicaraan antara Jean dengan asistennya terhenti saat ada seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan Clarice. Clarice jelas mengenalnya.

"Gue seneng lo udah sadar, Cla." Henry mendekati ranjang Clarice. Jemarinya mengelus punggung tangan Clarice yang terbebas dari jarum infus.

Perlakuan tersebut tentu tidak lepas dari penglihatan Jean. Ia sudah tidak lagi cemburu. Mengingat cerita yang dituturkan oleh Clarice, ia turut prihatin.

"Sakit," Clarice berusaha berbicara dengan bibir yang kering. Terdengar serak dan seperti sebuah bisikan.

"Gue tau, lo tahan dulu ya. Gue gak bisa minta Jean buat ngasih lo pereda nyeri." ucap Henry yang seakan tahu apa yang dibutuhkan Clarice saat ini.

"Kebetulan gue lagi libur, jadi gue bisa nemenin Jean sambil mantau lo disini."

Sebelum operasi, Clarice sudah berterusterang kepada Jean tentang Mahesa yang tidak mengetahui kehamilannya. Terlebih mengenai kuretase ini. Clarice sedikit berbohong mengatakan bahwa dirinya terpaksa melakukan ini karena tidak ingin Mahesa kecewa padanya sebab pria itu tengah menanti buah hati mereka. Jadi, sebelum pria itu mengetahuinya, lebih baik Clarice menghilangkannya lebih dulu.

Ya, karena itu juga hati Jean sedikit melunak.

"Gue bener-bener khawatir pas tau kondisi lo tiba-tiba drop. Kritis. Beruntung Jean berhasil dan lo bisa selamat."

Clarice tercenung ketika Henry mengatakan dirinya kritis. "Kritis?"

"Iya, tiga hari."

Cukup lama. Sepertinya Tuhan memberikannya umur panjang karena tahu masih banyak yang harus dirinya selesaikan setelah keluar dari rumah sakit.

"Jangan terlalu banyak pikiran. Lebih baik kamu istirahat biar cepat pulih." saran Jean sembari mengelus bahu Clarice.

Memang lebih baik Clarice kembali memejamkan matanya. Ia ingin merasakan lagi ketenangan dan kedamaian tanpa rasa sakit. Setidaknya sampai ia benar-benar siap untuk menghadapi semuanya.

🤍

Clarice merasakan sebuah tangan hangat menggenggam tangannya yang dingin. Apa Henry masih berada di sampingnya? Tapi apa pria itu tidak memiliki kesibukan? Tapi kepalan tangan ini terasa sangat berbeda. Ia merasa terlindungi.

Love from C to M [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang