14

2K 271 24
                                    

Clarice melirik Arsen yang sedang makan sembari mengusap perutnya. Puas rasanya melihat hasil karya pukulannya pada pemuda itu.

"Cepet abisin!" ketus Arsen yang menatap Clarice kesal.

Bukannya Clarice tidak ingin menghabiskan makanannya, tapi setelah mencium aroma makanan di hadapannya ia menjadi malas makan.

"Gue udah selese."

"Selese lo bilang? Itu makanan masih banyak. Gak ngehargain orang banget!"

"Lo juga gak abis!"

Raut muka Arsen tiba-tiba berganti memelas, "Perut gue sakit gara-gara ada cewek bar-bar mukul perut gue sampe 3 kali."

"Jangan lebay. Nih gue abisin makanan gue." Clarice mengambil nafas dalam-dalam. Menahan nafas dari aroma makanan yang menusuk.

Suap demi suap serasa menyiksa Clarice. Padahal ini makanan yang paling disukainya. Tapi entah kenapa justru membuatnya mual.

 "Nih. Nih. Dikit lagi mau abis." Clarice sesekali melirik kesal kepada Arsen yang seakan menikmati dirinya tersiksa.

Ketika Clarice akan mengambil sendoknya, Arsen lebih dulu merebutnya dan menyodorkannya di depan "Ayo tinggal suapan terakhir,"

Dengan mulut terbuka, Clarice menerima suapan dari Arsen. Setelah tertelan ia menghembuskan nafasnya. Baru kali ini ia makan tapi terasa sesak.

"Ok, waktunya kita pulang. Kali ini bener-bener pulang."

"Bentar, makanan gue belum bener-bener turun."

Usai menunggu beberapa saat, mereka keluar dari restoran tempat pertama kali mereka bertemu. Kali ini semua tagihan dibayarkan oleh Arsen. Bahkan pemuda itu juga mengembalikan uang Clarice.

"Jangan pasang muka kayak gitu, ntar orang ngirain lo lagi cemburu." canda Arsen yang terkesan tidak lucu.

"Cemburu? Dih lo sama Mahesa tuh sama aja ya. Sama-sama jadi cowok kardus!"

"Eh gue sama suami lo beda. Gue muda, single, lebih cakep, kaya raya, masa depan gue juga cerah badai." Arsen meneliti setiap tubuh Clarice.

"Sementara suami lo udah tua, tampangnya di bawah rata-rata, miskin, penyakit gatelnya gak bisa sembuh. Dia belum pernah ngajak lo makan bareng kan? Jelas mending gue kemana-mana."

"Lo bilang Mahesa tua sama mukanya di bawah rata-rata? Buta mata lo?" Clarice memutar bola matanya.

"Mahesa lebih ganteng dari lo. Keliatan manly sama dewasa. Lagian dia masih muda, usianya gak beda jauh dari lo yang umur 23 tahun!" lanjutnya.

Dahi Arsen berkerut, "Asal lo tau aja sih gue masih 18 taun."

Kini berganti Clarice yang mengernyit heran. Ia sengaja mengatakan umur 23 supaya jarak usianya dengan Mahesa berkurang. Tapi ternyata memang jarak usia mereka cukup jauh.

"Lo beneran 18 taun?"

"Gak percaya? Nih gue punya KTP."  tangan Arsen bergerak membuka dompet miliknya. Namun segera ditahan oleh Clarice.

"Gak perlu pamer. Tapi jujur gue gak nyangka aja muka lo tua banget."

"Muka gue gak tua. Malahan di London ini muka anak muda inceran cewek-cewek."

"Serah lo deh, muka tua."

Dalam hatinya Clarice tertawa kemenangan. Akhirnya ia memiliki celaan baru untuk Arsen. Memangnya bocah itu saja yang bisa memanggilnya 'Tante'?

"Lo kenapa belain suami lo terus sih?! Suami lo jahat kenapa malah dibelain terus?!" semburArsen tidak terima.

Clarice mengusap tengkuknya salah tingkah. "Sorry, naluri gue sebagai istri keluar gitu aja kalau suami gue dihina."

Love from C to M [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang