Perlahan mata Clarice terbuka. Ia masih merasakan pening di kepalanya akibat hantaman itu. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali sampai seluruh objek di sekelilingnya terlihat jelas. Banyak anak buah Yessa yang berjaga di setiap sudut ruangan. Satu dari mereka dikenali oleh Clarice. Pria itu yang mendorong tubuhnya sampai ia kehilangan janinnya.
Kalau saja tubuhnya tidak terikat, Clarice akan menyerangnya dengan membabi buta. Tidak peduli dengan tubuhnya yang jauh lebih kecil dibandingkan dirinya.
"Sut Cla!" bisikan Arsen memasuki indera pendengaran Clarice. Suara yang membuatnya bereaksi lebih karena kesal. Mendengar suara pemuda itu membuat emosinya kembali naik padahal ia baru saja tersadar dari pingsannya.
"Mana yang sakit, Cla?" tanya Jasmine yang ditempatkan di samping kursi Arsen. Wajahnya pucat, sama seperti Clarice.
"Semuanya," hanya itu yang bisa Clarice jawab. Ia jujur. Tubuhnya merasakan sakit itu berkali lipat. Ingin rasanya menyentuh kepala, perut, dan pinggangnya. Tetapi ia tidak bisa karena tangannya yang diikat di belakang tubuhnya.
"Berapa lama gue pingsan?"
"Setaun." jawab Arsen ketus sembari menatap Clarice dengan wajahnya yang lebam. Ada rasa puas yang menyelinap di hati Clarice. Keinginannya memukul pemuda itu sampai babak belur akhirnya terpuaskan walau bukan dari tangannya sendiri.
"Cla, maafin gue. Ini semua salah gue sampai Yessa nekat nyelakain lo." sesal Vincent yang di samping kirinya.
Tidak. Clarice rasa bukan karena masalah mereka. Vincent digunakan Yessa sebagai pemacu. Tanpa adanya permasalahan antara dirinya, Vincent dan wanita itu, tetap saja wanita itu akan mencelakakan dirinya beserta Jasmine.
Bisikan Yessa sebelum kegelapan merenggut Clarice membuat ia meyakini permasalahan utama di antara mereka adalah hubungan wanita itu dengan Rolan.
"Gue maafin lo kalau lo berhasil bujuk Yessa buat bebasin kita semua." ucap Clarice. Penghianat seperti Vincent tidak mungkin ia maafkan begitu saja setelah perbuatan pria itu sempat membuatnya menjadi gelandangan di negeri orang.
"Cla, tentang rasa sakit itu, apa benar?" tanya Jasmine yang ragu-ragu memastikan kebenaran itu.
Hah, pertanyaan yang ingin sekali Clarice hindari tapi harus ia hadapi meski enggan. Rahasia yang selalu ia jaga harus berakhir karena wanita gila itu!
"Ya." jawab Clarice singkat.
"Kenapa kamu gak pernah cerita? Apa Mama sama Papa tau soal ini?"
"Gue gak mau bahas itu. Sekarang gue lagi pengen fokus sama cari cara buat bebas dari sini."
Raut sedih dan penyesalan Jasmine sangat mengganggu Clarice. "Aku minta maaf, Cla. Aku merasa bersalah selama ini ternyata kamu bisa rasain sem—"
"Stop." Clarice memotong ucapan Jasmine.
"Daripada lo sibuk minta maaf ke gue, mending lo pikirin kandungan lo." lanjut Clarice dengan mata yang menatap lurus ke depan. Menghindari tatapan Jasmine. Ia tidak butuh permintaan maaf Jasmine sebab semua rasa sakit yang diderita wanita itu sebagiaan besar dilakukan olehnya.
"Kenapa lo kasar banget sih sama Kak Jasmine?! Gara-gara lo juga Kak Jasmine sampe disudut pake rokok!" bentak Arsen.
"Gue?! Yang ada lo berantakin rencana gue! Gegabah masuk sendirian sok jadi pahlawan padahal ujungnya..." Clarice tertawa sinis di tengah-tengah ucapannya. "Babak belur."
"Aku gak apa-apa, kok."
Bohong. Mata Clarice masih berfungsi dengan jelas kalau Jasmine pucat dan sedang menahan kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love from C to M [END]
FanfictionAwalnya Clarice berpikir dengan melarikan diri bersama kekasihnya akan mengantarkannya ke gerbang kebahagiaan. Namun, kenyataan pahit seolah menyiram tubuhnya untuk kembali bangun. Clarice telah disadarkan bahwa orang-orang disekelilingnya tidak ada...