Hidup seorang diri di negara asing bagi Mahesa bukan suatu masalah. Tidak ada yang perlu ditakutkan bahkan dikhawatirkan olehnya. Ia merasa bebas.
Mahesa mulai menata kembali hidupnya sempat hancur. Sekarang ia hanya terfokus untuk menyiapkan masa depannya. Ia telah berjanji pada dirinya sendiri untuk sukses dengan hasil kerja kerasnya sendiri.
Mahesa juga telah memutus semua hubungan dengan keluarga Hartopo. Kecuali Vero. Hanya Vero yang bisa menghubunginya meskipun meminta pemuda itu untuk merahasiakannya kepada siapapun. Dari Vero, ia jadi tahu bagaimana keadaan keluarga Hartopo. Terutama Clarice.
Menurut yang diceritakan oleh Vero, tingkah Clarice semakin mengerikan. Gadis itu tidak segan-segan membuat Jasmine menderita.
Mahesa menyesalinya sekarang. Seandainya ia dulu tidak melepaskan Clarice. Tidak memberikan kesempatan kepada gadis itu untuk berubah, pasti gadis itu tidak akan bertambah jahat seperti sekarang.
"Mahesa," panggil Benjamin membuat Mahesa tertarik kembali ke dunia saat ini.
"Yes, Sir?"
"Bisa kamu antarkan berkas penting ini langsung ke ruangan Mr. Wijaya?" perintah Benjamin dengan tangan yang mengulurkan sebuah map.
Walaupun perintah atasannya kali ini cukup aneh, tetapi Mahesa hanya diam dan tetap menerima berkas tersebut. Biasanya ia hanya diberi perintah untuk menitipkan segala surat atau dokumen ke sekretaris Michael Haris Wijaya, CEO sekaligus pemilik perusahaan tempatnya bekerja.
"Ingat, langsung ke ruangannya. Jika sekretarisnya menanyakannya padamu, katakan saja perintah dari saya." pesan Benjamin.
"Baik, Sir."
Mahesa berjalan menuju elevator. Menekan angka lantai paling atas dari bangunan pencakar langit ini. Perusahaan tempatnya bekerja merupakan salah satu perusahaan yang dikenal banyak masyarakat di kota ini. Tentu masih ada perusahaan lain yang lebih terkenal dan sangat besar dibandingkan perusahaan ini.
Tetapi Mahesa memilih untuk bekerja part-time menjadi kurir di tempat ini karena ia bisa bebas mengamati ritme kerja yang efektif. Meneliti peluang usaha apa saja yang bisa dikembangkan. Alasan lainnya karena pemimpin perusahaan ini juga berasal dari negara yang sama dengannya.
Tidak peduli seorang Michael Haris Wijaya yang memiliki kekurangan secara fisik, Mahesa tetap mengagumi pria itu. Ia akan belajar dari kesuksesan Haris di negeri orang lain dan membangun perusahaan sendiri seperti milik pria itu. Bukan. Bahkan lebih besar dari ini.
Itu hanyalah angan-angan tinggi seorang Mahesa Adiatama.
Tiba di depan pintu ruangan Haris, Mahesa mengetuk pintu itu. Tidak ada wanita yang menjadi sekretaris Haris yang biasanya siaga di depan pintu.
PIntu dibuka oleh asisten Haris. Pria itu menatap Mahesa dengan pandangan menyelidik.
"Saya diminta mengantarkan berkas ini langusng kepada Mr. Wijaya." ucap Mahesa sebelum pria itu bertanya.
"Masuklah." Pria itu membuka pintu lebih lebar. Mempersilakan Mahesa untuk masuk ke dalam ruangan yang amat luas itu.
Pantas saja sekretaris Haris tidak ada di depan, ternyata sedang mendampingi Haris bertemu dengan rekan kerja pria itu.
"Permisi saya mengganggu waktu Anda, Sir. Saya mengantarkan berkas ini langsung dari Mr. Benjamin." Mahesa mengulurkan map yang ada ditangannya.
Haris mengambil map itu dan menoleh ke arah Mahesa. Ekspresi wajahnya terlihat tengah terkejut.
"Lihatlah," Haris tiba-tiba berbicara menggunakan bahasa Indonesia ke pria yang seumuran dengannya.
"Aku tidak pernah menyangka bisa mellihat orang yang wajahnya serupa denganmu." kelakar Haris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love from C to M [END]
FanfictionAwalnya Clarice berpikir dengan melarikan diri bersama kekasihnya akan mengantarkannya ke gerbang kebahagiaan. Namun, kenyataan pahit seolah menyiram tubuhnya untuk kembali bangun. Clarice telah disadarkan bahwa orang-orang disekelilingnya tidak ada...