23

3.2K 379 198
                                    

Entah sudah berapa lama Clarice berdiri di trotoar pinggir jalan raya. Begitu Jean mengatakan kalau ia sudah bisa pulang tadi pagi, tanpa pikir panjang ia langsung buru-buru meninggalkan rumah sakit meskipun masih merasakan sakit dan nyeri di bagian perut bawahnya.

Sebenarnya Jean sudah menawarkan Clarice untuk menunggunya selesai bertugas dan pulang bersamanya. Clarice hanya mengiyakan tapi nyatanya wanita itu justru melarikan diri.

Clarice tidak ingin merepotkan Jean maupun Henry. Pasangan itu sudah terlalu banyak membantunya. Mulai dari menemaninya dan membebaskan biaya operasi. Ia tidak ingin berhutang budi jauh lebih besar.

Mata Clarice mengedar ke setiap kendaraan yang melintasi jalan depan rumah sakit. Heran, biasanya banyak sekali taksi namun entah bagaimana siang ini tidak ada satupun taksi yang terlihat ataupun ojek pangkalan. Hanya ada angkutan umum yang berlalu lalang yang tidak berani ia hentikan. Ia sama sekali belum pernah menaiki angkutan umum dan takut jika sesuatu hal buruk terjadi padanya.

Tunggu, harus kemana Clarice pergi? Rumah yang ia tempati bersama Mahesa? Tapi apakah Mahesa akan menerimanya kembali?

Mahesa. Semenjak pria itu tahu tentang operasi Clarice, pria itu tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Bahkan sampai saat ini. Hanya gertakan dan ancaman dari pria itu yang selalu terngiang di telinga Clarice.

Pembunuh. Satu kata itu terus berputar di kepala Clarice. Sungguh menyakitkan sampai ia ingin sekali membenturkan kepalanya agar kata itu hilang dari otaknya. Ia menyesali tindakan bodoh yang telah dilakukannya. Ia seharusnya tetap membiarkan anaknya berada di rahimnya. Jika diharuskan untuk mati, ia yang harus mati. Bukan anaknya ataupun Tyas.

Sudah seharusnya Tuhan menghukum pendosa seperti Clarice. Bukan manusia-manusia suci nan baik seperti anaknya dan Tyas.

Mereka, pergi karena Clarice. Sebelum ada korban lagi, bukankah lebih baik ia mati?

Lagipula untuk apa Clarice hidup. Tidak ada satupun yang mengharapkan dirinya hidup di dunia ini. Suami, keluarga, teman, mereka adalah orang-orang terdekatnya namun mereka juga yang mengharapkan kehancurannya. Kematiannya akan membuat semuanya berakhir. Ia pasti jauh lebih tenang. Menyusul anak dan ibu mertuanya yang sudah menunggu kedatangannya.

Dengan pikiran kacau, Clarice tidak menyadari jika langkah kakinya perlahan menuju ke arah jalan raya. Akan terus berjalan kalau tidak ada sebuah mobil yang berhenti tepat di depannya.

Kaca mobil itu terbuka, menampilkan seseorang yang Clarice kenali. Haris, atasan Mahesa.

"Clarice," panggil pria paruh baya itu.

"Masuklah."

Tidak ingin lagi berhubungan dengan orang-orang terdekat Mahesa atau keluarga Hartopo dan Sentana, Clarice memilih membalikkan tubuhnya. Hatinya kesal karena pria itu sudah menghalanginya bertemu anaknya dan Tyas.

Akan tetapi seseorang bertubuh tinggi dengan seragam hitam itu berdiri menahan Clarice. Pengawal itu membukakan pintu penumpang.

"Silakan masuk." Pengawal itu sedikit mendorong paksa tubuh Clarice untuk masuk ke dalam mobil.

Hati Clarice berteriak takut. Ia takut mereka akan bertindak jahat kepadanya. Pintu mobil tertutup begitu ia mendudukkan pantatnya di samping Haris. Pembawaan pria itu yang tenang perlahan membuat Clarice mulai merasa aman.

"Kamu sendiri? Dimana Mahesa?" tanya Haris memulai pembicaraan.

"Di rumah." dusta Clarice.

"Sudah lama saya ingin bicara banyak dengan kamu. Tapi selama ini saya belum dapat waktu yang tepat."

Love from C to M [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang