Pagi ini seluruh anggota Divisi Urusan Pidana kembali berkumpul di dalam ruang rapat. Masih sama seperti rapat terakhir, kali ini pun mereka berkumpul untuk kembali membahas mengenai perkembangan kasus pembunuhan berantai yang tak kunjung dapat mereka selesaikan. Dan rapat hari ini dipimpin oleh Detektif Wonpil.
“Beberapa hari yang lalu saya bersama dengan Detektif Do-woon kembali menyelidiki area TKP.” Jelas Wonpil memulai agenda rapat mereka. Ditampilkannya kembali gambar tempat dimana mereka terakhir kali menemukan mayat Woojin-sebagai mayat terakhir yang mereka temukan pada layar presentasi.
“Kami mencoba menelusuri jalan yang mungkin terlewat dan memperluas area penyelidikan.” Layar presentasi pun berganti menampilkan gambar dari slide berikutnya. “Dan kami menemukan sebuah pisau lipat terkubur di antara semak-semak tidak jauh dari minimarket terdekat.”
Sejenak Wonpil terdiam. Mengedarkan pandangannya ke arah ketua maupun rekan anggotanya yang lain, yang juga tengah menatapnya dengan serius. Menunggu setiap informasi yang akan Woonpil sampaikan.
Ralat tidak semua, karena ada satu rekannya yang terlihat tidak fokus. Sibuk dengan pikirannya sendiri sembari membolak balikkan kertas kasus yang ada di hadapannya. Dan orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah Detektif Changbin.
“Memang sekilas terlihat tidak memiliki hubungan dengan kasus ini,” lanjut Wonpil dengan sengaja lebih mengeraskan intonasi suaranya. Mencoba untuk menarik perhatian Changbin.
“Karena seperti yang kita tahu, korban terakhir terbunuh bukan karena luka tusuk melainkan teridentifikasi keracunan serta kehabisan napas akibat tercekik.”
Wonpil menarik napas sebelum kembali melanjutkan ucapannya. “Namun meskipun begitu, kami tetap memberikan barang bukti tersebut kepada pihak forensik untuk diidentifikasi.”
“Lalu hasilnya?” Sela Ketua Divisi Urusan Pidana.
“Benar.” Jawab Wonpil. “Darah yang terdapat pada pisau lipat tersebut sembilan puluh sembilan persen tidak cocok dengan darah sang korban, Woojin” ujar Wonpil membacakan hasil identifikasi.
Ketua Divisi termasuk rekan anggota yang lain pun terlihat mengkerutkan kening tidak mengerti, “Hah? Lalu buat apa rapat ini?” sungut Detektif Sungjin.
“Tapi dari data yang telah didapatkan. Kami bisa memastikan bahwa seratus persen pisau tersebut ada kaitannya dengan kasus ini." Ungkap Wonpil dengan sangat yakin.
Dan pandangan penuh minat pun kembali ia dapatkan. "Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa terdapat dua sidik jari yang sangat jelas dan dominan pada pisau tersebut.”
“Sidik jari pertama diidentifikasi sembilan puluh sembilan persen cocok dengan sidik jari korban, Woojin. Dan-”
Wonpil tidak langsung menyelesaikan kalimatnya. Dialihkan tatapannya menjadi ke arah lurus tepat pada posisi Detektif Changbin berada. Yang sampai saat ini masih terlihat sama, tidak tertarik mengikuti jalannya rapat pada pagi hari ini.
“-dan sidik jari lainnya. Serta darah yang ditemukan pada pisau tersebut,” lanjut Wonpil yang dengan sengaja menegaskan setiap kalimat. “Sembilan puluh lima persen teridentifikasi milik-“
“Milik?” sahut anggota yang lain. Gregetan karena ulah Wonpil yang terlalu bertele-tele.
Wonpil menarik napas sebelum akhirnya bersuara. “Jisung.” Satu nama yang seketika membuat satu ruangan terkejut tak terkecuali Changbin yang akhirnya mengangkat kepalanya, menatap balik tepat ke arah Wonpil.
“Sidik jari serta DNA darah yang ditemukan pada pisau tersebut milik Jisung, anak dari Pengacara Chan yang saat ini berstatus sebagai orang hilang.”
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Setelah berdebat dan dipaksa oleh para rekan anggotanya yang lain, Changbin pun akhirnya menurut untuk istirahat, pulang ke rumah. Sejenak mempercayakan setumpuk berkas serta pekerjaan miliknya pada rekan-rekannya yang lain.
Karena mau dipaksa juga tidak akan efektif. Fisik dan batinnya sedang tidak sejalan. Jika dipaksa ia akan jatuh sakit dan pasti itu akan membuat semuanya semakin rumit.
Changbin tidak akan menyangkal bahwa hari ini terasa begitu berat untuknya. Meskipun sebelumnya mereka memang sudah menemukan barang bukti serta menduga bahwa Jisung dan Woojin memiliki hubungan, yang membuat kasus hilangnya Jisung juga menjadi bagian dari kasus di Divisi Urusan Pidana.
Tapi apa yang Wonpil sampaikan pagi ini, barang bukti baru yang mereka dapat, yang sebelumnya mereka abaikan sungguh membuat Changbin banyak berpikir.
Apa yang sebenarnya terjadi? Punya hubungan apa mereka? Sejauh apa? Sedekat apa? Siapa yang melukai siapa? Apakah Jisung memang ada kaitannya dengan kasus yang selama ini mereka tangani atau ini hanya kebetulan?
Dan jika memang itu adalah darah milik Jisung, bukankah itu artinya dia terluka? Bukannkah itu artinya Jisung tidak baik-baik saja.
Bodoh. Jika Jisung baik-baik saja dia pasti tidak akan menghilang.
Changbin pun menghela napas berat bersamaan dengan dirinya yang menghembuskan kepulan asap nikotin itu keluar dari bilah bibirnya. Ia bukan seorang pecandu. Hanya sesekali ketika ia menangani kasus yang sangat berat atau ketika isi pikirannya terlalu rumit.
Saat ini waktu telah menunjukkan pukul 23.30 dan bukannya istirahat Changbin justru kembali menyalakan sebatang rokok. Masih betah menatap lamat-lamat ke arah papan yang ada di hadapannya. Papan itu menampilkan foto serta kerangka tidak lengkap dari kasus pembunuhan berantai yang sedang ia tangani.
“Semoga hanya sebuah kebetulan.” Lirih Changbin penuh harap serta doa ketika melihat foto sang keponakan ada di papan tersebut.
Tidak pernah Changbin bayangkan bahkan sedetik pun berpikir bahwa ia akan melihat foto Jisung, satu-satunya keponakan yang ia punya sekarang akan berada pada skema kasus pembunuhan tersebut.
“Tolong. Tolong hanya sebuah kebetulan.”
###

KAMU SEDANG MEMBACA
ANOTHER DAY ~
FanfictionKetika hari esok tak lagi terasa sama. Barulah ia sadar bahwa- "There is always that ONE MISTAKE that changes EVERYTHING" HAN JISUNG x 3RACHA x STRAY KIDS