33

721 108 31
                                    

“Gila kamu Bin,” sungut Jeongin tidak percaya dengan apa yang hendak dilakukan oleh sahabatnya, Changbin saat ini. “Kalau mau jadi pengangguran, sendirian aja. Gak usah ngajak-ngajak,” sambung Jeongin keki.

Changbin hanya mengangkat bahu acuh. Mengabaikan berbagai umpatan yang keluar dari mulut sang sahabat. Fokusnya hanya tertuju ke arah jalanan, mengemudikan mobil kepolisian yang mereka tumpangi ke tempat tujuan yang sudah ia tetapkan sejak kemarin malam.

Keputusan Changbin sudah bulat. Setelah kemarin berselisih dengan Chan, Changbin telah banyak berpikir dan akhirnya memutuskan untuk mendatangi rumah Bapak Jin Young, yakni Bapak Kepala Kepolisian, pimpinan tertinggi di kantor polisi tempat ia dan Jeongin bekerja.

“Wah ,,, beneran gak waras ini orang.” Jeongin kembali menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang sahabatnya itu tengah rencanakan. Kini mobil Hyundai berwarna putih dengan garis biru itu sudar terparkir apik di depan sebuah rumah mewah berwarna pastel.

Changbin segera melepas seat bealt yang ia gunakan dan kemudian merapikan diri guna bersiap keluar dari mobil. Sedangkan Jeongin tetap diam memegang erat seat bealt yang ia kenakan. Menolak untuk ikut masuk ke dalam rumah mewah tersebut.

Sebelumnya Jeongin sudah mendengar tentang perselisihan yang terjadi antara Changbin dengan saudara tertuanya, sahabatnya itu tidak menceritakan begitu detail tapi Jeongin paham inti permasalahannya.

Namun meskipun begitu, ia masih tidak mengerti mengapa mereka harus pergi ke rumah Pak Kepala Kepolisian diam-diam seperti ini. Tanpa izin dan tanpa surat resmi dari kantor kepolisian. Sahabatnya itu hanya mengatakan bahwa ada yang harus ia periksa dan itu berkaitan dengan kasus menghilangnya Jisung.

“Sumpah! Kalau sampai nanti ada apa-apa-“

“Jaga di sini.” Perintah Changbin sebelum sang lawan bicara menyelesaikan kalimatnya. “Segera hubungi aku kalau ada tanda-tanda kemunculan mobil Pak Kepala. ”

“Hah? Kamu masuk sendiri?” bingung Jeongin tidak mengerti. Meskipun ia memang menolak untuk ikut masuk ke dalam. Tapi membiarkan Changbin masuk sendiri, menggeledah rumah mewah tersebut dengan berbagai rencana di otaknya juga bukanlah suatu ide yang bagus.

“Hei! Ya! Aku belum ada bilang oke," teriak Jeongin murka akibat Changbin yang segera berlalu pergi meninggalkannya. "Dasar orang gila!” umpatnya kemudian.

Alih-alih menjawab pertanyaan Jeongin, Changbin lebih memilih untuk bergegas masuk ke dalam. Meninggalkannya sendiri di dalam mobil untuk mengawasi keadaan sekitar dengan mulut yang tak henti menyumpahinya.

Jeongin bersumpah akan membunuh sahabatnya itu setelah ini.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Changbin sadar dan paham bahwa perbuatannya ini ilegal. Ia tahu konsekuensi yang akan ia dapatkan jika sampai atasannya itu mengetahui perbuatannya tersebut. Seperti kata Jeongin sebelumnya, kehilangan pekerjaan alias diberhentikan secara paksa.

Tapi Changbin tidak punya pilihan dan rencana lain, ia tidak punya alasan mendukung yang bisa ia gunakan untuk membuat sang pemilik rumah bersedia agar rumahnya diperiksa. Dan lagipula, tujuannya juga hanya untuk memeriksa satu kamar saja.

ANOTHER DAY ~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang