12

1.4K 271 85
                                    

Entah mendapatkan dorongan dari siapa dan entah berawal dari mana. Bukannya berjalan menuju ke tempat kelas tambahan yang Hyunjin ikuti tiap sorenya. Langkah kakinya justru berjalan ke arah sebaliknya.

Mengabaikan konsekuensi yang pasti akan ia dapatkan nanti malam ketika pulang ke rumah. Tentu saja, sang ayah tidak akan tinggal diam ketika mengetahui putra kesayangannya tidak hadir dalam kelas tambahan.

Alasan bolos?

Mari pikirkan nanti. Ada seribu satu alasan yang dapat ia temukan dengan mudah di kolom pencarian internet.

Sejujurnya, Hyunjin juga tidak terlalu mengerti dengan dirinya saat ini. Tapi ia juga tidak akan mengelak kenyataan bahwa ia sangat khawatir dengan keadaan sahabatnya, Jisung.

Dan sama seperti yang lainnya, pertanyaan-pertanyaan seperti kemana dan bagaimana selalu memenuhi pikiran Hyunjin.

Yang sampai akhirnya membawa langkahnya pada sebuah rumah. Sebuah rumah yang dulu pernah terasa seperti rumahnya sendiri. Sebuah rumah yang selalu penuh dengan kehangatan. Sangat berbanding terbalik dengan rumah keluarganya sendiri.

Rumah keluarga Pengacara Chan.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jika dulu Hyunjin akan segera masuk ke dalam rumah kediaman Pengacara Chan tanpa merasa ragu maupun canggung sedikitpun. Maka kali ini berbeda. Alih-alih menekan bel yang memang disediakan di pojok kanan pagar rumah.

Hyunjin hanya terlihat berdiam diri dengan kepala yang beberapa kali mendongak ragu. Mencoba untuk melihat keadaan rumah. Berharap bahwa orang yang ia khawatirkan akan muncul dan kemudian mempersilahkannya masuk ke dalam. Seperti dahulu.

Mustahil.

Bahkan setelah sepuluh menit berlalu, tanda-tanda kehidupan dari rumah sang sahabat sama sekali tidak terlihat. Dan posisi Hyunjin juga tetap tidak berubah. Berdiri di depan pagar rumah seorang pengacara ternama, layaknya seorang idiot.

“Hyunjin?!”

Sebuah suara yang terdengar sangat familiar berhasil mengintrupsi Hyunjin dari kegiatannya berdiam diri. Dan sontak membuat Hyunjin mengalihkan atensinya.

“Eh, Om?” Sapa Hyunjin canggung. Benar-benar tidak menyangka akan bertemu dengan tuan pengacara Chan alias ayah dari sang sahabat seperti saat ini.

"Hyunjin apa kabar? Sudah lama banget gak main? Kamu sudah lama disini? Kenapa gak langsung telfon? Kan kalau tahu Hyunjin datang, Om bisa pulang lebih cepat” Ucap Chan terdengar ramah dan bersahabat seperti biasa. Tidak berubah.

Eh, gak kok, Om. Ini Hyunjin juga baru datang”

Entah Hyunjin harus bersyukur atas kegiatan bodoh yang ia lakukan sebelumnya atau tidak. Karena setelah lebih dari sepuluh menit menunggu, Hyunjin akhirnya dipersilahkan untuk masuk ke dalam rumah tuan pengacara.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Tidak banyak yang berubah sejak terakhir kali Hyunjin datang berkunjung. Posisi tiap perabotan rumah tetap sama.

Sebuah rak berlapis kaca yang dipenuhi oleh piagam penghargaan serta piala berwarna keemasan beratas namakan Felix juga tetap berada pada posisinya.

Sangat terlihat jelas bahwa benda-benda tersebut dijaga dengan sangat baik oleh sang ayah. Sungguh sangat berbanding terbalik dengan saudara kembarnya, Jisung.

Bahkan Hyunjin sangat ragu untuk bisa menemukan sebuah piagam penghargaan yang beratas namakan Jisung di sana.

Jika aku menginginkannya, aku bisa mendapatkan semua hal itu dengan mudah.

Aku tidak bodoh.

Jelas Jisung kala itu dengan penuh rasa percaya diri. Saat dimana Hyunjin bertanya kenapa Jisung tidak se-over Felix dalam bidang akademik.

Lagipula aku tidak benar-benar menginginkan semua benda itu. Anggap saja aku sedang berbuat baik kepada saudara kembarku sendiri.

Aku mengalah untuknya.

Mengingat kembali ucapan Jisung kala itu, benar-benar berhasil membuat Hyunjin menggelengkan kepalanya pelan.

Benar. Jisung tidak bodoh.

Jisung tahu apa yang ia inginkan. Jisung tahu bagaimana menikmati hidupnya. Hanya saja,, mereka tidak mengerti.

Ah,, bahkan sama sekali tidak ada yang mencoba untuk mengerti dirinya.

***

ANOTHER DAY ~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang