22

1K 216 139
                                    

Seungmin.

Seorang anak laki-laki dengan status pelajar yang duduk di bangku kedua sekolah menengah atas. Memiliki usia yang sama dengan Hyunjin, Jisung dan Felix.

Dimana saat ini, ia tengah menempuh pendidikannya di salah satu sekolah negeri yang terletak di pusat ibu kota. Yakni sekolah yang berbeda dengan tempat Hyunjin dan Jisung.

Itulah sedikit informasi mengenai Seungmin yang Chan dapatkan dari Jeongin. Setelah sebelumnya ia menceritakan kejadian di kafe tempo hari.

Dan atas nama pihak kepolisian yang bertanggung jawab untuk kasus hilangnya Jisung, Jeongin akan membantu Chan untuk menemui Seungmin hari ini.

Awalnya, Changbin juga berniat untuk ikut. Tapi dikarenakan tugasnya yang masih menumpuk maka mau tidak mau, suka atau tidak ia harus mengurungkan niatnya tersebut.

Membiarkan Chan dan Jeongin pergi menemui Seungmin, tanpa dirinya. Mungkin nanti, dikesempatan berikutnya barulah ia akan bertemu langsung dengan Seungmin.

Tapi dengan keterangan, jika memang benar Seungmin memiliki suatu hubungan dengan Jisung. Jika tidak ada hubungan apapun. Semuanya sia-sia. Pertemuan ini hanyalah buang-buang waktu.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore yang artinya masih ada dua jam lagi sebelum waktu temu mereka. Tapi alih-alih duduk menunggu di kantor firma hukum miliknya, sembari membaca beberapa dokumen kasus yang menumpuk di atas mejanya.

Chan lebih memilih untuk pulang lebih awal. Meluangkan lebih banyak waktu berharganya untuk duduk menunggu jam lima sore di Soul Sop Cafe. Yakni kafe yang ia kunjungi tempo hari sampai akhirnya membawanya pada nama Seungmin.

Jujur ini merupakan hal yang sangat langka. Tuan Pengacara Chan meninggalkan kantornya lebih awal?

Sungguh keajaiban.

Dengan ditemani secangkir kopi hangat dan sepotong kue manis, Chan memilih duduk di salah satu kursi yang menghadap ke arah jendela.

Sehingga membuatnya dapat melihat aktivitas jalan raya ibu kota. Yang terpantau cukup ramai dengan hilir mudik kendaraan.

Mendung

Batin Chan ketika melihat ke arah langit yang berwarna kelabu.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Menit demi menit berlalu dan Chan tetap berada pada posisinya. Memperhatikan bagaimana keadaan lalu lintas yang semakin padat. Akibat bulir-bulir air hujan yang secara perlahan mulai turun membasahi ibu kota.

Membuat orang-orang yang berada di luar nampak berlarian mencari tempat untuk berteduh. Dan dari sekian banyak manusia yang berlarian tersebut, seorang anak laki-laki yang masih mengenakan seragam sekolahnya berhasil menarik perhatian Chan.

Yang dengan seketika mengingatkan Chan pada sosok sang anak, Jisung. Ingatannya kembali pada saat dimana sang anak yang dengan bangga dan bahagianya menunjukkan kepadanya sebuah kertas.

Yakni sebuah kertas yang menyatakan bahwa Jisung berhasil lolos masuk ke sekolah menengah atas favorit, sesuai dengan apa yang Chan harapkan.

Mengingat kembali bagaimana raut bahagia Jisung ketika anak itu mengenakan seragam sekolahnya untuk kali pertama.

Anaknya yang paling nakal, susah di atur, keras kepala dan tidak senang belajar. Berhasil membuktikan kepadanya bahwa ia juga mampu menjadi yang terbaik. Terbaik sesuai dengan standarnya.

Chan akui setelah Felix tiada, Jisung mulai banyak berubah. Jisung melakukan segala sesuatu yang Chan harapkan dan inginkan, meskipun itu bukan keinginannya.

Meskipun Jisung tidak menyukainya bahkan membencinya. Jisung akan tetap melakukannya. Tapi bukannya menghargai usaha sang anak. Chan justru mengabaikan semua hal itu.

Harusnya waktu itu, Chan lebih banyak memberikan apresiasi.

Menghargai dan berterimakasih atas semua usaha yang telah Jisung lakukan untuknya.

Meluangkan lebih banyak waktu, memberikan lebih banyak kasih sayang.

Harusnya,,

***

ANOTHER DAY ~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang