31

566 118 55
                                    

Fakta bahwa sang sahabat, Jisung yang telah menghilang lebih dari satu pekan. Membuat namanya masuk ke dalam daftar orang hilang. Sungguh membuat Hyunjin terpukul. Lalu ditambah dengan dirinya yang harus menghadapi watak keras kepala sang ayah.

Sang ayah yang selalu senantiasa mengingatkannya tentang hari olimpiade yang sudah semakin dekat. Memaksa Hyunjin untuk tetap berada di ruang belajarnya. Hanya berkutat dengan setumpukan buku yang penuh dengan angka dan teori. Seakan tidak mengizinkan sang anak untuk menghirup udara luar.

Tidak cukup dengan rasa penyesalan dan bersalah, Hyunjin juga harus merasakan sesak akibat tekanan yang selalu ayahnya berikan. Membuat Hyunjin merasa hidup layaknya seorang mayat hidup. Tidak hidup namun ia tetap harus berjalan.

Andai Jisung melihat penampilan Hyunjin sekarang, sudah pasti ia tidak akan mengenalinya. Tidak ada lagi sosok Hyunjin dengan senyuman menawan. Tidak ada lagi Hyunjin dan selera humornya yang sederhana.

Sekarang yang tersisa hanyalah sosok Hyunjin dengan kantung mata dan lingkaran hitam di bawah mata, kulit yang terlihat begitu pucat, badan lemas, dan wajah tanpa ekspresi.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Harusnya saat ini Hyunjin melangkahkan kakinya menuju ke arah ruang usaha kesehatan siswa. Tempat dimana ia dapat mengistirahatkan badannya yang telah memberontak, meminta sang pemilik tubuh untuk memberikan waktu tidur yang sesungguhnya.

Dan hal ini sesuai dengan apa yang Pak Guru Lee perintahkan ketika melihat kondisi Hyunjin yang hampir pingsan di kelas tadi. Sungguh sangat memprihatinkan.

Namun alih-alih berjalan menuju ke ruang usaha kesehatan siswa, Hyunjin justru berjalan menuju ke lantai tiga. Membawa tungkai lunglainya itu menuju ke kelas yang berada di ujung lorong.

“XI – F,” batin Hyunjin ketika membaca papan kelas yang berada di atas pintu. Membuat dirinya otomatis tersenyum tipis dan tanpa sadar menghela napas berat ketika berbagai macam kenangan antara ia dan sang sahabat silih berganti di otaknya. Ini adalah kelasnya Jisung.

Setelah merasa cukup bernostalgia di depan pintu, Hyunjin akhirnya masuk ke dalam ruang kelas yang kosong. Hanya ada tas dan baju seragam yang asal di lempar begitu saja. Untungnya hari ini adalah jadwal kelas sebelas F berada di lapangan, sehingga Hyunjin dapat dengan santai masuk ke dalam ruang kelas tersebut.

Semilir angin pelan dari jendela yang terbuka segera menyapa lembut kedatangan Hyunjin, menerpa pelan wajahnya yang lelah dan dirinya yang berantakan. Atensi Hyunjin langsung tertuju ke arah barisan kursi paling pinggir dekat jendala, kursi ke empat, tempat dimana Jisung biasanya duduk.

Menatap benda berbahan dasar kayu tersebut membuat Hyunjin merasa sangat emosional. Meningkatkan rasa sesak di dada sampai akhirnya tiba-tiba semuanya berubah menjadi gelap.

.

.

.

.

.

.

.

.

ANOTHER DAY ~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang