بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
****
H-7 setelah acara lamaran dadakan seperti tahu bulat, kini keluarga Ayah dan Bunda sudah siap menuju kediaman Abah Malik di Surabaya.
Acara Akad memang sengaja di adakan di lingkungan pesantren, hitung-hitungan untuk menyenangkan para santri yang kegiatan nya full mengaji.
Selain itu, Zara juga menghindari asumsi buruk tentang nya yang menikah sebelum lulus sekolah.
"Ya Allah dek..... Kaka nggak nyangka kamu bakalan nikah secepat ini..." Zahra masih berdramatis, tidak menyangka adiknya akan menikah secepat kilat.
Zara melepas tangkupan kedua tangan Kak Zahra di wajahnya, "Apaan sih lebay!"
Bukan nya tersinggung akan ucapan ketus adiknya, kak Zahra malah tertawa ngakak.
"Calon manten gak boleh kasar loh....., Takut suaminya ilfil nanti malah di batalin acara nya." Fariz datang-datang menyeletuk seenak jidat.
Bunda yang tidak sengaja mendengar ucapan anak lelakinya itu keluar dapur dan mencubit Fariz, "Kalau ngomong jangan sembarang, dek."
Kedua Zahra dan Zara menahan bibirnya untuk tidak terbuka, alias tertawa.
"Bagus lah kalo acaranya di batalin, Zara jadi bebas mau kaya gimana juga." Tambah Zara ringan, padahal dalam hati nya tah mana rela kalo misal iya di batalin.
"Loh loh loh......., Ga bahaya ta?" Fariz menyahut, membuat Bunda sekali lagi mencubitnya.
"Apa sih nyambung aja kaya magnet." Cetus Zara lumayan sinis. Beberapa hari ini emosinya suka naik turun seperti roller coaster.
"Udah udah, jangan berantem. Bunda pengeng denger kalian ngoceh terus dari tadi." Semprot wanita paruh baya itu, sebal akan ucapan-ucapan anaknya yang tidak berhenti berdebat.
"Assalamualaikum," manusia di ruang tamu itu menoleh.
Zara adalah manusia pertama yang beranjak dari sofa dan mendekati lelaki itu. "Wa'alaikumsalam, Ayah mana oleh-oleh nya?" Tanya Zara ceria.
Fariz sudah julid setengah mati saat melihat perubahan suasana hati kakak nya yang tiba-tiba jadi baik itu. "Sama pawangnya aja langsung ceria" cibir nya, Kak Zahra menepuk pundak Fariz.
"Sabar..." Lalu dia cekikikan.
"Baru aja nyampe, pas masuk bukannya di kasih minum malah di tagih oleh-oleh," Zara seketika tertawa, benar-benar deh.
"Kan Zara cuma ngingetin Ayah, siapa tau lupa, Yah." Dia memberi alasan di balik itu.
Ayah bahkan mengelus dadanya sabar, setelah mengisi kajian di masjid komplek sebelah, saat tengah-tengah hari ini, pulang ke rumah bukannya di sambut minuman dingin serta camilan malah di tagih janji.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZARAIDEN [ Tutug ✓ ]
General FictionRomantic - spiritual : [BEBERAPA CHAPTER DI PRIVATE! FOLLOW SEBELUM MEMBACA.] Menikah muda bukan lah wish list yang ada dalam daftar impian Zara. Membayangkan betapa repot nya mengurus rumah dan suami, bukankah lebih baik menikmati masa muda dengan...