بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
***
"Hkhkhkhk, Gus? HAHAHAHA....."
Aiden mengangkat wajahnya kearah pelaku yang membuat ia dan kang Aldi terjungkal ke samping, dan tampak lah wajah istrinya yang sedang tertawa ngakak.
"Astaghfirullahaladzim, adek...!" gumam nya beristighfar.
Aiden dengan gesit langsung berdiri dan menutup mulut istrinya yang terbuka lebar saat tertawa. Haduh, kacau kacau.
"Stttt! Udah yah, istighfar istighfar" pinta nya.
"Astaghfirullahaladzim, Astaghfirullahaladzim" Zara menurut. Dia beristighfar dengan ekspresi wajah yang sudah sangat merah.
"Siapa yang ngajarin kaya gitu, hngg? Kenapa jadi iseng banget?" Todong Aiden. Dia ingin mengapit hidung kembang kempis istrinya.
Zara mengelak dengan kedua tangan terangkat seperti tersangka. "Bukan siapa-siapa, habisnya kalian berdua terlalu serius, di panggil-panggil nggak nyaut." jelasnya, membela diri.
Aiden mendesah pasrah. Setelah ini dia harus melakukan pembelajaran ekstra untuk istrinya yang mulai nakal itu.
"Gus?" Panggil kang Aldi yang sempat terlupakan oleh nya.
Aiden dan Zara sontak menoleh, "Ustadz juga ikut jatuh tah? Maaf maaf." dia sampai tak memperhatikan orang selain Aiden yang menjadi korban nya.
"Ngga masalah, Ning."
"Saya mau izin pergi kalau begitu, harus gantian jaga koperasi," ujar kang Aldi menatap arloji nya.
"Nggeh kang, silahkan. Sekali lagi saya minta maaf atas nama Ning Zara."
Kang Aldi melengkungkan sudut bibirnya, "Ndak masalah Gus, toh Ning nya juga bercanda. Kalau begitu saya permisi duluan, Assalamualaikum,"
"Zar, gue juga pulang duluan yah. Ada urusan mendadak." Bibirnya tersungging hingga deretan giginya tampak.
Zara paham betul bahwa sebenarnya Milo bukan nya ada urusan, secara dia di sini tidak kerja tidak kuliah. "Iya iya, sana kejar sebelum jauh," ucap Zara pengertian.
"Okyy cantik, Gus saya Permisi ya. Assalamu'alaikum."
"Kok aneh yah?" Sahut Aiden.
Kepala Zara menoleh kearahnya. "Siapa yang aneh?"
Aiden menujuk Milo yang sedang berlari kecil dengan dagunya. "Temannya adek,"
"Aneh kenapa?" Zara menanya balik, dia masih kurang faham dimana letak keanehan nya.
"Itu, Milo. Wajahnya merah banget, loh. Mas kira dia sakit, tapi dari cara bicaranya dia kaya sehat walafiat. Aneh kan?"
"Bhahahaha! " Zara ngakak mendengar tuturan polos suaminya. Ck.
"Bukan sakit Mas, dia tuh lagi salting ketemu Pak Ustadz Aldi. Dari tadi ribut terus"
Bibir Aiden membulat, "Ooowh. Jadi karena Kang Aldi toh, Mas kira beneran sakit. Soalnya lagi musim."
"Emang nya kenapa kalo Milo sakit? Mas khawatir sama dia? Perempuan lain? Mas suka sama Milo?" Cerocos Zara curiga besar.
"Astaghfirullahaladzim, Adek. Memang nya Mas cowok apaan?"
Mata Zara mengedip pelan, "Ya siapa tau, kan orang yang faham agama tuh suka po-li-ga-mi!" Ketus 50%
"Astaghfirullahaladzim, nih dengerin Mas yah. Satu aja bagi mas itu sudah lebih dari cukup. Lagian, nggak semua orang faham agama itu memilih poligami. Ngapain Mas nyari yang lain kalau semuanya udah ada di diri kamu?"
Zara tak mau mendengar, jujur saja sekarang jantungnya sudah berdemo dan hampir meledak jika saja ia tak segera menutup mulut manis Aiden.
"Ya terus, kenapa mas kaya khawatir gitu sama Milo?" Pura-pura ketus 1000% padahal aslinya salting bruntal, bahkan Zara tak mampu menatap suaminya.
"Jangan salah faham dulu, dengerin apa yang Mas omongin ini." Ujar Aiden, telapak tangan nya membawa wajah istrinya untuk menatap kearahnya.
"Mas nggak khawatir sama Milo teman kamu itu, Mas khawatir sama kamu karena kalau Milo sakit dan kalian main bareng. Ada kemungkin kamu juga bakal tertular, faham?" Zara mengangguk.
"Mas nggak mau cantiknya Mas ini sakit, cukup Mas aja yang di rawat, Kamu jangan sampai." Blushhh! Tiba-tiba saja hawa panas di sekitar jadi meningkat hingga membuat wajah Zara memerah seperti tomat.
"KYAAA!!!! Manisnyaaa~~~~!"
Tak tahan dengan adanya kupu-kupu yang seakan menggelitik perutnya, Zara sampai harus menutupi diri dengan memeluk Aiden dan menggigit bahu suaminya.
"Awhh! Astaghfirullahaladzim, ganas sekali kamu dek?" Gumam Aiden dalam hati. Yakali dia bicara langsung, otw kena damprat dan di usir dari kamar.
"Mas??"
Aiden menyunggingkan senyumnya guna menjawab panggilan sang istri. "Kenapa sayang?"
Zara ragu-ragu untuk berbicara, Aiden jadi penasaran apa yang akan di ucapkan oleh istri nya itu. Apakah suatu hal yang penting atau malah sebaliknya?
"Kenapa hmm? Mau cerita apa?"
Dengan posisi yang tak berubah banyak, masih dengan Zara yang memeluk suaminya. Perempuan itu menyender dengan nyaman.
"Mas inget nggak, ucapan dokter Ibnu waktu hari terakhir di rumah sakit?"
Alis Aiden memincing, "Ucapan yang kaya gimana?" Dia bahkan lupa dan hanya mengingat saat-saat dimana dokter genit itu menyapa istrinya.
"Yang itu loh, sindrom couvade."
Beberapa detik otak Aiden loading, lelaki yang masih merangkul bahu istrinya itu berusaha keras mengingat apa saja yang dikatakan eh dokter lelaki itu.
Hingga beberapa menit terjadi keheningan, Zara yang greget pun akhirnya mengungkapkan maksudnya dengan gamblang.
"Ayo cek kandungan Mas! Aku mau buktiin ucapan dokter Ibnu, aku beneran hamil apa nggak?"
Rangkulan Aiden melonggar, entah apa yang di pikirkan. Tiba-tiba suasana nya jadi hening. Zara rasa dia tak mengucapkan kata-kata yang salah kan?
"Kamu memang nya udah siap jadi Ibu?" Sahut Aiden datar?
Zara jadi memikirkan perkataan nya tadi, apa mungkin ada yang salah? Atau dia tak sengaja menyinggung Aiden?
"Siap nggak siap, Mas. Kalau Allah udah mempercayai kita, kenapa kita harus nggak siap?" Tuturnya.
Aiden menghela nafas panjang, tuh kan Zara jadi merasa aneh. Suasananya pun jadi tak sehangat tadi. Kira-kira suaminya itu kenapa guys? Ada yang tau?
***
Publish : 28 Oktober 2023
Revisi : 18 februari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
ZARAIDEN [ Tutug ✓ ]
General FictionRomantic - spiritual : [BEBERAPA CHAPTER DI PRIVATE! FOLLOW SEBELUM MEMBACA.] Menikah muda bukan lah wish list yang ada dalam daftar impian Zara. Membayangkan betapa repot nya mengurus rumah dan suami, bukankah lebih baik menikmati masa muda dengan...