18. pelukan setan

17K 779 0
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Tok tok tok.

Suara ketukan pintu yang terdengar ribut membuat Aiden gagal dalam melaksanakan aksi nya.

Jarum jam sudah menunjukan pukul delapan malam, namun di luar terdengar bising-bising suara orang banyak.

Tok tok tok.

"Sabar!" Aiden menggeram kesal lalu dengan amat terpaksa menuju ke arah pintu kamar keluar, meninggakkan istrinya yang asik main ponsel.

Click.

"Ada-"

"Mas! Di panggil Ustadz Molana tuh, lagi ada santri yang kerasukan." Belum sempat Aiden menyelesaikan ucapan nya, sosok Aqil sudah dulu menyerobot seperti ibu ibu di lampu merah.

"Astaghfirullahaladzim, memang nya Ustadz Molana ngga bisa menangani?" Tanya Aiden, ia mendorong pelan kening Aqil yang hampir menyelonong masuk melebihi batas pintu.

Bisa gawat jika Aqil melihat sang istri yang hanya menggunakan baju tidur berbahan satin itu, tidak rela dia, karena istrinya hanya miliknya.

Posesif? Memang iya!

"Kan Aqil manggil Mas ke sini tandanya Ustadz Molana nggak bisa nanganin sendiri, Mas gimana tah?"

Lah iya benar juga, "Yaudah Mas kesana, kamu bilang aja tempat nya dimana."

"Di aula, tadinya lagi ngaji tiba-tiba malah pingsan terus teriak-teriak," jelas Aqil.

"Hmm. Sana sana, hush!" Usirnya pada sang adik.

"Dih?"

Setelah itu Aqil pun pergi dengan santai tanpa raut khawatir yang di buat nya tadi. Aiden jadi curiga kalau Aqil hanya main-main saja.

Tak ingin su'uzon, akhirnya Aiden kembali masuk ke dalam kamar untuk sekedar memberi tau istrinya.

Takut kalau istrinya mencari dirinya nanti.

"Siapa mas?" Tanya perempuan itu, dia masih setia duduk di atas kasur dengan ponsel di tangannya.

"Aqil, katanya ada santri yang kerasukan. Mas mau ke sana, kamu mau ikut apa di kamar aja?"

Mendengar kata kerasukan seketika membuat wajah Zara kaku, dia memang mendengar hal seperti ini sering terjadi di lingkungan pondok.

Tapi apakah harus secepat ini ia menyaksikan nya? Ingin tetep tinggal di kamar nya, tapi dia sedikit takut, tapi jika dia ikut, tambah lah satu persen rasa takut nya.

"Ngga usah takut, kan ada Mas yang jagain kamu nanti, cepet pake gamis nya, jangan lupa kerudung juga,"

Seakan mengerti pikiran istrinya, Aiden berucap demikian. Zara menyetujui dan segera mengambil gamis polosan berwarna hitam di padukan dengan jilbab instan panjang menutupi dada berwarna late.

ZARAIDEN [ Tutug ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang