بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
***
Sore sore di hari Minggu itu enak nya memang jalan jalan, seperti yang di lakukan Zara dan Nila saat ini. Setelah pertemuan nya di hari Jumat kemarin, kedua perempuan sebaya itu semakin lengket di lihatnya.
Nila yang memang tidak memiliki teman, juga Zara yang suka kesepian kalau Aiden pergi mengajar.
Mereka berdua berjalan beriringan sembari berceloteh santai. Ngomong-ngomong yah, hari ini Nila sudah tidak memakai kerudung kuning-hijau lagi.
Masa hukuman nya ternyata sudah habis waktu hari Sabtu. Namun gadis itu malah mendapat hukuman lagi yang entah apa, Zara pun tidak di beri tahu.
Katanya sih rahasia dia sama Aqil, Zara jadinya penasaran se kejam apa sih, adik ipar nya itu sampai membuat Nila mencak-mencak menceritakan nya.
"Ya gitu Ning, pokonya yah, ngeselin banget, resek juga, tukang hukum, tukang ngadu, tukang nyuruh-nyuruh. Sebel banget Ning, sumpah." Dia mendumel.
Zara tertawa ngakak mendengar nya, namun tidak begitu ngakak yah, soalnya dia kan Ning di sini, harus jaga image.
"Adik ipar padahal keliatan nya kalem loh, alim juga, pendiem," tutur Zara mengeluarkan pendapatnya.
Dan hal itu tentunya langsung di sanggah secara cepat oleh Nila, "Wuhh! Ning ngga tau aja kelakuan nya, yang Maa shaa Allah. Sangat-sangat membuat ketar-ketir jantung kalo lagi ngajar."
"Tanda nya cinta tuh, deg-degan kan?"
Nila mengepalkan tangannya kesal, dia bahkan memukul-mukul buku yang di pegang nya, karena gadis itu baru selesai ngaji sore.
"Bukan Ning, bukan deg-degan karena cinta, bukan, tapi karena kalo ke-gep meleng sedikit bakal di suruh maju, ngulang materi yang beliau sampaikan dari awal, coba bayangkan??!"
"Hahaha, serius kaya gitu? Kok ngeselin yah?"
"Nah kan--"
"Assalamualaikum, Ning?" Baru saja Nila hendak membuka mulut menceritakan keburukan Aqil lagi, ustadz Yusuf tiba-tiba menghampiri mereka dan memotong ucapan Nila.
Zara dan Nila saling pandang, "Ada apa, yah, Tadz?" Tanya Zara sedikit risih, pasal nya sekarang mereka sedang di perhatikan oleh beberapa santri yang berlalu lalang.
"Salam nya ngga di jawab, Ning?"
Lupa, akhirnya Zara pun mengulang ucapannya, "Eh iya, Wa'alaikumsalam. Ada apa Tadz?"
Ustadz Yusuf menggeleng sembari tersenyum manis, Zara melirik dari ekor matanya Nila yang tengah menunduk dalam.
'Apa nggak kecengklak dia?'
"Tidak ada apa-apa, Ning. Hanya kebetulan melihat Ning-nya." jawab ustadz tampan itu.
Zara sedikit risih jadinya, apa lagi ustadz Yusuf yang selalu menatap dirinya.
Bisa gawat jika Aiden melihat ini, "Eum, kalo gitu saya permisi, mau ke koperasi. Mari, Ning." setelah ustadz Yusuf pamit pergi, Nila kembali mengangkat kepalanya.
"Kenapa sih?" Tanya Zara bingung, soalnya Nila dari tadi heboh eh langsung berubah kalem di hadapan Ustadz Yusuf.
"Ustadz Yusuf tuh, tetangga aku Ning, makanya aku ngga berani buat ulah di depan beliau. Takut di cepuin ke Ayah."
Zara mengangguk mengerti, "Aku kira karena ada rasa, makanya berusaha jaga image gitu. Taunya tetangga."
"hahaha ...... " Nila tertawa keras. Kan kumat lagi reog nya.
"Tapi Ustadz Yusuf aneh banget tau Ning." Tutur Nila tiba-tiba, melupakan topik meng-ghibahi Aqil.
"Aneh nya gimana?" Alis Zara menukik, dia juga merasakan sedikit aneh.
Kedua perempuan seumuran itu milih duduk di bangku pinggir lapangan, tak menghiraukan para santri yang berlalu lalang melintasi di depan mereka.
"Ya itu tadi, Masa tiba-tiba nyapa, kalo ngga ada kepentingan ngapain nyamperin? Terus tadi juga bilang mau ke koperasi, padahal ngga ada yang tanya beliau mau kemana, kan?"
"He'eh"
***
"Mas"
Aiden yang merasa terpanggil pun menyahut, "Dalem, sayang .... " tapi fokus nya masih pada tumpukan kertas berisi jawaban soal-soal anak didiknya.
"Ustadz Yusuf memang ramah ke semua orang apa gimana, sih?" Tanya nya pelan, merasa sang istri menyebut nama lelaki lain, Aiden pun segera menghampiri dan meninggalkan tumpukan kertas itu.
Bodo amat lah kertas ini.
"Kenapa tanya Ustadz Yusuf, hm?" Ini lagi suaminya, bukan nya menjawab malah balik bertanya.
"Ngerasa aneh aja sama dia," ucap Zara, tubuh nya sedikit merinding kala Aiden memainkan jemari dingin itu pada leher nya.
"Aneh gimana sih?"
Zara melepas tangan besar Aiden yang asik nangkring di leher nya, bisa gawat kalau di biarkan lama-lama.
Karena leher merupakan salah satu bagian sensitif Zara, maka harus hati-hati banget kalau mau tidur aman, damai dan tentram.
"Ya aneh aja, masa tadi sore tiba-tiba nyamperin pas aku lagi ngobrol sama Nila, terus juga aneh nya lagi, malah ngasih tau mau kemana padahal ngga ada tuh kita tanya beliau mau kemana,"
Aiden mendengar kan secara seksama cerita istrinya itu, "Mungkin kebetulan aja, kan ustadz Yusuf juga temen Mas udah lama, makanya nyapa kamu,"
Zara mengangguk saja deh, soalnya dia sudah benar-benar tidak bisa mengatakan apapun selain berdehem.
Suami nya itu memang tidak punya akhlak main nyosor aja, kan Zara jadi enak. Eh, maksud nya risih!
Aduh gimana si, pikiran nya tipo nih.
***
Publish: 11 Agustus 2023
Revisi: 16 februari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
ZARAIDEN [ Tutug ✓ ]
General FictionRomantic - spiritual : [BEBERAPA CHAPTER DI PRIVATE! FOLLOW SEBELUM MEMBACA.] Menikah muda bukan lah wish list yang ada dalam daftar impian Zara. Membayangkan betapa repot nya mengurus rumah dan suami, bukankah lebih baik menikmati masa muda dengan...