"IHHH ECHA NAKAL!"
Sosok anak kecil berusia 6 tahun nampak mengomel saat sang adik perempuannya yang baru berusia 4 tahun itu menganggunya, menarik bajunya sampai melorot dari bahu kanannya. Lego yang baru disusunnya kini berhamburan karena tidak sengaja ditendang oleh balita berusia 4 tahun itu.
Seorang perempuan dengan rambut panjangnya datang dengan tergopoh-gopoh, ia segera menggendong anak bungsunya yang baru berusia 4 tahun itu. Gadis kecil itu menangis karena sang kakak memukulnya, terlalu kesal sudah diganggu.
"Aduh Eza jangan dipukul ya adeknya? Kalau lagi marah jangan pakai tangan, Bang. Hayo Bunda gak pernah ngajarin Abang jadi gini loh ya, ayo minta maaf sama adek." Lentera mengusap lembut kepalanya Eza dan Echa secara bergantian, kini ia sudah menjadi seorang Ibu dengan 2 orang anak. "Adek juga, ya? Minta maaf sama Abang, gih."
Echa langsung mengusap kedua matanya; menyapu air matanya dengan cepat. "Umm maafin Echa, ya? Echa udah nakal, umm!"
Eza mengangguk, ia memeluk sang adik yang berada dipangkuan sang Ibu. "Abang juga minta maaf, masih sakit ndak kepalanya?"
Echa menggeleng, ia kemudian turun dari pangkuan sang Ibu. Memilih memeluk sang Abang, sesekali mencium pipinya Eza dengan sayang. "Echaaa mau main!!"
Eza mengangguk, ia menggandeng tangan sang adik. Kemudian membawanya menuju rak mainannya yang dipenuhi oleh berbagai mainan, lebih tepatnya semua mainan itu didominasi oleh mainan masak-masakan milik Echa.
"Tadi aja ribut, sekarang akur kayak Upin-Ipin. Dasar bocah."
Lentera memilih pergi dari sana, ia tadi lagi sibuk di kamar bersama sang suami. Ah bukannya apa ya, semenjak menikah bersama Dafa ia harus mengurus 3 bayi. Eza, Echa dan juga Dafa. Ketiganya selalu manja padanya, kadang cemburu satu sama lain ketika salah satunya mendapat perhatian darinya.
Seperti sekarang, Dafa tengah merajuk padanya. Laki-laki itu memunggunginya, tanpa menoleh padanya ketika ia panggil. Hari ini Dafa libur bekerja, makanya ia bisa rebahan seperti sekarang. Bukannya Dafa merajuk tanpa alasan, keduanya sedang ingin melakukan bercocok tanam.
Namun karena teriakan dan tangisan kencang dari kedua anak mereka, membuat Lentera berlari dan meninggalkan Dafa yang lagi berada di titik nafsu-nafsunya.
Pagi-pagi Echa dan Eza sudah ribut, membuat Dafa kesal setengah mati.
"Daf?"
Dafa hanya melirik sekilas ketika Lentera naik keatas kasur, dan menyandarkan kepalanya dibahunya.
"Apa?! Puas udah ninggalin aku pas punyaku udah pengen nerkam, huh?!"
Lentera meringis, ia memeluk tubuh sang suami yang masih dalam keadaan naked dibalik selimut. Ia menaruh wajahnya di ceruk leher laki-laki itu, menciumnya bertubi-tubi. Membuat Dafa tersenyum dan membalikkan badan.
"Ayo main." Ajak Dafa dengan wajahnya yang memasang ekspresi memelas, membuat Lentera meringis. Ia tidak akan tega menolak Dafa jika laki-laki itu sudah seperti ini.
"T-tapinya anak kita, gimana? Tuh lagi di bawah, nanti berantem lagi. Nanti malem aja, ok? Pas anak-anak udah tidur umm?"
Dafa menghela nafas, kalau sudah seperti ini ia bisa apa selain menurut. Ia bingung sifat nakal anaknya itu turunan siapa, belum lagi suka mengganggu waktunya dengan Lentera. Membuat Dafa geram dengan kedua anak-anaknya, gemas ingin menitipkannya saja ke tetangga agar tidak menggangu dirinya dan Lentera ketika ingin melakukan bercocok tanam.
Semenjak Lentera melahirkan Ranesha, atau yang biasa dipanggil Echa. Tubuhnya memang lebih berisi dan juga sexy, membuatnya kadang dibuat turn on tiba-tiba dan menerkamnya langsung tanpa mengendalikan nafsunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DATERA ✔ [VERSI AWAL]
AcakKamu kayak nano-nano ya. Asem, manis, semuanya jadi satu.