Sudah dua bulan berlalu setelah pertemuannya dengan Candra di pantai hari itu. Cahaya, gadis cantik itu masih belum bisa melupakan kenangan yang Candra berikan kepadanya. Kenangan singkat yang teramat berharga itu sangat sulit dilupakan begitu saja. Ayunan yang dibuatkan Candra masih menjadi tempat favorit Cahaya di sekolah. Bersama Riki dan Fara sahabatnya mereka semua selalu pergi ke tempat itu. Tempat kesukaan mereka semua dan juga tempat kesukaan Candra.
Cahaya yang sedang duduk di ayunan pun dikejutkan dengan seseorang yang tiba-tiba berdiri di depannya sambil memberikan sebuah susu coklat untuknya.
"Gak usah kak" tolak Cahaya langsung dan ia lebih memilih mengalihkan pandangannya dari laki-laki yang masih berdiri di depannya itu.
Lelaki yang mendengar penolakan dari cahaya itu beralih meraih tangan Cahaya lalu ia kembali memberikan susu coklat yang memang ia beli untuk Cahaya.
"Itu sogokan buat lo" ucap lelaki itu.
Cahaya lantas menatap lelaki itu dengan tajam lalu ia melempar susu coklat itu ke tanah. "Mending kak Jovan pergi deh!! Gue lagi pengen sendiri" tegas Cahaya.
"Gue cuma pengen nanya gimana kondisi Candra terakhir kali lo liat dia. Tuh anak gak ada kabar sama sekali" iya, lelaki itu adalah Jovan. Setelah dua bulan, ia baru berani bertanya kepada seseorang tentang Candra.
Selama ini, Jovan hanya diam dan merindukan Candra sendirian. Ia tidak berani bercerita tentang Candra kepada mamanya karena takut kondisi mamanya itu semakin parah.
"Sejak kapan lo peduli sama Candra kak? Lo tuh gak pernah peduli sama dia, tak usah sok peduli deh!
"Gue nanya lo baik-baik yah Cahaya, gak usah pake emosi" Jovan langsung beranjak pergi meninggalkan Cahaya sendirian disana.
Langit kala itu terlihat sangat indah, tapi entah kenapa itu malah membuat hari Cahaya semakin sakit. Dia ingin melihat langit di atasnya sekarang bersama Candra. Ia merindukan Candranya yang dingin tapi penuh kasih sayang. Dadanya sakit dan ia kepalanya ia dongakkan ke atas.
"Candra, aku kangen" lirik wanita itu.Air matanya mulai mengalir membasahi wajah cantik Cahaya. Ia menundukkan kepalanya membiarkan butiran air mata itu jatuh membasahi rok sekolahnya. "Candra, aku kangen" lirihnya sekali lagi. Tetapi, seorang lelaki kini kembali berdiri di depannya. Ia mulai mendekap tubuh kecil Cahaya dan membawa wanita itu ke dalam pelukannya.
"Gue juga kangen Candra, Aya" ucap lelaki itu.
"Ngapain balik lagi sih kak" ucap Cahaya yang masih terisak karena sudah terlalu merindukan Candra.
"Susu coklat gue, sayang kalau gak ada yang minum. Makanya gue pengen ambil lagi" lelaki itu kemudian tertawa kecil.
"Lucu yah" lanjut lelaki itu.
Cahaya mulai melepaskan pelukan Jovan lalu ia menatap lelaki itu. "Apanya?"
"Gue"
"Engga sama sekali"
Lantas Jovan kembali tersenyum. "Tau gak, bagi gue, kehadiran Candra itu adalah luka yang paling menyakitkan buat gue. Tapi ternyata tanpa dia, justru lebih sakit"
Jovan mulai mengusap air mata yang masih tersisa di wajah Cahaya secara perlahan. "Jangan nangis, Cahaya. Buang-buang tenaga doang. Mending tenaga lo daripada buat nangis, simpen buat nyari Candra"
"Setiap kali gue ke rumah Candra, Mama nya cuma bilang kalau Candra pindah ke luar kota dan lagi gak bisa di ganggu"
Lelaki itu kembali tersenyum. Ia lalu mendekatkan wajahnya ke wajah cantik Cahaya. Ia pun mengoreh saku celananya dan mengambil dua buah permen lalu ia berikan kepada Cahaya. "Susunya udah lo buang, jadi gak bakal gue kasih lagi. Tapi permen ini harus lo terima yah, Aya. Gue pergi dulu" setelah itu, Jovan benar-benar pergi meninggalkan Cahaya sendirian lagi.
------
Di malam hari yang cukup dingin, Sarah dikejutkan dengan seseorang yang yang kengetuk pintu rumahnya berkali-kali dengan sangat keras. Ia segera berjalan menuju pintu untuk melihat siapa yang sudah mengganggu malamnya itu.
Saat pintu itu dibuka Sarah langsung diperlihatkan dengan seorang wanita seumuran dengannya dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya.
"Sar... Candra gue mana, Sar, tolong balikin" lirih wanita itu yang langsung meraih tangan kanan milik Sarah.
"Kenapa cari Candra di rumah gue? Dia anak lo" dengan cepat Sarah menepis tangan milik wanita itu yang tidak lain adalah Dewi.
"Engga, gue yakin dia ada disini. Dia gak ada di Amerika, Sar. Tolong balikin anak gue" wanita itu tak henti-hentinya menangis meminta anak kesayangannya kembali.
"GUE BILANG CANDRA GAK ADA DISINI DEWI!!"
"YAH TERUS DIA DIMANA SELAMA DUA BULAN KALAU BUKAN SAMA LO!!!!"
Sarah benar-benar tak habis pikir. Kenapa dia bisa seteledor itu menjadi ibu? Dia bahkan tidak tahu anaknya hilang entah kemana selama dua bulan yang dimana dua bulan itu bukan waktu yang singkat.
"Lo bodoh, Dewi. Seharusnya lo cari anak lo sekarang, bukannya malah ke rumah gue"
"Hapus air mata lo, dan cari dia" sambung Sarah.
"Udah lebih dari sebulan gue keliling Amerika buat cari Candra, Sar. Bahkan Indonesia juga gue kelilingin buat cari Candra, tapi dia gak ketemu. Pilihan terkahir gue adalah elo, Sar. Cuma elo yang bisa nyembunyiin dia, Sar."
Memikirkan Candra yang sendirian tanpa seseorang selama ini membuat hati Sarah sangat sakit. Lukanya bahkan belum sembuh tetapi kembali terluka lagi. "Salah gue, karena ngasih Candra ke orang-orang yang ga bisa jagain dia"
"Bukan gue, Dewi. Gue bakal bantu lo buat cari Candra, tapi jangan bawa suami di depan gue" sambung Sarah.
"Terus selama ini Candra dimana, Sar? Dia sendirian di dunia yang luas"
"Yah makanya kita cari sekarang"
Keduanya langsung berlari menuju mobil Dewi. Tanpa tau arah kemana mereka akan pergi, mobil itu tetap di lajukan. Tujuan mereka hanyalah satu, yaitu Candra.
-----
Udara di malam hari yang dingin mampu membuat bulu kuduk lelaki itu berdiri. Suasana taman rumah sakit yang sepi itu membuat suasana menjadi semakin hening. Tiba-tiba seorang lelaki dengan jas dokter datang menghampiri lelaki yang dari tadi sedang duduk sendiri di taman rumah sakit yang sepi.
"Candra, masuk yah, dingin di luar" ucap seorang dokter bernama Jefian yang langsung memakaikan Jaket yang ia bawa tadi ke tubuh Candra.
"Saya masih mau di sini, Dokter. Saya perlu menenangkan pikiran saya" jawab Candra langsung.
"Kalau gitu, Saya temani yah"
"Terserah Dokter saja"
Setelah mendapat jawaban dari Candra, Jefian akhirnya duduk di sebelah Candra. "Candra..." Panggil Jefian yang membuat orang yang dipanggilnya menoleh ke arahnya.
"Kangen sama keluarga kamu?"
Candra mengangguk. " Saya selalu Rindu, tetapi lebih baik saya tidak bertemu mereka"
"Ada saya, Candra" Candra hanga membalas dengan senyuman yang sulit di artikan. Dia bahagia ada Jefian di sisinya tapi disisi lain, Candra merasa bersalah karena sepertinya dia akan mengoreh luka kepada Jefian.
"Luka dokter belum sembuh, bagaimana jika nanti saya ikut melukai dokter?"
Hai guys, makasih buat yang udah nungguin, jangan lupa vote yah and, SELAMAT MEMBACA 💚💚💚
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDRA DAN SEMESTA ||END
Teen FictionBukan cuma orang orang yang membenci Candra, tetapi juga semesta. Apakah kehidupan Candra akan berubah nantinya? Jangan jupa vote and follow guys Maaf banget kalau banyak typo, baru direvisi kalau udah end nanti SELAMAT MEMBACA