PART 35

561 38 1
                                    

Matahari pagi sudah terbit, Jefian baru saja selesai menyiapkan sarapan untuknya dan Candra. Ia mulai meletakkan piring-piring di atas meja makan lalu ia duduk menunggu Candra keluar dari dalam kamar.

Sekitar lima menit berlalu dan Candra belum datang, sementara Jefian sudah harus berangkat ke rumah sakit sekarang.

Jefian sudah memanggil Candra beberapa kali, tapi lelaki itu tidak menggubris sama sekali. Akhirnya Jefian memutuskan untuk menghampiri Candra di kamar.

Jefian mulai mengetuk pintu kamar Candra.

Tok tok tok

Tidak ada jawaban sama sekali. Jefian pun memutuskan untuk masuk saja ke dalam. Jujur, Jefian khawatir sekarang.

Pintu di buka, dan Jefian bisa melihat dengan jelas Candra tak sadarkan diri tergeletak di lantai tepat di depan pintu. Sepertinya, ia pingsan saat hendak keluar dari kamar. Tanpa pikir panjang, Jefian segera membawa Candra ke rumah sakit.

Pagi berhenti menjadi malam. Sekitar jam delapan, Candra akhirnya membuka matanya. Ia melihat sekeliling dan menyadari kalau ia sekarang sedang berada di rumah sakit. Warna tembok yang berwarna putih, serta bau khas yang sudah sangat ia kenal, membuat Candra langsung mengenali tempat yang sudah seperti rumah keduanya itu.

Candra bisa melihat dengan jelas Jefian yang sedang menangis di sampingnya. Dari suara iskannya, Candra bisa mengetahui kalau Jefian sekarang sedang menyalahkan dirinya sendiri karena tidak becus menjaga Candra.

"Jangan menangis, Dokter. Maafkan saya" Jefian menyadari Candra sudah siuman, dengan cepat ia langsung mengusap air matanya menggunakan telapak tangan.

"Kamu tidak meminum obat kamu kan Candra? Maaf karena saya tidak bisa menjaga kamu dengan baik" lelaki itu menunduk.

Candra menggeleng dengan pelan. "Dokter sangat baik dalam menjaga saya, saya sangat berterima kasih. Tapi, permasalahannya ada di saya, Dokter. Maaf, tapi saya lelah" air mata Jefian kembali menetes mendengar suara Candra yang terdengar menyakitkan. Ia takut, sangat takut kalau Candra akan segera pergi.

"Jangan menangis Dokter, simpan tenaga dokter untuk bermain basket bersama saya besok. Dan kalau bisa, saya mau ajak teman saya untuk ikut bermain"

"Kamu harus istirahat besok, jangan sampai kelelahan"

Candra bangun dari posisi baringnya, lalu duduk menghadap Jefian. "Saya khawatir waktu saya tidak banyak, dokter" ucapnya. Jefian yang seolah mengerti maksud dari ucapan Candra barusan, sekuat tenaga ia menahan diri untuk tak lagi meneteskan air mata. Ia harus terlihat kuat agar Candra juga tidak begitu merasa bersalah.

Jam dua pagi, Candra masih terjaga. Disampingnya terlihat Jefian yang sedang tidur di sofa. Dia pasti kelelahan. Apalagi, ini adalah tahun pertamanya sebagai dokter. Dia pasti sangat kelelahan, ditambah lagi dia harus menjaga dan merawat Candra. Bebannya pasti semakin bertambah.

Pandang Candra ia alihkan ke ponselnya. Ponsel yang sudah lama tak ia pakai. Ia terus memandangi ponsel itu sembari mengumpulkan keberaniannya. Ia mengatur napasnya sejenak lalu ia ambil ponselnya itu. Candra pun mulai mengetikkan sesuatu pada ponselnya.

Saya mau bertemu.
Saya akan kirimkan
Alamat, jadi kita
Bertemu disana
Besok pagi. Kamu
Bisakan bolos sekolah
Dulu sekali saja

Riki
Candra? Ini beneran
Elo? Kemana saja
Sih? Kita nyariin
Lo tau gak?

Jangan beritahu
Siapapun yah, Rik,
Saya akan menemui
Mereka semua besok,
Jadi tenang saja. Saya
Awali dengan bertemu
Kamu dulu. Saya juga
Jngin mengenalkan
Seseorang.

CANDRA DAN SEMESTA ||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang