Lelaki itu tersenyum ketika selesai mengirimkan pesan untuk Cahaya. Jujur, dia sangat merindukan wanita itu.
"Kita berangkat seka—" tiba-tiba saja ponsel Jefian berdering dan itu membuatnya langsung melirik ke ponselnya. Ternyata panggilan itu berasal dari rumah sakit. Langsung saja Jefian mengangkat telepon itu.
"Candra, saya disuruh untuk kembali ke rumah sakit, padahal hari hari libur saya. Tapi saya juga tidak bisa menolak" ucap Jefian setelah ia mematikan teleponnya.
"Saya bisa kok pergi sendiri"
Jefian menggeleng. "Saya antar kamu dulu saja, kamu juga belum ketemu mama dan Jovan kan"
"Jangan jadikan saya prioritas, dokter, pekerjaan lebih penting. Di dekat sini ada halte bus, saya bisa naik bus"
"Saya pesankan taksi online saja yah?"
"Tidak usah dokter, saya bisa naik bus. Dokter antarkan saja saya ke halte bus. Lagi pula pantainya tidak terlalu jauh dari sini" Akhirnya Jefian pun mengalah dan mengikuti perkataan Candra.
Jefian pun mulai melajukan mobilnya keluar dari area mall menuju halte.
Mereka sudah sampai di halte bus sekarang. Candra kemudian turun dari mobil dan berdiri sambil melambaikan tangan ke arah Jefian.
"Hati-hati yah dokter, terima kasih" ucapnya
"Maaf yah Candra saya tidak bisa—"
"Cepat pergi dokter" potong Candra.
"Saya tidak akan lama, lagi pula rumah sakit juga tidak terlalu jauh dari panti itu, tunggu saya di sana yah" ucap Jefian lalu diberikan anggukan oleh Candra.
Sepeninggalan Jefian, Candra duduk di halte bersama seorang anak kecil dengan sebuah bola di samping anak itu. Jika di lihat, anak kecil itu berusia sekitar 8 tahun.
"Nama kamu siapa? Aku Candra" Tanya Candra basa basi.
"Aku Dio, kak Candra"
"Kamu mau kemana?" Tanyanya lagi.
"Mau pulang, aku lagi nungguin mama papa" jawab anak itu.
Hening. Setelah itu, tak ada lagi interaksi Candra bersama anak itu. Mereka benar-benar diam setelah beberapa menit berlalu.
"Kakak mau liat aku main bola gak? Aku jago loh" Candra pun tersenyum dan mengangguk.
Dio itu kemudian mengambil bola di sampingnya dan hendak berdiri. Tetapi di saat bersamaan Dio melihat orang tuanya yang sedang berdiri di seberang jalan sambil membawa dua kantong plastik berwarna putih dengan tulisan berwarna biru.
"MAMA PAPA" Teriak Dio sambil melambaikan kedua tangannya.
Bola yang di pegang Dio tadi jatuh tanpa disadarinya. Bola itu terus menggelinding ke jalan raya dan membuat Dio mengejarnya.
Candra yang melihat Dio sudah berada di tengah jalan sangat takut apalagi terdengar suara klakson mobil truk yang melaju dengan kencang.
Mobil itu semakin dekat, dan Dio terlihat sudah terjatuh ke tanah dengan keadaan mematung.
Candra meneteskan air matanya dan tanpa pikir panjang ia berlalu dan mendorong Dio yang masih terdiam.
Dalam sekejap Candra dapat merasakan sakit di tubuhnya. Tulang-tulangnya terasa remuk dan tubuhnya mati rasa.
"Sakit" lirihnya.
Tubuh Candra terlempar sekitar 2 meter dan dari jauh ia bisa melihat Dio yang dipeluk dengan erat oleh ibunya. Ia juga melihat seorang lelaki yang sudah pasti adalah ayah Dio berlari ke arahnya.
"Halo, di halte dekat mall gardi ads korban tabrakan. Segera kirimkan ambulance" Candra bisa mendengar suara itu dengan jelas. Tetapi sekarang semua tubuhnya terasa sangat sakit, tubuhnya sangat lemas dan tak bisa ia gerakkan sama sekali.
"Tuhan.... jangan dulu, saya belum berpamitan kepada mama, Jovan, dan Cahaya. Saya mohon..." lirihnya sambil melihat ke arah langit.
Kepala Candra sangat pusing, pandangannya juga sudah mulai gelap. "Jangan tidur Candra, tugas kamu belum selesai" ucapnya dalam hati setelah itu pandangannya sudah benar-benar gelap, Candra sudah tak sadarkan diri.
-------
Mata hari sudah mulai terbenam. Tetapi sosok yang ditunggu Cahaya sama sekali belum muncul. Ia sedikit kecewa dan takut, ia takut lelaki itu tidak menepati janjinya.
"Kamu dimana Candra?"
Tiba-tiba saja ponsel Cahaya berdering, dan panggilan itu berasal dari Candra. Dengan cepat wanita itu mengangkatnya.
"Candra kamu dimana? Aku udah—"
"kamu Cahaya kan? Saya Jefian." Suara itu terdengar bergetar seperti seseorang yang sedang ketakutan.
"Iya, saya Cahaya. Anda siapa?"
"Kamu bisa kesini sekarang? Candra kecelakaan. Jangan lupa hubungi keluarga Candra" suara itu masih terdengar bergetar. Cahaya bisa mengetahui kalau yang menelpon itu sedang ketakutan.
"Iya" Cahaya langsung mematikan teleponnya dan beralih untuk menelpon Jovan.
"Jovan, Candra kecelakaannya, gue tungguin lo di rumah sakit, kasih tau tante dan Riki. Gue udah otw rumah sakit sekarang". Cahaya langsung mematikan teleponnya secara sepihak, bahkan sebelum Jovan mengatakan sesuatu.
----
Jefian merasa sangat kesal karena harus menggantikan seniornya untuk merawat pasien vip yang sangat manja. Pasien itu adalah anak dari pemilik perusahaan terkenal dan memiliki koneksi yang kuat dengan pihak rumah sakit.
Jefian bukannya kesal karena harus menggantikan seniornya, tetapi ia kesal karena Jefian di suruh kembali ke rumah sakit hanya karena pasien yang ia layani merasa pegal dan meminta Jefian untuk memijat badannya.
"Di hari libur saya yang berharga, saya malah disuruh kembali ke rumah sakit hanya untuk memijat. Sangat menyebalkan".
Jika saja Jefian tidak punya perjanjian dengan seniornya itu, dia pasti langsung menolak, tapi karena pernah berjanji untuk mengikuti perkataan seniornya itu, mau tidak mau ia harus menuruti perintah.
Jefian kini berjalan untuk pergi dari sana. Ia harus pergi ke pantai tempat Candra dan Cahaya berjanji untuk bertemu.
Saat berada di luar, Jefian melihat ambulance yang baru saja menurunkan seorang pasien. Badan Jefian membeku ketika melihat siapa yang baru saja di turunkan oleh ambulance. Orang itu adalah Candra yang sudah tak sadarkan diri dan tubuhnya dipenuhi darah.
Selain Candra, ada juga seorang wanita turun dari ambulance yang sama. Jefian dengan cepat berlari ke arahnya.
"Kamu pelaku yang membuat Candra seperti itu?" Tanyanya.
"Pelakunya lari, tapi saya ingat warna dan plat nomor truk yang nabrak dia. Sekarang suami saya sedang berada di kantor polisi dan melaporkan kecelakaan ini. Saya yakin pelakunya akan segera ketemu" jawab wanita itu langsung.
"Maafkan saya, ini terjadi karena dia nyelamatin anak saya. Saya benar-benar minta maaf"
"Saya nemuin ini di halte bus tadi, kayaknya ini punya dia" wanita itu pun menyerahkan ponsel yang memang benar itu milik Candra.
Jefian langsung mengambil ponsel itu dan mulai menelepon Cahaya.
Telepon itu dimatikan dan langsung saja Jefian berlari ke UGD untuk memeriksa bagaimana keadaan Candra.
Dari luar, Jefian dapat melihat Candra yang sedang ditangani oleh dokter. Ia hanya bisa menangis dan menyalahkan dirinya sendiri.
"Kalau tadi saya tidak meninggalkan kamu, kamu tidak akan seperti ini, Candra. Maafkan saya" ucapnya terisak.
"Ini bukan salah siapa-siapa dokter" Candra hanya mampu berdiri disamping Jefian sambil memerhatikan tubuhnya yang sedang terbaring di UGD.
YEYYY AKHIRNYA COMEBACK JUGAAA MAKASIH YAH BUAT KALIAN YANG MASIH SETIA NUNGGU UPDATEAN AKU, I LOVE U GUYSS AND SELAMAT MEMBACA 💚💚💚💚💚💚
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDRA DAN SEMESTA ||END
Teen FictionBukan cuma orang orang yang membenci Candra, tetapi juga semesta. Apakah kehidupan Candra akan berubah nantinya? Jangan jupa vote and follow guys Maaf banget kalau banyak typo, baru direvisi kalau udah end nanti SELAMAT MEMBACA