PART 37

306 16 0
                                    

Dengan badannya yang masih bergetar, dan matanya yang berkaca-kaca, Jovan dengan cepat berlari menyusuri koridor rumah sakit, mencari keberadaan Cahaya.

Ia terus berlari dan berlari sampai akhirnya ia menemukan sosok yang ia cari itu "Maksud lo apa!! Candra kenapa, Cahaya!!" Tanyanya langsung.

Cahaya belum menjawab apapun, dia hanya terus menunduk dan menangis. Dadanya sesak sampai berbicara saja sangat sulit.

"Cahaya please, lo cuma ngeprank kan? Tolong bilang ini cuma bohong" Jovan yang melihat Cahaya seperti itu juga ikut meneteskan air mata yang sedari tadi ia tahan.

Cahaya mulai mengangkat kepalanya dan menatap Jovan. "Kak Jov, ini salah gue, maafin gue" Jovan bisa melihat dengan jelas wanita di depannya itu sangat hancur, wanita itu begitu mencintai Candra makanya dia sehancur itu.

"Kak, kalo Candra gak—" Jovan langsung memeluk tubuh kecil milik wanita di depannya itu dengan erat, tak lupa ia menepuk pundaknya dengan sangat perlahan. "Candra bakal baik-baik aja, gue yakin" ucapnya.

Sebenarnya Jovan juga takut, ia khawatir, ia terluka, tetapi ia harus bersikap tenang, sudah ada Cahaya yang sehancur ini sekarang, mamanya juga pasti akan seperti Cahaya, mungkin lebih hancur dari Cahaya. Makanya Jovan berpikir, setidaknya harus ada orang yang bersikap tenang dalam kondisi seperti ini.

Dengan pelan Jovan mulai mengelap air matanya menggunakan punggung tangan. "Gak usah diterusin, Cahaya, kita doain Candra aja yah semoga dia baik-baik aja" Cahaya mengangguk.

Ponsel di saku celananya berdering. Jovan kemudian melepas pelukannya dan beralih mengambil ponselnya. Terdapatnya tulisan Mama di sana. Sarah sedang menelponnya.

"Gue ke toilet dulu yah" ucapnya setelah itu ia langsung beranjak pergi.

"Halo ma"

"Jovan, kamu udah di rumah sakit?"

"Udah ma. Candra masih di ruang operasi"

"Tungguin mama yah, bentar lagi mama nyampe" sarah menutup telpon setelah mengatakan itu.

Tangis Jovan semakin pecah setelah mengangkat telepon dari mamanya itu. Ia bisa mendengar suara mamanya yang bergetar ketakutan. Suara yang keluar dari mulut Sarah terdengar sangat menyakitkan ditelinga Jovan, sampai menusuk ke hati dan jantungnya. "Mama, aku harus gimana, aku gagal jadi Abang, ma"

Dadanya terasa sangat sesak sehingga bernapas pun susah, kakinya juga teras sangat lemas dan tak bisa menopang tubuhnya lagi. Jovan hanya terus menangis dan menangis, ia menjatuhkan tubuhnya ke lantai sambil memukul dadanya yang sesak itu dengan sangat keras. "Tuhan tolong, jangan ambil Candra dulu, gue belum jadi abang yang baik buat dia" ia terus menangis tak henti-hentinya.

Candra yang sedari tadi menyaksikan itu ia mulai mendekat dan memeluk Jovan. "Kamu tidak gagal, Jovan. Kamu abang terbaik sepanjang masa" Candra tersenyum.

"Bangun dan peluk mama, Jovan, dia butuh pelukan dari kamu, kamu juga butuh pelukan mama" ucapnya lagi.

Saat Candra tertabrak mobil tadi, ia melihat banyak orang berkerumun di tengah jalan, ia penasaran dan ingin ikut melihat, betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang lelaki terkapar di tengah jalan dengan tubuh penuh darah. Saat melihat wajah lelaki itu, Candra langsung lemas seketika. Iya lelaki yang ia lihat terkapar itu adalah dirinya. Ia takut tak bisa kembali ke tubuhnya lagi, ia takut tak bisa membuka matanya lagi.

Saat ambulance datang dan membawanya ke rumah sakit, bahkan sampai dia masuk kedalam ruang operasi Candra terus mengikuti tubuhnya. Tapi karena terlalu takut untuk melihat dirinya di sayat-sayat dengan pisau, takut melihat darah dari dalam tubuhnya, Candra pun memilih keluar dan menemani Cahaya yang sedang menangis ketakutan, begitupun juga saat Jovan datang, saat Jovan memeluk Cahaya dengan sangat erat, disitu Candra juga ikut memeluk mereka berdua.

Sekarang, ia kembali memeluk Jovan yang terlihat sangat terluka. Ia sedih melihat kondisi Jovan, tapi disisi lain ia senang Jovan mengkhawatirkan dirinya. "Saya sayang kamu, Jovan" ucapnya pelan.

Ponsel Jovan kembali berdering, itu adalah panggilan dari Cahaya. "Kak, Tante Sarah udah datang" Cahaya kemudian mematikan teleponnya.

Jovan pun segera berdiri dan mencuci mukanya. Ia mengatur napas terlebih dahulu sebelum ia pergi menemui mamanya.

Jovan langsung memeluk Sarah ketika ia melihat sosok wanita kesayangannya itu terlihat sangat terluka. Matanya memerah, rambutnya berantakan, bahkan wanita itu hanya memakai satu sendal saja pada kakinya. "Mama, Candra bakal baik-baik aja, aku yakin" ucapnya.

Jovan melepaskan kedua sendal yang ia pakai, lalu ia memasangkan itu ke kaki Sarah. "Nanti kaki mama luka kalo cuma pake sendal sebelah" ucapnya.

"Temenin mama ke musholla yah, sayang, kita doain Candra sama-sama" ucap Sarah dan diberikan anggukan oleh Jovan.

Tetapi, baru saja mereka akan melangkahkan kakinya, dokter yang mengoperasi sudah terlebih dahulu keluar dari ruang operasi. Sarah yang tadinya akan melaksanakan sholat pun segera menghampiri dokter itu.

"Dokter, anak saya bagaimana?" Tanyanya langsung.

Dokter itu menundukkan kepalanya "maaf ibu, tapi saya gagal menyelamatkan pasien" ucapnya.

Deg

Hening, suara berisik di rumah sakit yang cukup ramai itu seketika menjadi hening. Rasanya waktu berhenti saat itu juga. Tubuh rapuh milik Sarah rasanya membeku, air matanya juga mengalir dengan deras.

Tak lama setelahnya, terdapat beberapa orang yang keluar dari ruang operasi bersama dengan Candra tentunya, bersama Candra yang jantungnya sudah berhenti berdetak lagi, Candra yang sudah pucat.

Sarah langsung memeluk tubuh anaknya itu. Air matanya terus mengalir dengan deras.

"Candra bangun sayang, mana disini" ucapnya.

Sarah terus memeluk tubuh Candra yang dingin itu sambil menangis. Ia terus menangis karena hanya itu yang bisa ia lakukan, anak yang ia sangat sayangi itu telah meninggalkannya. Anak yang selalu ia perlakuan tidak adil itu sekarang tak kali bisa membuka matanya.

Disisi lain Jovan dan Cahaya juga hanya mampu menangis sejadi jadinya, mereka tidak bisa melakukan apapun.

Sementara itu Candra yang menyaksikan orang-orang yang disayanginya itu menangisi dirinya, ia merasa sangat sedih, disisi lain juga dia merasa senang dan bahagia.

Saat Candra mengetahui kalau dia sakit parah, jujur Candra merasa takut, ia takut tak ada yang menangisi dirinya saat ia sudah tiada, tapi melihat orang-orang di depannya itu menangis untuk dirinya membuat Candra merasa sangat bahagia. Ia merasa bisa pergi dengan tenang.

"Terima kasih, karena sudah menangis untuk saya" Candra tersenyum. Ia mengangkat kedua tangannya yang sudah hampir menghilang itu, kemudian ia kembali menatap sekitarnya.

Tak jauh dari sana, ia bisa melihat Joni, Dewi, Jefian dan Raka yang tengah berlari, ke arah tubuhnya yang terbaring tak bernyawa itu. Mereka semua menangis terlebih lagi ketika mereka mendapat pesan duka dari cahaya dan Jovan tadi.

Candra menangis bahagia, ia memerhatikan wajah semua orang yang menangis disana satu persatu. "Terima kasih, karena menangisi kepergian saya, saya sayang kalian" Candra tersenyum. Kemudian ia beralih menatap anak kecil yang berdiri tak jauh dari sana sambil berkata "Jangan lupa sampaikan apa yang saya bilang ke kamu tadi yah, Dio" anak kecil itu menangguk. Iya benar, Dio bisa melihat Candra. Dio bisa melihat apa yang tidak semua orang bisa lihat, yaitu arwah.

Candra kembali tersenyum, ia dan tsk henti-hentinya meneteskan air mata. Ia kembali menatap orang-orang kesayangannya dengan seksama. "Saya pamit, terima kasih untuk semuanya, saya harap, kalian tidak terlalu lama terluka karena saya" ucapnya sebelum tubuhnya benar-benar menghilang.












YEYYYYYY AKHIRNYA SELESAIIIIII MAKASIH BUAT YANG SELALU NUNGGUIN, MAKASIH BUAT SUPPORTNYA, MAAF YAH KALO AKU BIKIN KALIAN LAMA NUNGGU, AKU LAGI SIBUK HEHE....
SELAMA MEMBACA ALL💚💚

CANDRA DAN SEMESTA ||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang