Dari kejauhan lelaki paruh baya yang mengenakan setelan jas berwarna biru navy itu dapat melihat sosok wanita yang menghubunginya beberapa saat yang lalu. Ia segera berlari menghampiri wanita itu dengan perasaan yang masih tak karuan.
"Cahaya, benar Jovan kecelakaan?" Tanya lelaki itu memastikan. Jujur, lelaki itu tak ingin percaya dengan fakta yang ia peroleh dari wanita itu. Meskipun memang fakta itu benar adanya, tetap saja ia tak ingin memercayainya. Ia takut, sangat takut. Saat Jovan masih kecil dulu, melihat dia digigit semut saja, lelaki itu khawatirnya sudah minta ampun, ditambah sekarang yang Jovan alami bukan lagi kejadian kecil, tetapi kejadian yang justru bisa merenggut nyawanya kapan saja.
"Benar, Om. Tapi semalam Jovan sudah di operasi dan tinggal nungguin dia sadar aja"
"Sarah bilang akan kembali satu jam lagi kan? Dan sekarang sudah 20 menit berlalu, saya akan segera menemui Jovan sekarang. Kamu jaga di sini yah?"
Cahaya mengangguk pelan "baik om"
Jovan pun segera masuk ke ruang ICU yang penuh dengan alat-alat medis. Ia melihat anaknya di sana yang sedang terbaring lemah. Ia dengan cepat mendekati anaknya itu.
"Jovan, ini papa" lirihnya yang kini sudah menggenggam tangan kekar milik anaknya. Sakit, sungguh sakit rasanya melihat Jovan yang sedang terbaring lemah seperti ini. Joni, lelaki itu lebih takut anak-anaknya celaka dari pada kematiannya sendiri.
Joni mulai mengangkat tangan Jovan yang sedang ia genggam lalu ia cium punggung tangan milik anaknya. Tangan kekar itu mulai basah karena air mata Joni yang entah kapan keluarnya.
"Kalau seandainya bisa, papa ingin semua sialnya, takdir buruk kamu, semuanya pindah ke papa. Papa gapapa nanggung itu semua, Jovan. Asal kamu selalu sehat dan bahagia"
"Maafkan papa yah, sayang. Maaf karena kamu harus terlahir menjadi anak papa. Maaf karena papa gak ngasih kamu banyak kasih sayang. Maaf karena ninggalin kamu, Sarah dan Candra gitu aja"
Joni terus memandangi putra pertamanya itu dengan seksama. "Sudah besar yah anak papa"
Joni rasa sudah cukup lama ia disini, dan dia juga takut kalau Sarah melihatnya, jadi dengan berat hati, Joni pun melepaskan genggamannya pada Jovan. Ia kemudian berdiri lalu mencium kening anaknya itu. "Maaf yah, Sayang. Karena papa harus pergi sekarang"
Joni pun mulai melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana. Tetapi masih sangat berat rasanya untuk meninggalkan Jovan disana. Ia pun langsung kembali dan memeluk anaknya itu dengan sangat erat.
"Terima kasih yah sayang, karena sudah tumbuh besar dan menjaga mama kamu, terima kasih karena sudah tumbuh menjadi anak yang berbakti dan sayang sama mama kamu, papa sayang sama kamu, nak, papa ingin di peluk sama kamu, papa ingin di panggil papa sama kamu. Papa izin pamit dulu yah, besok kalau mama kamu pergi lagi, papa akan diam-diam kesini dan mengunjungi kamu lagi" Joni pun pergi dari sana meninggalkan Jovan.
"Terima kasih yah, Cahaya. Besok dan seterusnya bisa hubungi saya lagi kan kalau Jovan sedang tidak bersama Sarah?"
"Iya om, sama-sama. Bisa kok"
"Yasudah, kalau gitu, om pergi dulu yah"
"Iya om"
-----
Jefian sekarang tengah sibuk mengupas apel yang ada di tangannya sekarang. Ia bermaksud untuk memberikan apel itu kepada Candra.
Karena dia bertugas shift malam semalam, Jefian di perbolehkan untuk libur hari ini. Tetapi sudah pasti waktu liburnya itu ia pergunakan untuk menjaga Candra.
"Candra, makan apel dulu" ucap Jefian kepada Candra yang sedang melihat ke arah jendela dari tadi.
"Saya liat Papa saya, dok disini. Dia pasti menjenguk Jovan"
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDRA DAN SEMESTA ||END
Teen FictionBukan cuma orang orang yang membenci Candra, tetapi juga semesta. Apakah kehidupan Candra akan berubah nantinya? Jangan jupa vote and follow guys Maaf banget kalau banyak typo, baru direvisi kalau udah end nanti SELAMAT MEMBACA