28. Rupanya, Dendam Belum Redam

29 4 0
                                    

"Kaupikir, aku akan membiarkan dia begitu saja?"

"Ayolah, Jino. Kau kekanak-kanakan sekali. Bukankah lebih baik kau berhenti menyukai Lea? Dia sudah menjadi milik Ben."

Jino melirik ke samping pemuda di sampingnya, dia adalah Tiko, ayahnya adalah seorang pekerja di pemerintahan. Keduanya berdiri di tepi rooftop sekolah setelah seluruh jam pelajaran berakhir. Anak-anak sekolah sudah pulang sejam yang lalu. Namun, Jino mengumpulkan anggota geng-nya.

"Memangnya kenapa jika aku terlalu menyukai Lea? Dia gadis yang berbeda dari gadis-gadis lain yang tergila-gila denganku karena Ayahku adalah anggota dewan."

"Aku semakin menyukainya karena sifatnya yang keras kepala," imbuh Jino.

Mata Tiko mengedar ke pintu yang menuju tangga menuruni rooftop. Ia berpikir untuk meninggalkan Jino sendirian di sana. Obsesinya pada Lea membuat akal sehat Jino semakin rusak.

"Sudahlah, Jino. Aku lelah menjadi budakmu terus-menerus. Kita itu masih anak sekolah. Tidak semestinya kita berpikir untuk membuat Ben menghilang karena kau menginginkan Lea. Yang perlu kita lakukan saat ini hanyalah belajar," tutur Tiko.

Ia memutuskan untuk melangkah meninggalkan Jino sendirian di rooftop. Namun, sebelum kakinya melangkah lebih dekat ke arah pintu menuju tangga untuk turun, Jino mengeraskan suara ponselnya.

"Baik, Tuan Muda. Saya akan membuat Pak Edi Hidayat menjadi kambing hitam dalam kasus korupsi dana untuk buku-buku pendidikan."

Tiko mengepal tangannya kuat. Ia berbalik, berjalan dengan langkah tergesa-gesa. "Apa maksudmu akan menjadikan Ayahku kambing hitam kasus korupsi itu, hah?" geram Tiko.

"Yah, keluargamu akan hancur ketika tulang punggungnya dipenjara, bukan?"

"Tapi, kalau kau mau membantuku mengeroyok Ben, keluargamu akan baik-baik saja, Tiko." Jino terenyum miring sambil mendekatkan tubuhnya menuju Tiko.

Tiko mendengus, ia kemudian mengangkat wajahnya dan menatap Jino. "Baiklah." Tiko hanya pasrah. Ia teringat kakaknya yang tengah berada di semester 6 kedokteran. Jika ayahnya dipenjara, mungkin saja kakaknya tak dapat menyelesaikan kuliahnya.

***

Setelah segala rencana tersusun rapi, Tiko memulai semua yang sudah Jino persiapkan. Malam ini adalah saatnya Jino dan Tiko melancarkan aksinya. Mula-mula, mereka mengumpulkan beberapa preman yang terkenal menguasai wilayah Utara kota. Mereka terkenal tak terkalahkan, Tiko mengenal anggota-anggota gangster itu karena ketua gangster mereka sendiri adalah paman Tiko, adik dari ayah Tiko sendiri.

Sebenarnya, Edi Hidayat sudah lama tidak menganggap Adi sebagai adiknya sendiri. Namun, Tiko diam-diam masih sering berhubungan dengan Paman Adi.

"Bagaimana, paman-paman? Aku akan memancing Ben ke sini. Setelah itu, kalian harus memukuli dia. Kalau perlu, sampai dia mati. Jangan sampai ketahuan polisi, jika perlu buang mayatnya ke laut," Tiko.

Dari ruko yang remang-remang yang hanya diterangi dengan lampu pijar, keluar seorang laki-laki paruh baya bertubuh kekar. Dia adalah Adi, Adi berjalan menuju Tiko yang sedang memberi intruksi pada anggota gang-nya. "Hei, kalian semua! Apa yang diperintahkan oleh Tiko adalah perintaku. Jadi kalian harus menuruti perintah Tiko," seru Adi.

"T-tapi, Bos. Yang harus kita bunuh itu kan, hanya anak kecil," timpal seorang lelaki yang merupakan anak buahnya.

Plakk

Baru saja ia angkat bicara, tangan Adi yang kekar itu sudah berhasil menyakiti kepala lelaki itu. Kepala lelaki itu dipukul cukup keras. Tampaknya, ia menyesal telah menyangkal perintah bos-nya. Tidak seharusnya ia menolak karena bisa jadi, ia sendirilah yang akan menjadi korban.

Terlalu Malas Jatuh Cinta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang