Wajah Ben mendongak ketika ia akhirnya tersadar jika teman-teman terheran dengan tingkah Ben. Ia menggaruk tengkuknya sendiri seperti salah tingkah, matanya menangkap wajah Lea. Ben tersenyum, ia menyadari tingkahnya sendiri.
"Apa yang sebenarnya sedang Kak Ben pikirkan?" tanya Jay sambil melirik ke arah mata Ben tertuju. Jay menyadari itu, Lea yang tengah memperhatikan jemarinya yang naik-turun bergiliran dari jari kelingking hingga ibu jari sampai berulang hingga beberapa kali, dia seperti tengah menghitung, diletakkannya telapak tangan menyatu dengan lantai.
"Apa yang sebenarnya sedang Kak Ben pikirkan?" ucap Lea pelan.
Ben memperhatikan pergerakan bibir Lea, sedikit terbaca dan sepertinya dia mengulangi perkataan Jay.
"Bagaimana jika kita melakukan hal yang sama seperti tahun lalu?" usul Ben.
"Bagaimana jika kita melakukan hal yang sama seperti tahun lalu?" suara Lea lirih, tak terdengar oleh siapa pun. Hanya memperlihatkan bibir yang seperti tengah berbicara.
Ben mendengar pergerakan bibir Lea lagi. Ucapan yang sama dengan yang ia ucapkan barusan. Ben mengingat pergerakannya, dan ia mampu menafsirkan itu. "Lea mengikuti setiap ucapan yang terlontar," benak Ben.
Perasaannya berubah, dari tawa yang terkadang tercipta karena ia pikir bahwa Lea adalah gadis yang lucu. Namun sejak itu berubah menjadi rasa cemas. Ben tak tersenyum lagi saat melihat tingkah Lea.
"Lea!" panggil Ben.
Yang dipanggil tersentak, ia mendongak dan menatap Ben tengah menatap dirinya. "A-eh ... Iya, kenapa?"
"Bagaimana jika kau saja yang melakukan itu? Berpura-pura kesurupan," usul Ben.
Lea terdam sejenak. Pikirannya mulai berpikir tentang malan nanti. Sepertinya menyenangkan jika membuat mereka ketakutan. Lea menjawab tanpa ragu, "Aku akan melakukannya. Berpura-pura kesurupan dan membuat mereka ketakutan," ucap Lea diikuti tawa dengan niat isengnya.
"Baiklah, Lea. Kuharap kau mampu membuat mereka bergidik ketakutan," ucap Jay sambil tersenyum miring.
Rapat selesai. Masing-masing dari mereka beranjak. Lea menunggu giliran untuk keluar, terasa sumpak karena ruangan itu tak begitu luas. Juga hanya ada satu pintu keluar. Satu per satu dari mereka telah keluar, akhirnya Lea keluar dari ruangan itu untuk yang terakhir.
Ada Paula yang tengah menunggu Lea keluar. "Lea, ayo kita pulang!" ajak Paula, di samping Paula ada Rere yang baru kembali setelah rapat Ekstrakulikuler Teater.
"Ah iya. Aku masih harus menjalani hukuman lari," ucap Lea dan pandangannya tertuju pada Ben yang tengah bersandar di tiang pada gawang futsal. Tepat di depan basecamp-basecamp itu adalah lapangan futsal dengan ruang terbuka. Juga di sekelilingnya ada kelas-kelas dan satu kantin.
"Lea!" panggil Ben setelah menyadari Lea telah keluar dari basecamp.
"Baiklah Lea, kalau begitu kami pulang. Selamat menjalani hukumanmu," ucap Rere, kemudian mereka berbalik meninggalkan Ben dan Lea.
Mereka berjalan melewati Ben yang masih bersandar pada tiang gawang kemudian Paula berucap, "Tolong jaga Lea, Kak Ben."
"Tentu saja," jawab Ben sambil tersenyum dan mereka mulai jauh dari pandangan.
Lea dan Ben keluar dari lokal itu, lokal yang khusus untuk kantin, lapangan futsal dan basecamp ekstrakulikuler. Meskipun ada beberapa kelas yang mencapai lokal itu. Keduanya berjalan beriringan, melewati kantin kemudian menemukan mushola dan melewati jalan hingga menemukan indoor.
Keduanya sudah berganti pakaian olahraga. Lea hanya terdiam selama menjalani hukuman, seperti biasanya. Lea tak akan bicara jika Ben tak mengajak Lea berbicara lebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlalu Malas Jatuh Cinta ✓
Teen FictionAgaknya, jatuh cinta itu menyenangkan. Tapi bagaimana dengan Lea? Rasanya jatuh cinta adalah hal yang mustahil. "Aku lebih banyak membenci daripada mencintai," - Lea Bukan kisah badgirl, goodgirl, badboy, ataupun goodboy. Bukan juga kisah pangeran b...