Keduanya berdiri di halte bus sekolah. Beberapa orang ada yang sibuk bermain ponsel. Lea masih terdiam setelah, mungkin banyak berbicara. "Aku banyak bercerita yah, Kak Ben?"
"Tidak. Ceritakan saja semuanya padaku. Aku tidak pernah keberatan untuk itu," jawab Ben seraya tersenyum. Ia menoleh ke samping. Menatap seorang gadis yang berdiri di sampingnya. Meskipun Lea tak membalas tatapan Ben. Tapi setidaknya, Ben masih bisa melihat wajah itu yang menyembunyikan luka.
"Oh, iya. Hari ini aku tidak ada rencana apapun. Bagaimana kalau aku bermain ke rumahmu, Lea?" tanya Ben.
Lea menaikkan netranya. Ia menatap Ben kemudian, lantas menjawab, "Baiklah. Ayo kita ke rumahku."
Tak lama setelah itu, bus berhenti tepat di depan mereka. Lea masuk ke dalam bus terlebih dahulu, diikuti Ben yang turut masuk setelah itu. Bus tampak ramai bukan hanya karena anak-anak sekolah yang baru pulang, ada juga beberapa pekerja yang turut pulang dengan bus.
Ben memutuskan untuk berdiri karena tampaknya, kursi penumpang sudah penuh sementara Lea duduk di kursi yang tak jauh dari tempat Ben berdiri. Ben berdiri tepat di samping Lea yang duduk, sambil terus menatap ke arahnya.
"Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Lea," batin Ben.
Ben termenung dan mengembuskan napas kecilnya sambil menunduk. Tatapannya kembali pada Lea yang sedang menikmati perjalanan. Yah, mungkin bisa dikatakan atmosfir yang terasa ketika berada di dalam bus. Terkadang ada aroma bensin yang menguap. Kemudian getaran mesin bus yang terasa ketika duduk. Sementara ketika berdiri, tubuh harus seimbang agar tak goyah, tapi kau tetap menikmatinya.
Beberapa kilometer sudah terlewati. Rumah Lea masih jauh dan mereka berhenti di halte bus selanjutnya. Hanya ada satu orang yang turun sementara ada lebih dari satu penumpang yang naik.
Yang terlihat dari balik pintu adalah, seorang wanita tua yang bahkan sudah tak mampu menopang tubuhnya. Ia berjalan membungkuk di antara jajaran kursi. Tak satu pun kursi yang kosong dan orang-orang juga tampak tak peduli.
Melihat wanita tua itu, Lea beranjak dari tempatnya. Berjalan selangkah ke dekat Ben.
"Kenapa kau berdiri?" tanya Ben.
"Nenek itu harus mendapatkan tempat duduk."
"Kenapa kau memberikannya pada dia?"
"Kak Ben .... Ini Indonesia. Wajar jika yang lebih muda memberikan tempat untuk orang yang lebih tua," balas Lea.
"Yah, kau benar. Ini Indonesia di mana yang lebih tua sudah pasti diprioritaskan," sambung Ben.
Wanita tua itu lantas duduk setelah melihat Lea beranjak untuk memberikannya tempat. Nenek itu sebenarnya tidak terlalu tampak tua. Hanya saja, tubuhnya memang sedikit bungkuk. Dari kelihatannya, dia adalah orang berada melihat perhiasan yang ia pakai.
"Ck." Ben tersenyum getir melihat wanita tua itu.
"Dia bahkan tidak mengucapkan terima kasih sama sekali padamu, Lea," ucap Ben.
"Biarkan saja."
"Orang yang merasa memiliki superioritas akan sulit mengucapkan tiga hal." Lea menoleh ke belakang, ada Ben yang menatapnya.
"Apa itu?" tanya Ben.
"Tolong, maaf, dan terima kasih," jawab Lea.
Lagi-lagi Ben tersenyum dengan ucapan Lea. Entah berapa kali gadis itu selalu memberi jawaban yang berada di luar nalar Ben. Lea berbalik setelah menjawab, ia memperhatikan jalanan sekitar yang begitu ramai. Dipenuhi bising klakson mobil dan yang tak kalah adalah suara klakson motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlalu Malas Jatuh Cinta ✓
Teen FictionAgaknya, jatuh cinta itu menyenangkan. Tapi bagaimana dengan Lea? Rasanya jatuh cinta adalah hal yang mustahil. "Aku lebih banyak membenci daripada mencintai," - Lea Bukan kisah badgirl, goodgirl, badboy, ataupun goodboy. Bukan juga kisah pangeran b...