"Ingat, yah. Tidak boleh jelek dalam ujian semester ini," ucap kakek sambil memegangi kedua bahu Lea. Lea tersenyum ragu. Apakah ia bisa mengerjakan ujian dengan baik? Mungkin iya di semua mata pelajaran, kecuali Matematika dan Ekonomi.
Lea bergegas berangkat begitu melihat jam mulai berdetak kecil.
"Assalamualaikum, Kakek," ucap Lea berpamitan. Tak lupa mencium punggung tangan kanan kakek.
Tak lama setelah Lea keluar dari teras, barulah Kinnas keluar dengan terburu-buru. Gadis itu mengenakan celan jeans dan kemeja putih yang dibalut rompi bermotif kotak-kotak. Tak lupa mengenakan kacamata sambil meraih tangan kakek dan menciumnya.
Plakk
Kakek menepuk bahu Kinnas keras hingga menimbulkan suara. Pasalnya, Kinnas mencium tangan kakek bukan dengan hidung ataupun bibirnya, tapi meletakkan punggung tangan kakek di pipinya.
"Bukan begitu caranya mencium tangan orang tua, Kinnas. Kakek kan sudah memperingatimu berkali-kali," ucap kakek tegas.
"Iya, Kakek. Aku lupa," ucap Kinnas sambil sambil mencium tangan kakek dengan benar.
Ia berlari menyusul Lea di depan. Hingga keduanya sampai di halte setelah berjalan cukup jauh dari perkampungan. Bus tak lama kemudian datang, keduanya menaiki bus itu bersama. Duduk di bangku yang beriringan pula.
"Motor Kak Kinnas di mana?" tanya Lea.
"Motor aku gadai," jawab Kinnas santai.
"Apa?"
Lea tampak terkejut mendengar motor Kinnas dijual. "Untuk apa?"
"Untuk apa, yah? Kemarin aku ke bar party sama teman-teman dan aku yang traktir."
"Astaghfirullah ... Kak Kinnas. Kalau Kakek tahu bagaimana?"
"Kamu anak kecil mana tahu. Nanti juga kutebus," balas Kinnas, ia turun kemudian setelah sampai di depan kampusnya dan mengabaikan Lea yang terus mencecarnya.
°~°~
Sempurna. Itukah kata yang tepat untuk si jenius Matematika?
Lembar soal dibagikan. Ujian semester ini, kelas 11 IPS³ dicampur dengan kelas 10 IPS³. Lea duduk dengan seorang anak laki-laki yang dari tadi membuat Lea risih. Bagaimana tidak? Anak lelaki dengan nama 'Morgan Fernaldi' itu sesekali melirik ke arah Lea.
Lea menyerahkan kertas jawaban yang dibagikan dari depan secara estafet ke belakang.
Ujian semester sudah berjalan sekitar dua puluh menit. Lea fokus mengerjakan. Terkadang ada suara anak yang berbisik, tentu saja meminta jawaban dari yang lain.
Lima puluh menit yang lalu
"Aku dapat bocoran soal isian dan tadi malam aku mengerjakan jawabannya," ucap Paula.
Tiba-tiba Ben datang ke dalam lingkaran mereka bertiga. Setelah Paula mengucapkan itu, banyak dari mereka yang berbondong-bondong meminta agar jawaban isian itu diperbanyak.
"Paula. Aku minta jawaban itu," pinta Ben.
"Ya sudah. Kak Ben saja yang fotokopi di depan. Jangan lupa minta Baba Chang memperkecil ukurannya," ucap Lea bergilir.
"Jangan sampai ketahuan guru. Mereka juga kadang fotokopi di Baba Chang," timpal Rere.
Tanpa mereka sadari, Lucy yang dari kelas 11 IPA² juga ikut masuk ke dalam lingkaran mereka. "Aku juga minta jawabannya," ucap Lucy mengejutkan.
"Kupikir ... anak-anak IPA itu pintar-pintar," celutuk Jay.
"Hei, kaupikir dulu aku masuk jurusan IPA karena aku pintar? Itu karena saat masuk SMA Lilac, soal-soalnya terlalu mudah. Tapi setelah dijalani, menjadi anak IPA itu sulit," balas Lucy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlalu Malas Jatuh Cinta ✓
Teen FictionAgaknya, jatuh cinta itu menyenangkan. Tapi bagaimana dengan Lea? Rasanya jatuh cinta adalah hal yang mustahil. "Aku lebih banyak membenci daripada mencintai," - Lea Bukan kisah badgirl, goodgirl, badboy, ataupun goodboy. Bukan juga kisah pangeran b...