23. Cemburu

31 5 0
                                    

"Wah, tinggi badanmu bertambah 2 centimeter, Paula," ucap Bu Guru usai mengukur tinggi badan Paula.

"Wah .... Ternyata aku masih bisa bertambah tinggi ya, Bu?" Paula tampak senang melihat hasil pengukuran tinggi badannya.

Bu Guru adalah Guru Olahraga sekaligus pembina klub Taekwondo di sekolah. Tadi juga Lea sudah mengukur tinggi badannya dan hanya bertambah 1,5 centimeter. Sementara Rere bertambah 1 centimeter.

°~°~

Bel pulang sudah berbunyi, sorak sorai seluruh penduduk sekolah terdengar begitu nyaring. Membuyarkan suasana membosankan di jam pelajaran yang sudah dipenuhi dengan kantuk tiada tara.

"Pulang, Pak!" tegur Ben penuh semangat memberitahu Pak Nur yang masih saja menerangkan satu materi Ekonomi.

Ben seperti tak tahu saja Pak Nur. Ia tak akan berhenti ketika belum puas menyelesaikan materinya. Terdengar embusan napas yang keluar dari masing-masing hidung mereka. Ada yang mulai menidurkan kepala di meja saking lelahnya dengan pelajaran hari ini, termasuk Lea.

Gadis itu menidurkan kepalanya miring di atas meja sambil memperhatikan Pak Nur yang terus saja menerangkan cara menghitung Produk Domestik Bruto. Otaknya semakin bebal karena rumus yang mulai beranak.

Tapi Pak Nur akhirnya sadar dan menjauh dari papan tulis. Ia memasukkan buku-buku ke dalam tasnya. Dan sebelum itu, Pak Nur menyampaikan pepatah lama, "Kalau ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi. Kalau ada umur yang panjang, boleh kita berjumpa lagi. Wassalamu'alaikum."

Semuanya terpaku dengan ucapan Pak Nur. Bukan apa-apa, ekspresi yang selalu ditunjukkan selalu begitu. Lihatlah dia yang berjalan dengan langkah tenang, rambutnya sudah beruban dan keriput di wajahnya sudah tak bisa lagi ditutupi. Tapi meski begitu, Pak Nur adalah sosok guru yang patut dijadikan teladan.

Setelah Pak Nur tak terlihat, anak-anak mulai melirik satu sama lain. Kemudian tertawa terbahak-bahak karena ekspresi Pak Nur yang selalu datar.

"Bwahahaha!!!"

Tawa mereka saling bersahutan. Lea juga tertawa karena Pak Nur memang selalu begitu. Dia adalah sosok yang tenang dan tak suka membanding-bandingkan satu murid dengan murid lainnya. Lelaki yang sebentar lagi pensiun itu, bisa dibilang adalah lelaki yang tidak neko-neko.

Mereka mulai beranjak dari tempat duduk. Lea juga hampir mengajak Paula pulang bersama karena rumah mereka satu arah. "Paula, ayo kita pulang," ajak Lea.

"Maafkan aku yah, Lea. Ibuku menungguku di depan gerbang. Aku harus mengantar Ibuku ke toko material untuk memesan beberapa kantung semen," kata Paula menyesal.

"Memangnya, ada masalah apa lagi dengan rumahmu?"

"Ada tembok yang sudah mengelupas. Jadi aku akan menambal temboknya."

"Baiklah ...." Lea terdengar pasrah. Paula tampak terburu-buru keluar dari kelas, dia bahkan berlari menyerobot anak-anak yang sedang berjalan ke arah gerbang sekolah.

"Ya sudah. Kau keluar dari gerbang denganku saja," ajak Rere.

Lea mengangguk pelan. Mereka keluar dari kelas dan berjalan menuju gerbang. Ada yang menggelitik telinga Lea. Seperti kuas tapi itu lebih halus. Ia melirik ke belakangnya, ternyata ada Ben dengan raut wajah datar seolah tak tahu apa-apa.

"Hahaha! Dia lucu," batin Ben setelah Lea kembali menghadapkan wajahnya ke depan.

Ada yang menggelitik telinganya lagi. Kali ini Lea menemukan tangan Ben yang baru saja turun. Rupanya Ben yang menggelitik telinga Lea dengan surai indah gadis itu, Ben tak bisa mengelak lagi.

Terlalu Malas Jatuh Cinta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang