19. Amarah

21 4 0
                                    

Masih sama seperti setahun yang lalu. Dalam hati Randu, ia hanya memiliki kemarahan dan kekecewaan terhadap Ben. Ben yang tak pernah memberitahu kondisi Lingga yang sebenarnya.

Dan gadis itu, siapa pula dia yang sudah membuat Ben lupa terhadap dirinya?

"Lea?"

"Kenapa juga Ben harus bersama gadis itu?"

Tangan Randu mengepal geram. Dia bersembunyi jauh di seberang jalan tepi danau. Masih memperhatikan dengan saksama Ben dan Lea. Randu tersenyum getir.

"Dia bahkan sudah melupakanku," gumam Randu.

Tak membawa tas sama sekali, Randu mengikuti Ben dan Lea diam-diam. Tapi setelah merasa bosan, Randu memutuskan untuk naik bus dan meninggalkan tempat itu.

°~°~

"Hukuman kalian hari ini adalah membereskan sampai membersihkan aula," ucap Pak Denny tegas. Dia sampai bergeleng karena ketiga siswa itu.

Apalagi Randu yang dengan santai sambil memposisikan diri dalam istirahat di tempat. Randu seringkali membuat Pak Denny jengah. Terkadang ia memutar pergelangan kakinya yang terasa pegal, seolah tak memperhatikan ucapannya.

Lalu gadis yang berdiri di antara ia dan Ben. Randu sesekali melirik ke arah Lea. Hukuman karena membolos saat jam pelajaran. Setelah itu, mereka masing-masing mengambil alat kebersihan.

"Lea, semangat!" ucap Ben.

Lea membalas, "Semangat, Kak Ben!"

"Ck."

Yang di sebelah mereka tersenyum getir. Bisa-bisanya Ben tak menganggap Randu ada di situ. Apa karena seorang gadis, lalu dia melupakan temannya.

Sambil mengepal jengkal per jengkal lantai, Randu terkadang memperhatikan Ben. Ia tersenyum, tertawa kemudian dengan gadis itu. Itu yang selalu membuat Randu kesal.

Dug

Randu dengan sengaja menyenggol kaki Ben dengan kain pel. Ben melirik tajam ke arah Randu. "Apa maksudmu?" ucap Ben pelan.

"Tidak apa-apa," balas Randu singkat.

Dug

Sekali lagi. Ben masih menanggapi Randu dengan sabar. Ben berusaha menjauh dari Randu. Tapi dari sudut mata Ben, selangkah demi selangkah, Randu mendekat lagi ke tempat Ben tengah mengepel lantai.

Dug

Lagi, yang ketiga ini membuat Ben lebih jengkel dari sebelumnya. Mata Ben dengan tajam langsung menusuk ke arah Randu.

"Aku tahu kau sangat membenciku, kan?" terka Ben.

"Iya. Aku memang sangat membencimu. Memangnya kenapa? Tidak boleh?" berang Randu.

Cih

Ben menatap Randu dengan sorot mata tajamnya. Ia melempar kain pel asal. Tak lupa ia mengendurkan dasinya. Sementara Randu di depannya juga melakukan hal yang sama. Keduanya berlari ke arah berlawanan.

Bugh

Bugh

Sebuah pukulan yang tak terhindarkan mengenai pipi masing-masing. Kedua pemuda itu sampai tersentak dan pukulan kuat itu sampai membekas, ada sedikit goresan di pelipis.

Randu masih disulut amarah, begitu pun dengan Ben yang mendongak setelah didapatinya Randu yang menggertakkan gigi-giginya.

Keduanya saling menatap tajam, Ben maju selangkah, kemudian melayangkan pukulan keras ke wajah Randu. Bugh.

Terlalu Malas Jatuh Cinta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang