Lea berjalan menelusuri koridor sekolah dengan langkah tergesa-gesa. Dari belakangnya, langkah yang lebih panjang darinya menyaingi Lea. Berjalan beriringan dengannya. Lea menoleh, kemudian menegur, "Kau tidak menangis, kan?"
"Untuk apa aku menangis?" jawab Jino dingin.
"Jangan pernah katakan pada siapapun kalau aku menyatakan perasaanku padamu," ucap Jino memperingati.
"Tidak mungkin. Aku akan sangat malu jika teman-teman kita tahu pemuda sepertimu menyukaiku," ucap Lea.
Jino tersenyum miring, sementara Lea terhenti. Membiarkan anak kelas 11 IPA 1 itu mendahuluinya. Jangan sampai ada yang melihatnya berjalan dengan Jino, pemuda itu terkenal brengsek.
°~°~
"Upacara pengibaran bendera Merah Putih segera dimulai ..."
Seluruh siswa serempak menegapkan bahu mereka. Entah itu petugas upacara, maupun peserta upacara. Lea dengan sorot mata tajam menghadap ke depan. Di belakangnya, teman-teman yang sibuk dengan pekerjaan mereka. Ada yang berjongkok dan tidak diketahui oleh guru, ada yang diam-diam mengipasi bagian ketiak mereka.
"Huh ... panas sekali," gumam Rere, sambil mengipasi kain di bagian ketiaknya yang mulai basah.
Rere berdiri tepat di belakang Lea. Gadis itu, tak peduli dengan kebisingan yang ada di belakang. Sambil menatap tajam petugas upacara, kali ini yang bertugas bukan dari kelas sebelas, melainkan kelas sepuluh yang diberi kesempatan. Barangkali ada yang salah, takut-takut jika bendera tidak pas dengan lagu Indonesia Raya.
Petugas upacara mencoba tetap tenang. Dilihatnya Lea menatap mereka, mencoba memasang wajah serius dan tak bergurau sama sekali. Bukan karena mereka memang bersikap serius. Tapi karena ada 'Kak Lea' yang menatap tajam mereka.
°~°~
Sudah memasuki jam istirahat. Lea keluar dari kelas, tak lupa memasukkan ponselnya ka dalam saku. Dia menunggu Paula dan Rere yang masih di dalam kelas. Sesekali Lea melongok ke dalam kelas, Paula sudah menutup buku tulisnya. Sementara Rere masih bolak-balik mendongak-turunkan wajahnya, mencatat catatan yang ditulis guru di papan tulis.
"Lea!" panggil seseorang.
Lea mendongak, gadis itu bersandar pada dinding. Berdiri dengan kaki kanan yang menyilang di atas kaki kirinya. Kedua tangan tersilang di depan dada. "Ada apa?"
"Maafkan aku. Kumohon ... aku ingin kau jadi pacarku," pinta Jino.
Lagi, Lea menatap tajam. Mata sendunya itu terlihat menyeramkan, dia mendongak, lantas bertanya, "Apa alasanmu menyukaiku?"
"Itu karena kau cantik. Aku tidak bisa tidak melihat wajahmu barang sehari," ucap Jino.
"Ck," decih Lea, jengah mendengar alasan itu.
Dia berdiri tegap, menghadapi Jino yang terlihat memelas.
"Tanpa kau beritahu bahwa aku itu cantik. Aku sudah tahu kalau aku itu memang cantik," balas Lea.
Ia menurunkan kedua tangannya. Bersiap pergi dari teras kelas sebelas IPS 3 setelah menyadari Paula dan Rere yang keluar dari kelas. Lea berjalan terelebih dahulu, diikuti Paula dan Rere yang turut berjalan di belakang.
"Sorry i'am an anti romantic ..."
Lea mulai berdendang, menyanyikan lagu dari boyband Korea Selatan, TXT.
Yang di belakang bersahut, "Hobah!!"
"Nan ara dalkkoman love song maengseui geumaldo ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlalu Malas Jatuh Cinta ✓
Fiksi RemajaAgaknya, jatuh cinta itu menyenangkan. Tapi bagaimana dengan Lea? Rasanya jatuh cinta adalah hal yang mustahil. "Aku lebih banyak membenci daripada mencintai," - Lea Bukan kisah badgirl, goodgirl, badboy, ataupun goodboy. Bukan juga kisah pangeran b...