Langkah Ben terdengar ragu. Ini Hari Selasa dan seluruh siswa masih mengenakan seragam OSIS. Ia berjalan dengan kedua tangan yang memegang tali tas. Jam tangan yang melekat di tangan kirinya. Ia menunduk dengan kaki yang berjalan menuju basecamp Pramuka di sekolah. Dewan Ambalan yang dahulu adalah adik kelasnya, Ben masih ingat betapa dulu kerasnya ia berbicara pada mereka. Seringkali ia membuat kesan yang tak terlupakan di hidup mereka.
Ben berhenti ketika tubuhnya sudah dekat dengan basecamp. Ia hampir berbalik dan, "Kak Ben!" panggil seorang gadis.
Ben bisa mendengar suara yang melangkah menuju ke arah ia berdiri sekarang. Ben memilih untuk menoleh, ia melihat gadis itu tersenyum pada Ben.
"A- ehm ... Hai Lucy?!" sapa Ben dengan canggung.
"Apa Kak Ben mau bergabung?"
"Apa boleh? Seharusnya aku kan sudah purna?"
"Tidak apa-apa. Kakak boleh bergabung dengan kami. Di saat kelas sebelas begini, bukankah lebih baik kita lebih banyak berorganisasi?" usul Lucy.
"Iya. Sekarang aku satu angkatan dengan kalian. Setahun ini, aku tidak memiliki kenangan apapun tentang Pramuka. Aku mengambil cuti sekolah saat aku tengah menjabat sebagai Juru Adat ambalan," ucap Ben.
"Tidak masalah jika Kak Ben ingin membuat kenangan tentang Pramuka bersama kami," ucap Lucy sambil menunjuk ke belakang dengan ibu jarinya.
Lucy berbalik dan di sana ada teman-teman yang lain.
"Lihatlah siapa yang datang?!" ucap Lucy dengan nada suara terdengar riang.
Yang lain menoleh, menyambut Ben dengan wajah terkejut dan penuh senyum. Mereka seperti tak percaya, jika Ben akan kembali menjadi anggota Pramuka.
"Kak Ben .... Apa Kak Ben akan bergabung lagi?" tanya seorang pemuda berkacamata, name tag yang tertera adalah 'Danang Prasetyo'.
"Jika diizinkan," ucap Ben.
"Tentu saja, Kak Ben," ucap Danang menyetujui.
Ben meletakkan tas di atas rak yang terbuat dengan metode pionering. Tersusun atas bambu-bambu yang sudah dicat dengan warna merah dan hitam. Disatukan dengan temali dengan teknik yang berbeda di setiap sudut.
Mata Ben menangkap seseorang yang tengah duduk di depan kipas angin. Ia menghalangi angin itu untuk menyebar ke seluruh sisi ruangan. Gadis dengan rambut lurus sebahu terlihat membelakang semua orang dan menghadap mendekatkan tubuh ke kipas angin yang menyala.
"Dia masih egois, yah?!" gumam Ben sedikit menimbulkan tawa. "Hahah...."
"Lea! Singkirkan tubuhmu dari kipas angin itu!" berang Paula.
"Tidak mau," tolak Lea, ia mematikan pengaturan kipas angin untuk berputar.
"Lea!" geram Paula, sampai-sampai ia menarik Lea dan menyingkirkan tubuhnya dari depan kipas angin.
Ruangan berukuran 6 kali 6 meter yang menjadi tempat mereka mencurahkan gagasan. Lea akhirnya menyingkir dan angin segar dapat dirasakan ke seluruh penjuru ruangan.
"Sejuknya ...."
Semuanya berkumpul dan duduk di lantai membentuk lingkaran. Ada yang duduk di teras dengan lebar dua meter, dan panjangnya sampai ke ujung basecamp Teater.
"Baiklah. Bantara tahun ini, kita adakan di luar kota," ucap Jay. Jay adalah Pradana Putra, sebutan untuk ketua Pramuka.
"Nah jadi, kota yang dimaksud adalah Kabupaten Tegal. Nama desa itu adalah Bumijawa yang berada di kaki Gunung Slamet," imbuh Lucy, dia adalah Pradana Putri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlalu Malas Jatuh Cinta ✓
Novela JuvenilAgaknya, jatuh cinta itu menyenangkan. Tapi bagaimana dengan Lea? Rasanya jatuh cinta adalah hal yang mustahil. "Aku lebih banyak membenci daripada mencintai," - Lea Bukan kisah badgirl, goodgirl, badboy, ataupun goodboy. Bukan juga kisah pangeran b...