Bukan sinar matahari pagi yang membangunkan Kenan beberapa hari ini setiap pagi, melainkan bunyi alarm yang dia pasang di ponselnya. Ponsel itu terus berbunyi, sementara satu tangannya menggapai-gapai atas meja, tempat ponsel itu diletakkan. Kenan merasa sedikit kesulitan meraih ponselnya saat mata yang masih terpejam dan posisi yang yang belum berubah dari awal setitik kesadarannya terkumpul akibat bunyi yang di benci tetapi dibutuhkannya terasa menusuk gendang telinga di pagi hari yang sunyi ini.
Begitu tangannya sampai meraih ponsel, Kenan mematikan dan meletakkannya kembali dengan sedikit kasar ke atas meja. Lelaki itu merentangkan tubuhnya untuk menghalau rasa ngantuk yang kembali mendera.
Tidak ada matahari?
Langit dikerumuni awan mendung berjalan yang diterpa angin ke arah barat, langit selalu menunjukkan tanda-tanda akan hujan tetapi tak ada satu pun tetesan air yang jatuh dari langit. Hanya baru yang mendominasi. Kenan menghela napasnya lagi, sudah beberapa hari langit pagi seperti ini. Tampaknya dia merindukan sinar matahari yang selalu mengusiknya di pagi hari.
Kenan menatap bayangan dirinya di kaca kamar mandi setelah selesai membersihkan diri. Dengan hanya memakai celana panjang tanpa atasan, tetesan air masih berjatuhan di rambutnya yang basah walaupun sudah dikeringkan dengan handuk. Perlahan Namun, pasti, satu tangannya terulur untuk menyapu embun yang melekat di kaca wastafel itu. Begitu embun buram agak menghilang, Kenan melihat dirinya yang sedikit lebih kurus dibandingkan bulan kemarin.
"Mas Kenan, makanlah lebih banyak! Kamu terlihat kurus beberapa minggu ini."
Ucapan Ersya kembali terngiang di kepalanya, saat tangannya meraba tulang selangka yang menyembul di kulit putihnya, lalu turun ke bawah lagi. Seulas senyum getir penuh ironi terbentang di kedua sisi bibirnya saat jemarinya bergetar mengelus pelan beberapa luka bakar yang tercetak jelas di dadanya. Itu adalah luka akibat dari sulutan rokok yang disulut beberapa kali.
Kenan menghela napas, segera memakai kaos putih lengan pendek yang dari tadi di genggamnya. Lalu bergegas pergi dari sana.
***
"Pagi Kenan!" Seorang perempuan yang merupakan nyonya dari si pemilik apartement tempatnya tinggal menyapa dengan senyum ramah.
Di meja makan, Austin duduk santai seraya menyesap kopinya. Tak ada keinginan apa pun terlihat di matanya untuk menatap Kenan ataupun menyapanya seperti Helena. Dan Kenan menyadari akan hal itu, jenis ketidakpedulian yang ditunjukkan Austin bukan dalam arti benci atau apatis. Namun, lebih terkesan menghindar. Austin mencoba menghindari Kenan, dan Kenan menyadari akan hal itu. Bahkan saat pertama kali mereka bertemu pandang untuk pertama kali setelah sepersekian tahun lamanya.
"Selamat pagi!" balas Kenan sembari berjalan menuju lemari pendingin untuk mengambil roti dan sekotak susu. Dilihat dari bagaimanapun, keadaannya jelas sedang tergesa-gesa. Dia menggigit roti di mulut saat menutup pintu kulkas dengan satu tangan, sedangkan tangannya yang lain sibuk memegang kotak susu.
Di meja makan, Helena mendudukkan diri di samping Austin-begitu salah seorang asisten rumah tangga meletakkan beberapa jenis makanan di atas meja. "Kenan, bergabunglah!" ajak Helena.
Kenan yang mendengar ajakannya melepaskan gigitan pada roti untuk menjawab, "Terima kasih, tetapi aku harus buru-buru saat ini." Lalu meneguk susunya.
"Ke mana kamu akan pergi?" Austin yang dari tadi diam membisu seperti patung menyerupai tokoh dewa Yunani akhirnya membuka suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Rahasia Perselingkuhan Terlarang END
RomanceAustin Keano, seorang pebisnis hotel berbintang, menjalin hubungan cinta terlarang dengan saudara angkatnya, Kenan Pradipta, di tengah pernikahannya yang mulai terasa membosankan dengan istrinya, Helena Rey Surendra. Percaya cintanya kepada Kenan bu...