11. Chapter IV: Brother, But Fxxk

1.1K 37 0
                                    

Bayangan semu tercipta secara alami di tanah, bergerak dengan bentuk abstrak ketika dua orang lelaki berjalan di bawah cahaya bulan di antara remang-remang cahaya taman kota.

Dua orang itu, sepanjang perjalanan tak ada satu pun dari keduanya yang bicara, hanya terus berjalan mengikuti ke mana sepasang kaki melangkah tak tentu arah. Lebih tepatnya Austin yang mengikuti Kenan dalam jarak satu meter. Itu perintahnya, tetap menjaga jarak dari Austin meskipun matanya mungkin takkan pernah menjaga pandangan dari lelaki itu.

Nyanyian suara jangkrik suam-suam terdengar, merekahkan senyuman tipis di bibir Kenan. Sebuah moment langkah ketika kamu bisa mendengar suara jangkrik di tengah secuil taman kota metropolitan yang udaranya telah tercemar dengan asap dan polusi.

"Masih suka mendengar suara jangkrik?" tanya Austin memulai pembicaraan, tatkala dia tak sengaja mengintip senyuman itu

"Hmmmm ... bukankah sudah jarang untuk menemukan suara dari makhluk mungil seperti itu di tempat seperti ini?"

Austin tidak menjawab, dan Kenan tak menanggapi apa pun reaksinya. Dia menyeret tungkainya berjalan menuju kursi besi yang berada tepat di bawah pohon, lalu mendudukkan diri di sana.

"Jadi, apa aja yang kamu lakukan setelah pergi?" tanya Austin. Dia berdiri tepat di samping Kenan yang tengah duduk sambil menopang kedua siku pada lututnya.

Mendengar pertanyaan keluar dari mulut Austin, Kenan mendongak, memicingkan matanya menatap mata si lelaki yang lebih muda. "Ada apa ini? Kenapa kamu terlihat penasaran?" Bibirnya tersenyum timpang.

"Aku bertanya, mengapa kamu yang malah bertanya?" Kening Austin bertaut, sedikit kecewa karena pertanyaannya yang sederhana tak diberi jawaban.

Mengabaikan respons Austin, kedua bahu Kenan bergetar tanpa sebab, dia menutup mulutnya dengan punggung tangan; berusaha menahan tawa. Sementara lelaki di sebelahnya semakin mengernyit kebingungan. Tawa renyah Kenan pecah dan meraja untuk beberapa saat di tengah sunyinya malam yang diusik bising kendaraan bermotor. Tak berapa lama tawanya memudar, dengungan mobil kembali mendominasi selain nyanyian jangkrik.

"Sejak kapan kamu peduli dengan hidupku?" Kenan menghela napas, menyandarkan punggung pada sandaran kursi taman seraya menatap langit malam berbintang.

Masih memperhatikan lelaki yang lebih tua, Austin baru tersadar saat kalimat barusan keluar tanpa keinginan pikirannya. Setelah bibirnya begitu lancar-mengeluarkan beberapa pertanyaan dari ratusan pertanyaan yang tertumpuk di hati, sekarang bibirnya terasa kelu saat bermaksud mengatakan semua jawaban yang telah tersusun dalam benaknya. Austin mengutuk hal tersebut, mulut dan pikirannya tidak bisa diajak berkompromi.

"I-itu ..." Austin tergagap. Ada apa dengan reaksi ini? Dia merasa dirinya berbeda saat bersama Kenan. "...Itu karena ayahku selalu menanyakan hal seperti itu terus kepadaku, dan kamu tahu? Itu membuatku gila."

"Jika ayahmu bertanya seperti itu , biar aku akan menyampaikan jawabanku sendiri kepadanya. Aku akan menjawab semua pertanyaannya sampai tak ada lagi yang dapat dia tanyakan." Kenan tampak berpikir sejenak, lalu berucap, "Oh ya, aku juga punya pertanyaannya untukmu."

"Apa itu?" Austin ikut mendudukkan diri di kursi taman tepat di samping Kenan, matanya tak berhenti menatap lelaki itu.

Kenan melirik, bibirnya kembali tersenyum miring. "Penasaran sekali,"

"Bukankah yang penasaran itu kamu, sampai ingin bertanya sesuatu padaku."

"Ah kamu benar, jadi emm ..." Ada jeda sejenak, "...Ini soal-"

"Rumah tanggaku?" tebak Austin, dan tebakan itu tepat.

"Ya, apa alasan kuat yang membuatmu melepas segala kebebasan demi berkeluarga?" tanya Kenan, nada bicaranya rendah, "Kamu sangat membenci ikatan yang disebut 'pernikahan' tetapi, sekarang kamu justru malah menjerat dirimu ke dalamnya. Bukankah kamu bisa menolak?"

[BL] Rahasia Perselingkuhan Terlarang ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang