24. Chapter IX: Meeting Old Fucking Friends

367 12 0
                                    

"Nikmat, huh? Jangan munafik! Akui saja jika kamu memang menikmatinya."

Kenan terbangun detik kesadaran merasuki. Sepasang mata rusanya membulat sempurna diikuti pandangan yang masih kabur. Pada detik itu juga, reflek tubuhnya dipaksa bangkit. Duduk dari posisi semula-berbaring dan berakhir dengan puncak kepala membentur dagu seseorang.

"Aww!" Orang itu mengaduh usai dagunya di seruduk agak keras oleh batok kepala lelaki di pangkuannya tanpa aba-aba.

Kembali ke posisi semula, berbaring di pangkuan lelaki yang masih meringis, Kenan mengedipkan kelopak matanya beberapa kali untuk memperjelas penglihatannya pada objek berupa lelaki si pemangku.

"Selain tendangan, kamu punya sundulan kepala yang keras juga. Mungkin kamu punya potensi menjadi pemain sepak bola." Helaan napas lelah menyertai kalimat yang terucap dari mulut Austin. Dia masih meringis mengusap dagunya sambil menatap pada ekspresi Kenan yang mengernyit melemparkan sejumlah tanya.

"Austin...?" Suara Kenan pelan.

"Bukan," Lelaki itu menjeda, "Tentu saja ini aku." kekehnya terkesan kuyu.

Hampa Kenan menatap pada wajah Austin di atasnya meski fokus entah ke mana karena pandangannya masih buram. Juga, kepalanya yang berdenyut pening. Entah itu akibat dari kadar alkohol yang masih tersisa, atau karena kepalanya yang tadi membentur dagu Austin. Kenan kembali mencoba untuk bangkit dari pangkuan Austin, dan tentu saja dengan bantuan lelaki itu yang perlahan membawanya duduk di samping kanannya.

"Kita di mana?" Kenan menyapu pandang ke arah yang dapat dia jangkau.

"Di mobil." jawab Austin sambil memiringkan posisi duduknya menyamping ke arah Kenan.

Lembut suara pakaian bergesekan dengan jok mobil dalam kesunyian yang hanya diisi oleh deru napas dari dua lelaki. Kenan menoleh kepada Austin, meski dia menolak menatap sepasang iris hitam yang membiaskan pantulan dirinya dalam keremangan mobil. Bergegas Kenan membenarkan posisi duduk-yang Kenan yakin dirinya dan lelaki itu duduk di jok belakang.

"Bagaimana aku bisa berada di sini? Apa yang terjadi?" Dia mengernyit pada akhirnya menatap wajah lelah Austin. Lebam di pipi lelaki tampan tersebut jelas terlihat di antara remang lampu mobil yang tak seluruhnya dinyalakan, "Wajahmu ..." Gemetar tangan Kenan terulur untuk menyentuh pelan lebam yang menghias pipi kiri si lelaki, pun tak mengurangi kadar ketampanannya.

"Sakit ..." Austin mendesis dan menangkap tangan Kenan lalu digenggamnya pada pergelangan.

"Wajahmu mengapa?" Manik kelam menatap gamang Austin yang mengatupkan bibir usai meringis.

Austin menghela napas panjang setelah mendiamkan Kenan di per sekian detik, "Kau benar-benar tak ingat sedikit pun?" Tanyanya sambil menatap Kenan dengan mengernyit.

-

Perlu beberapa saat untuk Kenan mengetahui apa yang tengah terjadi kepadanya. Merespons balik tindakan Austin, dia melingkarkan kakinya pada pinggang lelaki di atasnya. Saat Austin mengira Kenan ingin menghapus jarak yang tersisa antara mereka. Ternyata dugaannya salah besar. Lengan Kenan lalu mengapit lehernya dengan kuat. Dan sekuat tenaga, lelaki itu membalik posisinya menjadi di atas Austin. Sial bagi Austin, karena ruang sofa yang terbatas, tubuhnya jatuh ke lantai begitu keras dalam posisi telentang. Disusul oleh tubuh Kenan yang jatuh menindihnya.

"Ahh Kenan, lep ... paskan!!" Austin meringis di sela ucapannya karena lengan Kenan masih menggapit leher di sekitar tengkuknya.

Bukannya melepaskan, Kenan malah tersenyum sambil berkata, "Kau berengsek ..." Suaranya pelan nyaris berbisik. Matanya yang sayu menatap lekat Austin. Jelas jika Kenan tengah mabuk berat.

[BL] Rahasia Perselingkuhan Terlarang ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang