*32*

152 54 44
                                    

12-02-23



Megan diam tertunduk, tatapannya menghujam pada jalan yang tengah ia lewati. Pikiran kosong membuat otaknya seperti tak berfungsi saat berjalan berdampingan bersama Wiro hampir tanpa jarak. Ia bahkan tak sadar telah melewati pos ronda, di mana para pemuda berisik yang nongkrong di tempat itu semuanya terdiam tampak segan dan seolah tak melihat kehadiran mereka berdua. Hal itu di karenakan, Wiro si pendiam anak sang kepala Dusun adalah salah satu orang yang paling ditakuti.

Kini terjawab sudah rasa penasaran Megan terhadap Wiro selama tinggal di dusun. Fakta menghapus dugaannya yang suka ngasal saat menganggap Wiro seorang tunawicara.

"Aduh!"

Megan memekik, ia tak melihat ada ranting pohon jambu yang cukup besar menjulur rendah ke jalan dan tiba-tiba mengenainya. Seketika langkah Megan terhenti, ia mengusap kepala juga membenarkan rambut panjangnya yang jadi sedikit berantakan.

"Sakit?" ucap Wiro lagi sambil membungkuk mendekatkan wajahnya menatap Megan dari samping.

Tak menjawab, Megan hanya menggelengkan kepala. Perlahan ia menggeser tubuhnya untuk menjauh, menghindari tatapan lembut mata sipit Wiro di jarak sedekat itu yang membuatnya canggung.

Megan heran, entah angin dari mana yang bisa membuat Wiro tiba-tiba jadi peduli, juga lancar mengucap kata, tak membisu seperti biasanya.

Kretakkk!

Suara ranting patah membuat Megan seketika menoleh ke belakang. Ia melihat Wiro begitu menggebu menyingkirkan ranting yang mengenainya barusan dengan tangan kosong.

Tak ada yang salah dengan apa yang Wiro lakukan, ia menyingkirkan ranting itu agar tak lagi mengenai orang. Namun di mata Megan yang paranoid, pemandangan itu justru menutupi kebaikan Wiro dan memunculkan kembali rasa takut terhadapnya.

Megan kembali meneruskan langkah dengan berjalan mendahului. Ia sengaja mengabaikan Wiro karena feeling tentang sikap aneh lelaki itu masih terus melekat. Rasa takut yang timbul tenggelam membuat Megan semakin canggung juga suasana menjadi kaku dan tak nyaman berada di dekatnya.

Wiro tak mau ambil pusing. Dari awal, Megan memang suka menghindarinya. Ia tetap berjalan mengikuti jauh di belakang hanya untuk memastikan Megan sampai di tempat tanpa adanya gangguan.

Megan segera masuk ke kamar mandi. Sebelum menutup pintu, ia sempat melihat Wiro berhenti di tepi jalan tepatnya di luar pagar aula dan tengah menatap ke arahnya.

Terdiam sesaat dalam ruangan sempit. Megan tak langsung mandi, ia malah hanya berjalan mondar-mandir tak tenang. Pikirannya masih saja tertuju pada Wiro. Apakah dia sudah pergi? batin Megan yang kemudian tangannya bergerak cepat membuka pintu lalu melongok keluar untuk memastikan.

Megan sudah tak melihat keberadaan Wiro di tepi jalan ataupun di sekitar aula dan sumur. Ia tampak lega. Setelah keadaan dirasa aman, Megan pun akhirnya bergegas untuk mandi.

Selang dua puluh menit berlalu, Megan telah selesai memanjakan diri dengan perlengkapan mandinya yang wangi. Kini saat sedang memakai baju ganti, tiba-tiba ia mendengar suara decitan kantrol di sumur. Tak lama, tampak air mengalir dari luar lewat talang yang tersambung langsung ke bak semen yang ada di dalam.

"Ya ampun, siapa yang menimba air di luar?" gumam Megan was-was, dugaannya mengarah ke Wiro.

Megan segera membereskan semua pakaian kotor dan juga handuk ke dalam kantong plastik. Ia bergerak pelan membuka sedikit pintunya lalu mengintip dari celah. Megan tak melihat ada orang di luar. Namun saat hendak membuka pintunya lebar.

"Meg."

"Aaa! mmm."

Megan tersentak kaget dan spontan menjerit saat dikejutkan oleh suara Jupiter yang tiba-tiba memanggil namanya.

REVENGE  ( End ) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang