*44*

131 47 14
                                    

19-04-23

"Megan kenapa lagi sih? susah ya, ngurusin adik perempuan yang manja. Aku kasihan sama kamu," celoteh Miranti, memperkeruh suasana.

"Gue udah bikin kesalahan, Mir. Wajar kalau Megan ngambek. Gue harus segera pergi menyusulnya," Jupiter menurunkan Miranti di kursi dalam ruang tamu.

"Masa kamu tega ninggalin aku sendirian dalam keadaan kayak gini," Miranti menahan tangan Jupiter.

"Emang orang tua lu dan Wiro kemana?" Jupiter menatap sekeliling ruangan yang sepi.

"Mereka masih ada di kebun, sedangkan bang Wiro seperti biasa, mancing. Jadi sekarang aku sendirian di rumah. Nanti kalau perlu apa-apa gimana?"

"Ini kan udah sore, orang tua lu bentar lagi pasti pulang."

"Iya sih, tapi tetep aja jangan pergi dulu. Temenin aku sampai mereka datang," rengek Miranti dengan wajah memohon.

Miranti memaksa membuat Jupiter segan untuk menolak. Apa lagi cengkraman tangannya semakin menguat. Akhirnya Jupiter terpaksa setuju.

"Gue tunggu sampai jam setengah lima, selebihnya gue akan pergi."

"Nah, gitu dong," Miranti tersenyum senang setelah berhasil membujuk Jupiter agar tetap tinggal.

"Piter, aku boleh nanya sesuatu gak?" Miranti mulai membuka perbincangan.

"Boleh, mau nanya apa?"

"Sebenarnya Megan sudah punya cowok belum sih?"

"Setau gue belum, emang kenapa?"

"Bagus deh. Soalnya bang Wiro kayaknya suka sama Megan. Sejak ada dia sikapnya berubah. Bang Wiro juga sering diam-dian mengawasi Megan dari kejauhan.

Jupiter bungkam, ucapan Miranti kian mengusik hati dan pikiran. Dugaannya terhadap Wiro akhir-akhir ini ternyata benar.

"Terus kalau kamu sendiri, apa sudah punya cewek?" Miranti memberanikan diri bertanya dengan sikap malu-malu.

"Belum," jawab Jupiter jujur.

"Berarti aman dong ya, gak akan ada yang marah kalau kita sering berduaan kayak gini."

Mengabaikan Miranti, Jupiter fokus dengan kata marah yang seketika mengingatkannya pada Megan. Apa mungkin dia cemburu? batin Jupiter sedikit ragu, ia kembali dilanda rasa gelisah.

"Udah hampir jam lima. Maaf, Mir. Gue gak bisa lagi berlama-lama di sini. Gue sangat mengkhawatirkan Megan, jadi harus pergi sekarang juga," Jupiter beranjak dari tempat duduk. Tanpa menunggu jawaban dari Miranti, ia bergegas keluar dan langsung berlari melewati jalan setapak yang mengarah ke pantai.

"Dasar Piter nyebelin, dikasi hati malah minta jantung, tega banget sih. Kenapa juga gue harus ketemu sama orang kayak lu ... hiks!"

Lagi-lagi Megan bermonolog dengan berderai air mata karena sakit hati. Jari tangannya mulai sibuk menyeka pipinya yang basah, sementara jari tangan satu lagi sedang menari di atas layar ponsel milik Jupiter, mengetikkan sesuatu.

Megan beranjak dari duduknya yang sembarang di atas pasir, berganti jalan mondar-mandir sambil mengacungkan ponselnya tinggi ke atas mencari sinyal. Hingga saat Megan sudah merasa lelah. Ia memutuskan untuk nekat memanjat pohon bakau yang cukup tinggi dan bertengger di sana dalam waktu yang lama.

Megan mengirim banyak pesan juga berulang kali melakukan panggilan namun selalu terputus. Megan tak mau menyerah saat ponsel Jupiter hampir sekarat dengan batre tersisa lima belas persen.

Hari semakin sore, Megan masih bertahan di atas pohon memeluk dahan seperti kukang. Ia kadang duduk, berdiri juga bergelayut tampak sibuk dengan ponselnya, mengabaikan bahaya akan tergelincir dan jatuh.

REVENGE  ( End ) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang