*35*

158 54 50
                                    

26-02-23

Sekitar pukul delapan pagi. Seperti biasa, Miranti datang ke tempat Megan untuk mengantarkan sarapan. Sayuran rebus dengan lauk tempe dan tahu goreng serta sambal terasi sudah cukup menggugah selera makan Jupiter yang memang tak pernah memilih-milih makanan, menyantap apa yang ada. Jupiter selalu memuji masakan Miranti dan ibunya.

Berbeda dengan Megan yang sering merasa bosan karena menu makanan yang monoton. Hidangan yang sama akan tersaji dari pagi hingga malam tak akan berubah, hanya sesekali saja saat kehabisan, baru mereka memasak menu yang lain.

"Meg, gimana keadaan luka di lengan dan kakimu yang kemarin, apa sudah baikan?" Miranti menatap pada luka Megan.

"Yang di lengan udah mendingan, tapi belum bisa untuk melakukan aktivitas  berat. Kalau kaki, cukup di plester aja, Mir."

"Syukur deh. O ya, Meg. Hari ini, kalau boleh, aku mau didandanin lagi kayak kemarin," ucap Miranti tersenyum malu-malu.

"Boleh dong, bentar ya, Mir. Gue makan dulu," jawab Megan sambil menyendokkan nasi ke piring.

Jupiter menyimak perbincangan kedua gadis itu sambil menyantap sarapannya dengan lahap. Ia tak lagi heran saat Miranti datang hanya untuk minta di make up atau mengantarkan novel yang bahkan Megan tak mau membacanya.

"Tapi kamu makannya lama, Meg. Aku dandan sendiri aja deh. Pinjam bentar, nanti aku kembalikan," Miranti sedikit memaksa.

"Ya udah, ambil aja alat make up nya di ransel gue," Megan menunjuk pada ranselnya yang tergantung di dinding kayu.

Miranti bergegas, ia sudah tak sabar untuk membawa pulang alat make up itu dan segera memakainya.

Hari menjelang siang, Megan sedang berada di depan rumah untuk bersantai menikmati semilirnya angin sambil duduk-duduk di kursi kayu. Tak lama, dari arah rumah Miranti, gadis itu muncul dengan muka tertekuk berjalan menghampiri. Semakin dekat, Megan bisa melihat dengan jelas Miranti menitikkan air mata.

"Mir, lu kenapa nangis?" Megan tampak khawatir. Selama tinggal di dusun, ini adalah kali pertama melihat Miranti menangis.

"Alvi jahat sama aku, Meg. Mulai sekarang, maaf aku nggak bisa lagi minjam novel ke dia buat kamu. Kamu pinjam sendiri, ya," Miranti terisak dan langsung pergi setelah mengembalikan alat make up di tangannya.

"Ya ampun, Miranti diapain ya sama Alvi sampai nangis kayak gitu? apa jangan-jangan karena make up nya?" gumam Megan.

Megan sedikit kaget saat tadi Miranti datang menghampiri. Ia sempat salah fokus melihat make up nya yang aneh, tebal dan tidak rapi, sebelum akhirnya menyadari bahwa ia sedang menangis.

Megan merasa bersalah, tak seharusnya ia membiarkan Miranti melakukannya sendiri tanpa tau cara menggunakan alat make up itu dengan benar.

"Miranti kenapa?" Jupiter berdiri di depan pintu setelah sayup-sayup mendengar percakapan singkat antar keduanya.

"Gue gak tau apa yang sebenarnya terjadi, tapi ada hubungannya dengan Alvi," Jelas Megan. "Entar sore gue mau ngomong sama dia."

"Kenapa cepet banget kalau menyangkut Alvi. harusnya elu tu menghibur Miranti biar gak sedih, terus tanya apa yang terjadi biar semuanya jelas."

"Tapi kan kalau orang sedih biasanya perlu waktu untuk menyendiri."

"Belum tentu, ada juga yang malah butuh teman ngobrol untuk langsung mencurahkan isi hatinya, mengeluarkan segala unek-unek yang ada biar plong."

Setelah dipikir-pikir, perkataan Jupiter ada benarnya. Megan beranjak pergi mendatangi Miranti tentu ditemani Jupiter namun ia tak masuk ke dalam rumah, Jupiter menunggu di luar sambil duduk-duduk di teras.

REVENGE  ( End ) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang