10-04-23
"Aahhh."
Mendesah, lelah dengan semua hal yang tengah mengganggu pikiran. Jupiter merebahkan diri di atas tikar tepat di samping Megan. Pandangannya mengarah pada langit-langit ruangan.
"Tadi di sawah ngapain aja sama Wiro, sampai rela panas-panasan dan berkeringat kayak gitu?" selidik Jupiter.
"Cuma bantuin ngusir burung. Tapi asik juga sih, dari pada hanya bengong di rumah nungguin lu," melirik sinis kearah Jupiter. "Wiro orangnya baik juga pengertian. Terus saat gue cerita soal mutiara yang hilang, dengan sabarnya dia langsung bilang mau diganti. Sweet banget gak sih," Megan sengaja memuji Wiro di hadapan Jupiter. "Kalau lu sendiri gimana, dapat obatnya yang dicari?"
Tak ada sahutan, Megan menghentikan pergerakan tangannya yang sibuk mengipasi badan karena rasa gerah. Ia beralih menatap Jupiter yang mendadak terpejam.
"Piter! ya ampun, kok malah tidur sih. gue kan lagi cerita, bukannya di dengerin, dasar nyebelin," gerutunya.
Megan mendekat ke arah Jupiter untuk memastikan apakah dia benar-benar tidur atau cuma pura-pura. Menatap lekat wajah tampan itu, Megan jadi bengong, ia terbuai hingga tak sadar telah meciptakan satu per satu pujian yang kini tersemat dalam benaknya.
"Aaa!"
Reflek menjerit, Megan kaget bukan kepalang saat Jupiter tiba-tiba membuka matanya lebar. Megan menghindar dengan menarik tubuhnya ke belakang membuat Jupiter bangkit menyerbu dalam candaan, hingga akhirnya.
Brukkk!
Megan ambruk ke belakang disusul Jupiter yang tak sengaja jadi menindih tubuhnya. Megan terbelalak saat Jupiter hanya diam tak segera menyingkir. Ia malah terpaku menatap mata indah miliknya yang bulat sempurna.
Posisi yang sama, yang pernah mereka alami di hamparan sawah waktu itu, mengingatkan Megan pada rasa putus asa. Namun kali ini, ia merasakan tegang menahan jantungnya yang berdetak terlalu kencang.
"Ngapain ngelihatin gue kayak gitu?" ledek Jupiter yang berada di atas Megan, mendekapnya sambil senyum-senyum.
"Nga-ngapain? elu tu yang ngapain, minggir!" Megan mendorong Jupiter dengan kedua tangannya yang tertekuk di depan dada. Salah tingkah, Megan memilih menghindar tak bisa menahan malu saat Jupiter menatapnya lekat di jarak yang sangat dekat.
"Kalau gue gak mau?"
Jupiter semakin menggoda, dengan mengeratkan dekapannya membuat Megan gelagapan.
"Jangan macem-macem, gue teriak nih!"
Tak bergeming, Jupiter terlihat sangat menikmati berada di posisinya saat itu hingga mengabaikan ancaman Megan.
"Piter, gue serius ya. Lepasin gak!" Megan meronta.
Ultimatum yang terakhir. Jupiter telah puas menggoda Megan, kini perlahan ia mengendurkan dekapannya, memberi ruang kepada Megan untuk berguling ke samping, melepaskan diri.
"Tambah gerah kan jadinya, gue mau mandi!" omel Megan mencari alasan seraya beranjak keluar dengan muka memerah karena malu juga senyum yang tersembunyi.
Pagi sekitar pukul lima lewat sepuluh menit. Seperti biasa, Jupiter pergi menuju pantai untuk jogging. Selang satu jam kemudian, Megan terbangun karena kebelet ingin buang air kecil. Megan sudah terbiasa pergi ke kamar mandi seorang diri, meski sekarang tempat itu semakin sepi berkesan menyeramkan, semenjak Alvian pergi meninggalkan rumah orang tuanya.
Selesai buang air kecil, Megan sebenarnya ingin sekalian mandi. Namun sayangnya air di dalam bak hanya tersisa sedikit. Menatap ke sumur, Megan masih terngiang-ngiang dengan kejadian yang lalu saat nekat mencoba menimba. Dan hasilnya, ia hampir saja terjun bebas ke dasar sumur.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE ( End ) ✔️
Short StoryJupiter terbelenggu oleh dendam sejak kejadian naas yang menghantamnya beberapa tahun silam. Saat berusia sepuluh tahun, ia harus merelakan kedua orang tua juga calon adiknya direnggut paksa oleh keganasan peluru logam yang meluncur menembus dada. p...