02-03-23
Jupiter membuntuti Megan masuk ke dalam rumah, ia ingin memastikan kalau gadis itu benar-benar menghapus make up nya. Hal sepele namun menjadi penting. Akhir-akhir ini Jupiter sering melarang Megan melakukan sesuatu yang tak ia suka.
"Gimana keadaan Miranti?" tanya Jupiter penasaran sambil memperhatikan Megan.
"Udah lebih baik. Ternyata Miranti nangis karena Alvi mau pergi meninggalkan tempat ini," jelas Megan sambil menghapus lipstick di bibir yang tak sepenuhnya bisa hilang.
"Bagus deh. Alasannya apa?"
"Belum tau, nanti gue tanyain dulu ke Alvi."
"Gak perlu, kenapa jadi elu yang repot. Biar mereka berdua sendiri yang menyelesaikan masalahnya."
"Tapi Miranti gak berani nanya langsung ke Alvi, jadi gue yang akan mewakili."
"Jangan ikut campur urusan orang lain. Kalau nanti ada salah ngomong, bisa jadi menambah masalah. Lagian itu bukan tugas lu," tegas Jupiter.
"Ini memang bukan tugas gue, tapi kan sebagai teman gak ada salahnya membantu."
"Ngeyel banget dibilangin. Kalau gitu biar gue aja yang nemuin Alvi."
"Apa! Piter, jangan! Yang ada entar malah elu yang bikin masalah. Udah ah, capek gue bahas hal ginian sama lu," tandas Megan mengakhiri perbincangan.
Matahari perlahan mulai condong ke barat, hari semakin sore. Jam telah menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh menit. Megan beranjak pergi ke kamar mandi setelah bosan menunggu Jupiter cukup lama.
Beruntung sore itu jalanan sepi sehingga Megan bisa leluasa melewatinya dengan santai. Sesampainya di tempat, Megan langsung masuk ke kamar mandi. Namun niatnya untuk membersihkan diri harus tertunda lantaran baknya kosong.
Megan berjalan mendekati sumur lalu melongok ke bawah untuk melihat seberapa dalam ia harus mengambil air. Rasanya sedikit seram, namun dengan berbekal nekat, Megan mengikuti cara Jupiter menimba seperti biasa.
Megan mulai menggapai tali yang terhubung pada katrol, kemudian mengulurnya perlahan menurunkan ember hingga menyentuh air di dalam sumur lalu membuatnya terguling dan tenggelam, barulah saatnya menarik tali untuk membawa ember yang penuh dengan air itu ke atas.
Kedua tangan Megan bekerja keras menarik tali secara bergantian. Awalnya tak ada masalah, namun saat ember berisi air itu sampai di tengah, Megan mulai merasakan nyeri di lengan kirinya yang terluka dan tak bisa lagi dipaksa untuk menarik beban.
Tak mungkin menimba dengan satu tangan, Megan kebingungan sementara tangan kanannya mulai pegal menahan tali.
"Ya ampun, gimana nih. Apa gue lepas aja ya, entar kalau rusak? tapi tangan gue udah gak tahan," gumamnya sambil celingukan berharap ada seseorang yang mau membantu, tetapi nihil.
"Sssht ... aow tangan gue. Bodo amat dah!"
Sedikit ragu saat hendak melepas talinya membuat Megan ikut tertarik ke bibir sumur yang cukup rendah. Jantung Megan serasa mau copot, mengira ia akan ikut terjun bebas menyusul ember itu ke dasar sumur sebelum akhirnya ada sepasang tangan yang menarik pinggangnya juga menahan tali di genggaman.
"Hati-hati, Meg. Kamu gak pa-pa?" ucap Alvian yang berada tepat di belakang Megan tanpa jarak.
"Alvi, untung ada lu. Gue gak pa-pa," Megan memutar badan menatap Alvian yang berada sangat dekat. Ia lalu bergeser menjauh membuat tangan Alvian terlepas dari pinggangnya sebelum ada orang lain yang melihat. Namun semua sudah terlambat, Jupiter telah lebih dulu memergoki saat hendak berbelok ke jalan masuk aula.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE ( End ) ✔️
Short StoryJupiter terbelenggu oleh dendam sejak kejadian naas yang menghantamnya beberapa tahun silam. Saat berusia sepuluh tahun, ia harus merelakan kedua orang tua juga calon adiknya direnggut paksa oleh keganasan peluru logam yang meluncur menembus dada. p...