Happy Reading❄️
***
"Sebaiknya cari orang lain, yang mau bapak lamar. Jangan saya."
Syra kembali berbalik, bermaksud untuk segera pulang. Kepalanya benar-benar pening untuk saat ini, hatinya sudah lelah, kenapa Haikal malah ada?
"Tapi saya maunya kamu."
Suara itu menghentikan langkahnya. Syra berusaha untuk tidak peduli, mengabaikan ucapan Haikal dan melangkah lagi. Namun, derap langkah Haikal membuat langkahnya kembali urung.
Syra mengepalkan kedua tangan dan berbalik secara kasar. "Sebenarnya Anda mau apa?!"
"Bukannya sudah jelas? Saya ingin melamar kamu, dan tidak akan mundur apapun kondisinya," cetus Haikal, dengan nada sedikit menantang.
Menyebalkan!
Itu yang Syra lihat dari sosok Haikal. Kenapa tidak cari orang lain saja? Sungguh, Syra tidak ingin menyakiti hati Haikal kedepannya, karena rasa yang tidak berpihak.
Syra belum ingin mencintai lagi, itu saja. Lagipula, dia tidak mengenal Haikal. Lebih tepatnya, tidak terlalu mengenal Haikal.
"Bukannya saya juga sudah bilang, sebaiknya cari orang lain. Kenapa harus saya?" Nada bicara Syra kembali rendah.
Haikal tersenyum. Namun, senyum itu justru membuat Syra merasa bersalah.
"Saya izin menemui ayah kamu dulu, boleh? Jika nanti setelah saya bicara dengan beliau dan jawaban kamu masih sama..." Haikal menghela sebentar dan memperlebar senyum. "Saya akan berjuang lebih keras lagi."
Hei! Apa-apaan Haikal itu?
Syra tidak habis pikir, kenapa ada pria seperti Haikal? Dan yang jadi pertanyaannya adalah, kenapa pria itu begitu menginginkannya? Padahal mereka baru bertemu. Bahkan baru dua kali!
Syra paham, di novel-novel romantis yang sering dia baca, ada begitu banyak tokoh utama yang menikah bahkan baru pertama kali bertemu. Tapi ia tidak menyangka sama sekali akan mengalaminya juga.
Sesaat, Syra menghela dan memijat pelipisnya pelan, hari ini terasa sangat berat. Beberapa saat, ia mendongak kembali, menatap Haikal yang setia tersenyum di sana.
"Baiklah, saya menyerah. Silahkan bertemu Abi saya."
***
Amina menatap Syra yang terdiam tanpa sepatah kata pun. Bahkan, teh yang dia buat tanpaknya belum diaduk sama sekali.
"Syra?" panggil Amina, Syra spontan menatapnya dan tersenyum canggung.
"I-Iya, Umi? Kenapa?"
"Kamu kenapa, Nak?"
Syra mengerutkan dahi. "Kenapa apanya, Umi? Syra baik kok," jawabnya yang membuat Amina menghela. Amina lantas beralih mengelus punggung Syra dengan sayang.
"Kalau masih belum siap, nanti coba minta waktu aja, terus istikharah biar tenang dan gak terlalu dipikirkan."
Syra menunduk sambil mengangguk pelan.
Amina tersenyum. "Yasudah, yuk keluar sekalian antar teh ini."
"Iya, Umi..." Syra menyanggupi.
Sejujurnya, dia tidak ingin menemui pria itu. Syra terlalu takut mengecewakan dan takut jika pilihannya akan salah nanti. Namun, setelah mendengar saran Amina, keberanian itu muncul, walaupun hanya sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Rasa (Selesai)
SpiritualKita terjebak dalam zona waktu yang salah. Ketika aku menginginkanmu, kamu justru menginginkan dia, seakan kita adalah dua orang yang sama-sama egois perihal rasa. Hingga, aku memilih mengalah dengan mengubur dalam-dalam dan membiarkan rasa itu mati...