[16] Maaf, Telah Mencintai

683 51 1
                                    

Untuk pertama kalinya, ada seseorang yang membuatku begitu nyaman dengan dunia. Bahkan, membuatku begitu bersyukur karena telah terlahir dalam versi seperti ini.

-Haikal Dzulhansyah

.
.
.

.

Happy Reading❄️

***

"Syra, boleh bicara sebentar?"

Syra yang semula sibuk dengan kasur menatap Haikal bingung. Apa yang ingin dibicarakan oleh pria itu tengah malam seperti ini?

"Soal apa?" tanya Syra.

Haikal bangkit dari duduknya, menyimpan ponsel saku celana sebentar, kemudian berjalan mendekati Syra.

"Sambil duduk aja, boleh?" pinta Haikal dan langsung diangguki oleh Syra. Mereka duduk berdampingan di atas kasur. Jujur, Syra masih sedikit aneh. Ya, karena, kan, kemarin dia tidur dengan kedua orang tuanya, bukan sekamar dengan Haikal.

"Kakak mau bicara apa?" Syra kembali bertanya, membuat Haikal tersenyum karenanya.

"Sesuatu. Tapi sebelum itu, saya jujur boleh?"

Kedua alis Syra tertaut. "Soal apa?"

"Kamu tau? Saya kemarin sedikit susah hafalin ijab qabulnya. Bahkan, sehabis pulang dari rumah sakit kerjaan saya ya hafalin itu. Mungkin karena gugup..."

Syra mengangguk-anggukkan kepala. Dia jadi merasa bersalah karena sudah memberatkan Haikal dalam akad nikahnya. Sebenarnya, memakai bahasa Indonesia atau arab tidak ada bedanya. Hanya saja, Syra ingin karena sering menemukan itu di novel yang sering dia baca. Wajar, kan? Kalau mau ikut-ikutan.

"Em, jadi. Kakak tadi mau bicara apa?" Syra mengalihkan pembicaraan.

"Kita mulai semuanya dari awal, ya? Saya tau kemarin juga sudah bahas ini. Tapi, saya pengen bahas lagi, takut kamu lupa," ucap Haikal, mengingatkan tentang apa yang kemarin dibicarakan pada Syra.

"Syra, maaf saya saat gak bisa berbuat banyak. Tapi saya harap, semoga setelah ini, kita benar-benar bisa menjalani semua dengan semestinya. Kamu gak keberatan, kan?" Haikal menambahkan lagi. Masih mengungkit hal yang sama.

Syra tersenyum tipis lalu mengangguk. "Iya, Kak. Diusahakan."

Haikal menghela. "Terima kasih, itu aja yang dibicarakan. Yaudah saya izin ke kamar mandi dulu, ya." Kemudian bangkit dari duduknya, merapikan baju sebentar dan mengacak puncak kepala Syra yang tertutup hijab.

Syra sedikit terkejut dengan itu, bahkan ia langsung mendongak menatap Haikal. Sementara si pelaku hanya mampu menahan senyum.

"Saya tinggal sebentar," tambah Haikal dan benar-benat berlalu pergi meninggalkan Syra yang masih mematung. Apa sopan seperti itu?

Beberapa saat, Syra mengerjap kemudian bangkit dan berjalan ke arah meja rias yang sudah Haikal sediakan untuknya. Di sana, ia duduk manis, memberikan sedikit pelembab pada wajah dan melepas hijabnya. Ia berencana untuk menggantinya berhubung Haikal masih di kamar mandi.

Untuk sesaat situasi masih aman. Hingga, suara pintu yang terbuka membuat ia mematung di tempat. Menatap Haikal lewat pantulan cermin. Pria itu diam mematung seolah pergerakannya terkunci.

"Ya Allah..." Syra berbicara pada diri sendiri.

Kini, mahkota yang dia jaga seumur hidup telah sepenuhnya terlihat oleh pria lain selain Abinya. Meski sedikit tidak nyaman. Namun, Syra juga tahu bahwa dia harus menerima karena Haikal adalah suaminya. Ada hak sepenuhnya atas itu.

Lintas Rasa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang