Kita sudah berusaha. Namun, apakah masalalu akan tetap jadi pemenangnya?
Happy Reading❄️
***
"Abi..." Syra berucap lirih saat matanya berpapasan dengan mata sosok yang senantiasa kokoh di hadapannya.
Kini, sosok itu terbaring dengan sebuah senyuman yang menghiasi wajah. Walau memakai selang oksigen, tapi senyuman itu masih sama indah.
"Nak...”
Tanpa aba-aba Syra langsung memeluk Farhan dengan air mata yang tidak dapat dicegah.
Amina tersenyum sembari mengusap-usap punggung putrinya itu. Sementara Aidil dan Adit yang juga tengah berada di sana hanya mampu tersenyum simpul.
Haru seketika merebut posisi. Baik Amina, Aidil, Adit, hanya diam memperhatikan pemandangan di depan mereka. Selang beberapa saat, muncul Haikal dari luar ruangan. Ia langsung mendekat dan berdiri tepat di samping Aidil.
"Apa kata dokter tentang kondisi Abi, Bang?" tanya Haikal dengan suara pelan.
"Baik, kondisi Abi baik." Aidil menatap Haikal sambil tersenyum. "Tumben telat, dari mana?" Dia balik bertanya.
"Tadi sedikit ada urusan, Bang." Haikal berbohong. Bukan sengaja. Namun, ia terpaksa. Lagipula, ini tidak ada kaitannya dengan keluarga Syra.
Aidil kembali menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. "Yakin?"
Haikal mengerutkan dahi. "Maksudnya, Bang?"
Tentu saja pertanyaan Haikal bukan tanpa alasan, melainkan memang sedikit bingung. Apalagi, saat mendengar nada bicara Aidil.
"Kamu gak harus selalu berbohong tentang apapun. Tapi, kalau kamu memang belum mau berbagi, gak apa-apa. Satu pesan saya, jangan pernah sakiti adik saya dan...," jeda sekian detik. "Jangan egois soal cinta."
Meski masih kentara sekali kebingungan itu, akhirnya Haikal mengangguk dengan sedikit kegugupan. "Iya, Bang. Insyaa Allah."
Aidil kembi tersenyum lalu menepuk pelan bahu Haikal.
Jujur, Haikal masih tidak mengerti dengan ucapan dari Aidil barusan. Ada sedikit rasa takut yang menyerang.
Kalimat itu, seperti akan menjadi boomerang sendiri untuk kehidupan rumah tangganya, dan seperti akan ada labirin yang harus dia pecahkan. Labirin, yang menentukan nasip hubungan dengan Syra apakah bertahan atau justru, terpaksa dihancurkan.
***
Di luar ruang rawat inap Farhan, kini ada Haikal dan Syra yang terduduk di kursi yang disediakan. Hening mendominasi. Sedari tadi tidak ada pembicaraan antara keduanya.
Sesekali, Haikal melirik jam di pergelangan tangan. Sudah lebih satu setengah jam sejak Amina dan Adit pulang ke rumah, dan sudah setengah jam Aidil pergi entah kemana.
Sesungguhnya, Haikal ingin sekali membicarakan mengenai Hilya pada sang istri. Namun, ia masih bingung harus memulai dari mana.
Menghela sesaat, Haikal menatap Syra kemudian. "Aku izin ke toilet dulu ya, Ra."
Syra hanya mengangguk sebagai jawaban. Haikal tersenyum kemudian bangkit dan berlalu pergi meninggalkannya.
Sepeninggal Haikal. Syra menghela lalu mendongak mengedarkan pandangan ke segala arah, merasa jenuh. Ia pun bangkit dan memutuskan untuk mencari udara segar di luar rumah sakit sekaligus membeli minum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Rasa (Selesai)
Tâm linhKita terjebak dalam zona waktu yang salah. Ketika aku menginginkanmu, kamu justru menginginkan dia, seakan kita adalah dua orang yang sama-sama egois perihal rasa. Hingga, aku memilih mengalah dengan mengubur dalam-dalam dan membiarkan rasa itu mati...