Walau belenggu masa lalu itu seakan telah melepas dengan sempurna. Namun, akan selalu menyisahkan pelajaran dan kenangan yang berharga.
Happy Reading❄️
***
Rintik hujan perlahan membasahi jalan dan setiap sudut Ibu Kota Jakarta. Banyak orang mulai berlalu lalang menggunakan baju hujan atau payung sebagai pengaman. Ada juga, yang tetap memilih diam di bangunan yang mereka sebut 'rumah' dengan memandang atau nenikmati setiap tetes berkah yang diturunkan Sang Pencipta.
"Allahumma shoyyiban, nafi'an," gumam seorang wanita dengan wajah menengadah ke atas langit sesaat, kemudian sesaat lagi beralih menatap kanan dan kiri berharap seseorang yang dinanti segera kembali. "Ya Allah Ziya lama banget," keluhnya. Ya, dia Syra.
Saat ini wanita itu sedang berada di pesantren. Sebenarnya, ia hanya bermaksud ke rumah orang tuanya tadi untuk menjenguk Farhan yang baru beberapa hari lalu kembali dari rumah sakit. Namun, Ziya memaksa ikut dan meminta untuk diajak berkeliling area pesantren, sekaligus juga bertemu Hilya tentu saja.
Dari pengamatannya tadi, Hilya dan Ziya memang cukup dekat. Bahkan, seperti saudara kandung pada umumnya. Namun, hal itu tentu tidak membuat Syra merasa tidak enak hati. Ia sangat paham jika Hilya dan Ziya sudah lama mengenal, pastilah hubungan mereka dekat.
Kini, jangan tanya kemana kepergian gadis itu. Ziya tadi mengatakan pada Syra ingin pergi ke toilet dan belum kembali hingga sekarang. Sementara Hilya yang tadi juga ada bersama mereka dipanggil kembali oleh Aidil karena waktu belajar sudah dimulai. Alhasil, sekarang Syra sendiri.
Rasanya sangat jenuh. Namun, ia harus tetap di sini, takut jika Ziya kembali dan tidak menemukan keberadaannya.
"Syra?"
Terdengar suara seseorang dari belakang yang membuat tubuh Syra spontan menegang. Ia sangat familiar dengan suara itu.
Kak Ega? Batinnya.
Syra yakin itu Ega. Tetapi ... kenapa pria itu ada di sini?
Lalu... apa yang kini harus dilakukan? Sementara dia sedang sendiri. Rasanya pun sangat sulit untuk bertemu lagi dengan pria itu.
Tetapi, mau sampai kapan?
Setelah beradu dengan pikiran cukup lama, Syra memutuskan bangkit lalu berbalik perlahan untuk memastikan. Meski, rasa takut itu kembali hadir entah sebab apa.
Setelah memutar penuh badannya, Syra terdiam. Menatap seseorang yang tadi memanggil. Binar yang tadi ada di mata Syra kini berubah menjadi tatapan yang sulit diartikan, setia memandang objek yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.
"Apa kabar?"
Lagi, suara Ega menyahuti. Namun, pria itu tampak mendekat ke arahnya, yang tentu saja membuat Syra sendikit mundur.
Terdengar, Ega terkekeh.
"Kenapa? Tenang, ini area pesantren dan aku gak ada niat macam-macam," celetuk Ega, Syra menatapnya dan menggeleng kuat.
"B-Bukan gitu maksudnya, Kak. Aku cuma kaget aja."
"Syra, Syra." Ega menggeleng-gelengkan kepala sebentar. "Maaf kalau kedatangan aku tiba-tiba. Aku cuma mau pamit," lanjutnya sembari tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Rasa (Selesai)
SpiritualKita terjebak dalam zona waktu yang salah. Ketika aku menginginkanmu, kamu justru menginginkan dia, seakan kita adalah dua orang yang sama-sama egois perihal rasa. Hingga, aku memilih mengalah dengan mengubur dalam-dalam dan membiarkan rasa itu mati...