Antara mencintai dan dicintai.
Antara keseriusan dan candaan. Juga, antara memperjuangkan atau mundur oleh kenyataan.
Happy Reading❄️
***
Syra tersenyum getir. Hari baru, luka baru, tangis yang tak kunjung menemukan kesudahan.
Ia lelah, ia ingin lari saja.
Wanita itu duduk termenung di ruang tengah rumah sendiri. Farhan dan Amina saat ini tengah ke suatu tempat. Sementara Aidil dan Adit masih sibuk di pesantren.
Dengan menyender di kursi, Syra menatap gumpalan awan hitam di atas sana. Pas sekali, hatinya tidak baik-baik saja, semesta tahu dan mungkin tengah ikut merasakannya. Namun, sayangnya semesta enggan untuk menyudahinya.
Menyudahi luka yang membalut dada Syra.
Beberapa menit terdiam, Syra lalu mengambil ponsel yang ada di atas meja. Tepat di depannya, ia menatap layar notifikasi. Kosong. Sepert tidak ada yang memperdulikan, teman-teman yang pernah mondok dengannya saat ini telah sibuk dengan dunia mereka. Tidak ada yang bisa diajak bercerita.
Beralih, Syra memutuskan untuk membuka aplikasi Instagram. Di sana tidak ada yang beda, sama saja. Berbagai updatean story terpampang dan ia enggan untuk melihatnya.
Ada rasa iri ketika melihat kebahagiaan yang mereka pertontonkan. Sementara di sini? Syra bahkan tak tahu hal apa yang harus dibagikan.
Kesedihannya? Nampaknya sangat alay.
"Ya Allah, kenapa mencintai bisa sesakit ini?"
Syra membenamkan wajahnya di antara kedua lutut, untuk beberapa saat ia menarik dan menghembuskan napas. Hingga, di menit kelima kembali mendongak kemudian bangkit.
Syra mlangkahkan kaki ke arah gantungan tas, mengambil tas selempang berwarna cokelatnya di sana. Setelahnya, ia melangkah keluar. Meski tidak tahu ingin kemana dan mungkin sebentar lagi akan hujan, Syra berpikir sepertinya berjalan-jalan sebentar adalah ide yang bagus. Ya, daripada terus-menerus duduk dan memikirkan semua kebingungan itu.
***
"SYRA!"
Teriakan itu spontan membuat Syra menoleh. Dia menatap Haikal yang berada di seberang jalan. Tak lama kemudian, Haikal berlari ke arahnya, membuat Syra mengerutkan keningnya.
Dengan gerakan cepat, Haikal menarik tas selempang yang digunakan Syra, dan tepat di saat itu, sebuah dahan pohon yang cukup besar jatuh tepat di tempat di mana Syra sebelumnya berdiri. Syra membulatkan matanya.
Bukan karena kaget dengan insiden yang hampir menimpanya. Tapi, karena jarak antara dia dan Haikal saat ini sangat dekat, bahkan hanya menyisahkan beberapa centi.
Haikal menatapnya, membuat mata mereka bertemu untuk beberapa saat, sampai Syra spontan menjauhkan diri dari pria itu.
"Kamu baik-baik aja?" tanya Haikal kemudian. Syra gelagapan. Ia bahkan menggaruk lengan kirinya yang notabene tidak gatal.
"Iya, te-terima kasih lagi," ucap Syra terbata. Haikal mengerutkan dahi.
"Lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Rasa (Selesai)
EspiritualKita terjebak dalam zona waktu yang salah. Ketika aku menginginkanmu, kamu justru menginginkan dia, seakan kita adalah dua orang yang sama-sama egois perihal rasa. Hingga, aku memilih mengalah dengan mengubur dalam-dalam dan membiarkan rasa itu mati...