Bila keyakinan itu datang, aku percaya, takdir indah dari-Nya tidak akan pernah salah arah.
Happy Reading❄️
***
"Haikal, kamu benar tidak melihat dengan jelas wajah yang sudah menusuk kamu waktu itu?" Aziz kembali melontarkan pertanyaan pada Haikal yang setia terbaring.
Syra yang berada di samping Amina hanya mampu terdiam memandang wajah Haikal yang entah sejak kapan lebih pucat. Mungkin, itu karena Haikal yang belum makan saja. Pikir Syra.
"Haikal benar-benar gak bisa melihat wajahnya waktu itu, Pa. Dia pake masker," jawab Haikal mengingat kejadian yang menimpa dirinya beberapa hari yang lalu.
Saat ini, ada banyak sekali orang, mulai dari Rian, kedua iparnya, Amina, Farhan, Zulfa dan Ziya. Namun, atensinya justru hanya terus ada pada Syra. Meski, beberapa kali ia mengalihkan karena pertanyaan yang ditanyakan entah oleh Rian, Aidil dan Aziz seperti sekarang ini.
Jika bertanya bagaimana kondisinya, jujur saja Haikal merasa aneh. Seluruh tubuhnya terasa lebih lemah dan bekas jahitan pasca operasi di bagian perut terkadang sakit, bahkan sangat menyakitkan hingga membuat dia kesulitan untuk sekedar bernapas.
"Bagaimana ini? Semua terlihat semakin susah, apalagi, pelaku yang tertangkap itu tidak mau buka mulut sama sekali." Lagi, Aziz bersuara memecah keheningan.
"Tenang aja, Om. Pelaku itu gak akan bisa diam untuk waktu yang lama, saya akan memastikan dia membuka mulut secepatnya," imbuh Rian dengan nada dingin, kentara kekesalan di wajah pria itu karena pelaku yang berhasil warga tangkap enggan untuk menunjukkan di mana dan siapa teman yang bersamanya waktu itu.
Aziz tersenyum pada Rian."Semoga, saya sangat berharap kasus ini cepat selesai dan Haikal mendapat keadilan."
Semua mengangguk, menyetujui ucapan Aziz, sekaligus mengaminkan dalam hati.
Rian yangtadinya fokus pada Aziz, beralih menatap Haikal yang hanya mampu terdiam. Rian saat ini hanya datang sendiri karena Satria sedang sibuk dengan tanggung jawab di rumah sakit tempatnya menjalani PPDS.
Menghela napas, ia lantas mendekat pada Haikal.
"Cepat sembuh, Bro. Kasian istri lo." Rian menepuk pelan sisi kiri bahu Haikal. Ia tidak bohong, melihat sahabatnya yang terbaring lemah membuatnya pun ikut merasa lemah. Apalagi, belum mampu untuk mengungkap pelaku yang sebenarnya.
Haikal tersenyum sesaat, menanggapi raut kekhawatiran di wajah Rian. Kemudian, ia menganguk pelan."Insyaa Allah."
Setelahnya, Haikal beralih lagi pada Syra yang menatapnya dengan raut wajah sendu. Haikal tersenyum dan mengangguk-anggukan kepala, mencoba mengisyaratkan semua akan baik-baik saja. Ya, meski bukan dia yang memiliki kuasa untuk itu semua.
Karena lagi dan lagi, hanya Allah yang Maha Berkuasa atas segalanya.
***
"Sudah?" tanya Haikal.
Syra mengangguk dengan kedua tangan memegang mushaf Al-Quran lengkap dengan terjemahan di dalamnya.
Haikal tadi memintanya membacakan Al-Quran, sedangkan pria itu hanya ingin menerjemahkan artinya untuk mengulang hafalan, sekaligus karena, untuk ikut membaca surah yang lumayan panjang Haikal tampaknya belum mampu.
"Iya, Kak," balasnya lembut sambil duduk tepat di sampinf ranjang pesakitan. Haikal tersenyum mnanggapi. Beralih dari wajah sang suami, Syra membuka perlahan Al-Quran yang digenggam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Rasa (Selesai)
SpiritualKita terjebak dalam zona waktu yang salah. Ketika aku menginginkanmu, kamu justru menginginkan dia, seakan kita adalah dua orang yang sama-sama egois perihal rasa. Hingga, aku memilih mengalah dengan mengubur dalam-dalam dan membiarkan rasa itu mati...