Happy Reading❄️
***
Syra menghela napas pelan sambil memandangi perutnya, sedikit tidak sabar menunggu malaikat kecil di dalam sana lahir ke dunia. Beberapa waktu lalu, Syra juga telah banyak berkonsultasi dengan kakak iparnya yang telah melahirkan terlebih dulu.
Iya, Rahmah telah melahirkan beberapa minggu lalu, dan kedua mertuanya pun telah menjenguk meski hanya beberapa hari.
Rahmah melahirkan anak perempuan yang Syra ketahui bernama Rahmi, seorang anak yang mungkin jarak usianya tidak akan jauh dari calon putrinya dan Haikal. Ya, jenis kelamin sang anak juga adalah perempuan. Syra mengetahuinya sejak pemeriksaan USG beberapa bulan lalu.
Sejenak, Syra tersenyum malu membayangkan dirinya menggendong dan menatap bayi yang miliknya sendiri. Meski demikian, ia sudah diingatkan oleh Zulfa dan Amina bahwa tanggung jawab sebagai ibu itu tidak mudah.
Namun, mereka pun mengatakan siap sedia untuk membantu kesulitan yang dialaminya.
Beruntung? Tentu saja.
"Kak Syra. Kakak lagi apa?" panggil Ziya memecah lamunan Syra.
Ia berbalik perlahan sambil tetap memegang perutnya. Di sana, ternyata Ziya telah berada di belakangnya, membuat lengkungan sabit muncul di bibirnya.
"Iya, Dek. Kenapa?" tanya Syra. Ziya tersenyum.
"Kakak sibuk? Ziya mau ngobrol sebentar, boleh?"
Syra mengerutkan dahi. "Boleh. Mau ngobrol apa? Yuk sambil duduk," balasnya. Mata Ziya berbinar dan mengangguk antusias setelahnya.
"Ziya bantu, ya, Kak?" tawar Ziya dan langsung merangkul Syra, menuntun kakak iparnya itu ke tepi ranjang.
Namun, baru langkah kedua, Syra merasakan kesakitan yang luar biasa di perutnya. Ia menutup mata sejenak, mencoba tenang.
"Kak?" Suara Ziya memanggil. Namun, Syra kesulitan untuk menjawab. Berulang kali ia ingin bersuara, tetapi tertahan.
"Kakak kenapa? Baik-baik aja, kan?" Lagi, suara Ziya kembali terdengar. Derap langkah gadis itu terdengar sedikit lebih dekat dan tidak butuh waktu lama, Syra merasakan sentuhan di punggungnya.
"Ka—"
"Ziya ... t-tolong panggilkan Mama..." Kalimat itu akhirnya mampu keluar dari bibir Syra. "Kayaknya Kakak mau lahiran," lanjutnya lagi.
Ziya tercengang dan tanpa ragu, dengan kondisi kalang kabut, ia segera berlari menuju ambang pintu dan berteriak memanggil Zulfa sekeras mungkin.
Berbeda dengan Syra yang justru langsung terduduk di lantai masih dengan wajah menahan sakit.
Allah, kuatkan hamba. Batin Syra dengan napas terengah, dan tidak lama setelah itu, Zulfa datang ditemani Aziz dengan raut wajah khawatir, langsung berinisiatif membawanya ke rumah sakit.
***
"Kamu benar-benar bekerja keras hari ini, Dokter Haikal. Saya salut sama kamu. Saya harap, semangat seperti ini bisa terus ada sampai kamu lulus," ujar Dokter Adi-salah satu dokter senior Haikal-sambil menepuk pelan bahunya, membuat Haikal tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Rasa (Selesai)
SpiritualKita terjebak dalam zona waktu yang salah. Ketika aku menginginkanmu, kamu justru menginginkan dia, seakan kita adalah dua orang yang sama-sama egois perihal rasa. Hingga, aku memilih mengalah dengan mengubur dalam-dalam dan membiarkan rasa itu mati...