Di setiap sujudku ada sebuah doa yang terbisik indah dan aku harap kamu mendengar dan ikut mengaminkannya.
.
.
.Happy Reading❄️
***
"Nak, tolong aduk sebentar, ya, sayurnya. Mama mau ambil kecap manis dulu," pinta Zulfa pada Syra yang sibuk dengan irisan tomatnya.
"Iya, Ma." Syra kemudian mengambil alih posisi Zulfa untuk mengaduk sayur yang dimasak. Setelah kepergian mertuanya, Syra bersenandung kecil sampai tidak sadar, ada seseorang yang berdiri tidak jauh darinya.
"Kayaknya kurang sedikit garam," gumam Syra sambil berbalik badan. Setelah sepenuhnya menatap arah belakang, matanya berpapasan dengan mata milik Ziya.
Gadis itu bersidekap dada, ekspresi wajahnya datar seolah tak merasakan apa-apa. Namun, tatapan itu yang membuat Syra sedikit senang. Ya, setidaknya tatapan Ziya tidak setajam saat dirinya baru menginjakan kaki ke sini.
"Ziya, ada perlu apa?" tanya Syra memecah keheningan. Ziya tidak menjawab dan justru berjalan menuju kulkas. Syra memperhatikannya dengan seksama.
"Awas sayurnya hangus," sahut Ziya kemudian melenggang meninggalkan dapur, Syra menatap sekilas sayur yang tengah dimasak dan beralih lagi pada pintu dapur.
Ia tersenyum tipis. Tidak apa-apa, setidaknya ini lebih dari pencapaian yang luar biasa. Ziya berbicara padanya, sedikit.
"Udah masak, Nak?" tanya Zulfa yang baru tiba di dapur, Syra tersenyum menatap Ibu mertuanya itu dan mengangguk.
"Yasudah, masukkan ke piring terus bantu mama bawa ke meja makan, ya? Ini udah waktunya," pinta Zulfa, kembali bersuara.
"Iya, Ma."
Syra mengikuti instruksi Zulfa. Ia memasukkan sayur yang tadi dimasak ke dalam piring, diikuti oleh nasi, dan beberapa lauk pauk di sana dengan telaten.
Setelahnya, Syra dan Zulfa keluar, menyajikkan makanan di atas meja makan dengan rapi.
"Syra tolong panggilkan suami kamu, ya. Bisa?"
Mendengar itu, Syra terdiam untuk beberapa saat. Panggilan dengan embel-embel 'suami' itu masih terasa asing baginya.
Beberapa saat lagi, ia mengerjap lalu mengangguk. "Iya, Ma. Sebentar."
Setelahnya. Syra berjalan menuju kamar yang berada di lantai dua. Namun, baru tiba di pertengahan anak tangga. Haikal sudah ada dan terlihat berjalan ke arahnya.
Syra yang tidak tahu harus berbuat apa, meremas hijab dan berbalik bermaksud kembali ke dapur.
"Mau kemana, Ra? Nggak mau panggil saya?" Namun, suara Haikal menghentikannya.
Syra mengerutkan dahi.
Panggil? Kenapa begitu? Toh Haikal juga terlihat ingin ke dapur. Apa perlu memberitahunya lagi?
Sesaat kemudian Syra menepuk jidat. Hei, ini, kan, memang tugasnya. Lagipula Zulfa sudah mengamanahkan. Jadi, tidak perduli Haikal sudah tahu atau belum, ia harus tetap menyampaikannya.
"Em..." Syra berbalik badan dan mendapati Haikal yang sudah berada di hadapannya persis. "Makanan sudah siap, Kak. Ayo makan," ucap Syra dengan pelan.
"Iya, makasih, Ra. Maasyaa Allah, istri saya selain sholehah, cantik, pintar, juga wanita yang amanah, ya." Haikal tersenyum sementara Syra menunduk. "Tapi belum lengkap kalau belum jalanin tugas ini..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Rasa (Selesai)
EspiritualKita terjebak dalam zona waktu yang salah. Ketika aku menginginkanmu, kamu justru menginginkan dia, seakan kita adalah dua orang yang sama-sama egois perihal rasa. Hingga, aku memilih mengalah dengan mengubur dalam-dalam dan membiarkan rasa itu mati...