Tuhan dan alam semesta menyaksikan, betapa tulus usahanya dan janji yang dia ucapkan.
Happy Reading❄️
***
"Astaghfirullah, ya Allah," rintih Syra sambil duduk di atas ranjang sementara tangannya setia mengelus area perut yang kini telah membuncit.
Terhitung sudah lebih delapan bulan berlalu sejak kejadian berdarah yang Haikal alami dan selama itu pula, hari-harinya dirasa bercampur aduk. Antara lega dan sangat berat.
Untungnya, ia mendapat dukungan dari Zulfa dan Amina yang selalu datang di hari sabtu dan minggu. Namun, tetap saja sedikit ada yang kurang. Karena, ia juga terkadang membutuhkan Haikal, membutuhkan perhatian dari pria itu.
Tetapi Haikal tidak lagi bisa. Setelah pemulihan total pasca operasi, suaminya langsung bergerak menjalani ujian seleksi penerimaan siswa PPDS yang memang telah dibuka. Kini, Haikal telah lulus dan bergelar sebagai dokter residen.
Syra bahagia, bahkan sangat bahagia dengan kerja keras Haikal yang membawanya menempuh kehidupan baru. Namun, kehidupan baru itu juga tentunya akan memakan banyak waktu Haikal untuk bersama keluarga, termasuk dirinya.
Tok! Tok! Tok!
"Syra? Makan dulu yuk. Kamu dari pagi belum makan padahal sudah jam sebelas loh, Nak," sahut Zulfa dari ambang pintu, di tangannya terlihat memegang sebuah piring dan gelas berisi susu. Sebelum Syra bangkit menghampiri, ia terlebih dulu masuk. Menghindari menatunya itu banyak berdiri.
Setelah berada di samping ranjang, Zulfa langsung nengambil posisi duduk senyaman mungkin dan mengelus punggung Syra dengan sayang.
"Menantu Mama keliatan cape. Pasti berat, ya, Nak?" tanya Zulfa. Syra tersenyum.
"Sedikit. Tapi Alhamdulillah Syra senang kok, Ma."
"Alhamdulillah. Oh iya, tadi Haikal telepon, katanya dia ada di perjalanan pulang dan sebentar lagi sampai. Jadi kamu makan, ya? Soalnya kalau Haikal dan kamu belum makan, Mama yang kena loh," ucap Zulfa setengah bercanda.
"Serius Kak Haikal hari ini pulang, Ma?" tanya Syra memastikan.
"Iya. Mungkin sebentar lagi sampai. Makanya kamu makan dulu, oke?" pinta Zulfa kemudian membuat Syra mengangguk antusias.
Syra mengambil alih gelas berisikan susu yang dipegang Zulfa terlebih dulu dan meminumnya hingga menyisahkan setengah. Setelahnya, Syra meminta piring berisi nasi yang telah lengkap dengan lauk-pauk di dalamnya. Namun, Zulfa menggeleng.
"Biar Mama yang suapin, ya? Soalnya semenjak kamu ada di rumah ini dan semenjak kamu hamil, Mama rasanya gak pernah suapin kamu." Zulfa memasang wajah berharap.
"Boleh, Ma. Maaf, ya, kalau Syra nyusahin," balas Syra sedikit tidak enak.
"Nggak nyusahin. Inikan maunya Mama." Zulfa menyangkal pikiran buruk Syra. "Yaudah, yuk makan?" lanjutnya sambil menyodorkan sendok yang diisi nasi ke mulut Syra.
Dengan antusias, Syra membuka mulut dan mengunyah makanan yang telah masuk ke dalamnya. Hatinya berbunga-bunga dengan perlakuan manis Zulfa serta seluruh keluarga mertuanya.
Rasanya, dia bukan sebagai menantu di sini. Melainkan anak. Di sepanjang makan, Syra tidak henti mengulas senyum pada Zulfa dan mertuanya itu setia membalas. Hingga, isi piring tadi kini telah tersisa setengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Rasa (Selesai)
EspiritualKita terjebak dalam zona waktu yang salah. Ketika aku menginginkanmu, kamu justru menginginkan dia, seakan kita adalah dua orang yang sama-sama egois perihal rasa. Hingga, aku memilih mengalah dengan mengubur dalam-dalam dan membiarkan rasa itu mati...