Allah senantiasa memberi jalan bagi hamba-hamba yang berserah dan percaya akan segala kuasa-Nya.
Happy Reading❄️
***
Syra bersama Zulfa, tak lupa juga Ziya tiba di rumah sakit pukul 15.20. Saat sampai di sana, mereka tak langsung masuk, melainkan membeli berbagai buah-buahan segar di supermarket yang kebetulan berdekatan dengan rumah sakit.
"Ziya bantu pegang keranjangnya, Mama sama Syra pilih buah," pinta Zulfa dan diangguki oleh Syra dan Ziya.
Mereka lalu berjalan ke stan buah dan memilih jeruk, apel, dan anggur sebagai buah tangan kali ini. Lagipula, Zulfa tahu bahwa besannya-Amina seharian berjaga di rumah sakit dan mungkin tidak memperhatikan asupan pada tubuhnya sendiri.
Setelah selesai memilih buah dan membayarnya, ketiganya langsung melesat dan masuk ke dalam gedung rumah sakit. Langkah Syra sedikit cepat dibanding Zulfa dan Ziya. Maklum, ia sangat merindukan Abinya.
"Assalamualaikum, Abi, Umi?" salam Syra tatkala pintu ruang rawat Farhan telah dibuka sepenuhnya. Amina yang tengah menghadap ke arah Farhan spontan berbalik menatap Syra. Begitupun Farhan, pria yang masih setia dengan selang oksigen di hidungnya itu sedikit mendongak guna menatap Syra dari samping.
"Wa'alaikumussalam, Nak," jawab Amina, diikuti Farhan tentunya. Namun, suara pria itu tidaklah terlalu besar.
Syra dengan cepat menghampiri keduanya. Memeluk Amina, dan terakhir mencium punggung tangan Farhan lalu mengelusnya sayang.
"Apa kabar Abi?" tanya Syra dengan mata berkaca-kaca. "Maaf Syra gak sering ke sini jenguk Abi, ya. Syra lagi sedikit ada kesibukan." Dia berbohong.
Farhan menggeleng lemah. "Ingat? A-Abi gak pernah mengajarkan kamu untuk berbohong. Abi tau semuanya, Nak."
Syra terdiam.
"Nak, sesuatu yang sudah yakin, tidak perlu diyakinkan lagi, jangan mencari murka Allah dengan perpisahan yang dibenci oleh-Nya," tamhah Farhan menasihati.
"Tapi bagaimana dengan Ega dan Hilya, Bi?"
"Berdoa, Nak. Berdoa agar mereka mendapat seseorang yang lebih baik, jangan menyiksa diri sendiri dan seseorang yang sudah berjuang sampai sejauh ini untuk kamu." Farhan mengambil napas sejenak. "Abi juga yakin, semua ini sudah direncanakan oleh Allah, persatuan kamu dan Haikal itu bukan sebuah kebetulan, ada takdir Allah yang bersama di sana."
Syra menunduk dengan pipi yang sudah basah oleh air mata. Farhan tersenyum lantas mengelus lemah pipi mulus Syra dengan sayang.
"Sebaiknya beritahu Shanum yang sebenarnya," pinta Farhan, raut wajahnya seketika berubah sendu." Maaf, bukan Abi yang menyampaikan pada Shanum dan Ega. Allah lebih dulu kasih Abi sakit untuk menggugurkan dosa Abi. Mungkin, Allah ingin kamu sendiri yang menjelaskan pada Shanum, dan memberi pengertian pada Ega."
"Apa Syra bisa, Abi?” tanya Syra dengan wajah penuh harap.
"Insyaa Allah, Abi yakin sama kamu dan ... Nak Haikal."
Syra tidak menjawab ucapan Farhan lagi. Ia lebih memilih untuk diam, mencoba berdamai lagi dengan hati. Karena jujur, terkadang Syra sering terkecoh oleh hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Rasa (Selesai)
SpiritualeKita terjebak dalam zona waktu yang salah. Ketika aku menginginkanmu, kamu justru menginginkan dia, seakan kita adalah dua orang yang sama-sama egois perihal rasa. Hingga, aku memilih mengalah dengan mengubur dalam-dalam dan membiarkan rasa itu mati...