Lagi dan lagi, tidak ada yang dapat menenangkan selain memanjatkan doa tulus untuk dia, sekaligus, berserah akan segala takdir terbaik menurut-Nya.
Happy Reading❄️
***
"Awas jangan lari-lari. Kamu baru sembuh, Nak, kasihan Mama tuh." Suara dari seorang ayah yang sedang mengkhawatirkan anaknya itu, membuat Syra setia memperhatikan.
Sesekali, ia membayangkan masa depannya akan berakhir dengan hal yang sama, tapi ... apa mungkin?
Mengerjab sesaat, matanya beralih pada langit yang entah sejak kapan sedikit mendung. Namun, warna birunya masih sangat kentara bercampur dengan abu-abu pekat dari gumpalan awan yang siap menurunkan hujan.
Angin berhembus sedikit kencang membuat khimar yang dipakai Syra terangkat, memasukan oksigen ke dalam tubuh menciptakan kesejukan, tetapi tidak pada hatinya.
Rasa takut itu seakan enggan lenyap, bahkan untuk sebentar saja.
"Sedang memikirkan apa, Nak?"
Sahutan dari arah samping kanan mengambil alih fokus Syra, ia beralih memastikan siapa di sana. Seorang wanita berusia senja yang tubuhnya telah sedikit bungkuk termakan usia, sama seperti tangan dan wajah yang memperlihatkan banyak keriput.
"Ya?" Syra memasang raut wajah bingung, membuat wanita tadi tertawa pelan.
"Saya lihat, dari tadi kamu melamun. Kadang juga pandangan kamu berubah, dari sekitar tanah dan kembali lagi pada langit." Wanita itu berganti senyum menatap dalam wajah Syra."Justru itu saya tanya, tidak ada yang mengganggu pikiranmu, kan?"
Syra menggeleng canggung."Em, tidak ada ... saya baik-baik sa—"
"Sungguh? Tapi sorot matamu tidak memperlihatkan kamu baik-baik saja, Nak?" Syra sedikit terperengah membuat wanita tadi makin memperlebar senyum."Terlalu jauh ... kamu terlalu jauh dari Allah."
"M-Maksudnya?" tanya Syra masih tidak mengerti.
"Terlalu banyak yang ingin kamu minta, terlalu banyak keinginanmu yang mungkin selalu memaksa dan kamu begitu jauh dari-Nya." Wanita itu menjeda untuk mengambil napas."Tapi..."
"Tapi?" Syra bergumam, semakin penasaran dengan kelanjutan kalimat yang akan diucapkan. Wanita itu tidak langsung menjawab, malah menyentuh bahu Syra dan mengusapnya pelan.
"Allah juga tidak pernah meninggalkan dan menelantarkan hamba-Nya, Dia selalu punya cukup banyak ruang untuk menerima segala aduan, ketakutan, dan rasa tidak ingin kehilangam, Allah memilikinya..." Lagi dan lagi, ia menjeda ucapan dan beralih menatap langit.
Dari pengamatan Syra, sorot mata wanita paruh baya itu seolah ingin mengartikan banyak makna.
"Maka, berdoalah, Nak. Karena terkadang, doa tulus mampu mengalahkan takdir-Nya, apapun yang tengah kamu alami saat ini, jangan pernah berpikir untuk berhenti berdoa." Setelah mengucapkan itu ia lantas beralih lagi, menatap Syra.
Cahaya dari matahari yang perlahan ditinggalkan oleh gumpalan awan hitam menyinari keduanya. Namun, Syra tetap terdiam mencoba mencerna semua apa yang dia ucapkan.
***
Syra terduduk nyaman di dalam masjid yang telah sepi dengan mata setia menatap objek yang tertuju pada kedua telapak tangan, sedangkan raut wajahnya datar. Sama sekali tidak berekspresi.
Apapun yang disampaikan oleh wanita yang ditemuinya masih menjadi hal yang dipikirkan. Tentu saja, itu benar dan Haikal telah mengatakan itu juga kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Rasa (Selesai)
SpirituellesKita terjebak dalam zona waktu yang salah. Ketika aku menginginkanmu, kamu justru menginginkan dia, seakan kita adalah dua orang yang sama-sama egois perihal rasa. Hingga, aku memilih mengalah dengan mengubur dalam-dalam dan membiarkan rasa itu mati...