Pukul sebelas malam, Alyzaa belum juga bisa memejamkan matanya. Dia masih duduk di sofa dengan posisi yang sama sejak Tiara, sahabatnya meninggalkannya tadi.
Duduk diam menatap langit-langit ruang tengah, diam dengan pandangan menerawang. Menatap langit-langit dengan kepala terasa penuh. Hingga tangisan nyaring dari arah kamar membuat dia menoleh, lama dia menatap ke arah sana. Hingga kemudian Tiara keluar dari kamarnya. Menatap Alyzaa dengan wajah terkejut.
Sahabatnya itu, sepertinya baru terbangun karena sama terkejutnya seperti dirinya mendengar suara tangisan.
"Za..?" Panggilnya saat Alyzaa tak bergeming di tempatnya. ''Ngapain lo bengong? Samperin! Lo bisa buat semua penghuni apartement kesini bego!''
Menghela nafas panjang, Alyzaa bangkit, melangkah ke arah kamar dengan sedikit malas-malasan. Menelan ludah saat pandangannya jatuh pada seorang anak kecil di atas ranjang. Menangis dengan suara memanggil mamanya. Padahal kedua matanya terpejam. Dia sepertinya mengigau, atau kenapa? Alyzaa sama sekali tidak tahu, karna tidak pernah berurusan dengan anak kecil. Dan juga menghadapinya. Selain dia anak tunggal, dia belum pernah memiliki bayi.
''Mama... mama.''
Alyzaa menghela nafas panjang, melangkah mendekat dan duduk di ujung ranjang. Berusaha mengingat siapa nama pria kecil di depannya.
Arsen Wigara?
"Arsen." Begitu kan panggilanya?
''Mama..."
"Arsen." Ragu-ragu Alyzaa menyentuh kepalanya, mengusapnya lembut, lalu tubuhnya mematung saat pria kecil di depanya membuka mata. Menoleh ke arahnya dengan air mata memenuhi wajahnya. Alyzaa mengerjab melihat itu, semua itu mengingatkannya pada kejadian tadi. Di mana pria kecil itu ditinggalkan begitu saja di rumahnya. Apa dia terbangun dan menangis karna itu?
Tubuh Alyzaa semakin membeku saat Arsen, pria kecil yang dia panggil tadi menghampirinya. Memeluk lehernya erat dan meletakkan kepalanya di pundaknya. Alyzaa menelan ludah susah payah.
"Mama,'' Gumam Arsen layaknya sesuatu yang menekan dada Alyzaa. Dia kesulitan bernafas. Seperti ada sesuatu yang menghimpit dadanya, menimbulkan rasa yang benar-benar menyakitkan.
Dia seperti di ejek dengan rasa sakitnya kali ini, namun Alyzaa seakan kehilangan kewarasannya. Dia hanya diam tak menjauhkan tangan kecil yang lagi-lagi memeluknya.
Cukup lama Alyzaa bertahan dengan posisi ini, membiarkan lengan kecil memeluknya sampai tangis Arsen terhenti. Bahkan setelah berhenti, dia berbaring dengan kepala di letakkan di atas pangkuannya. Membuat Alyzaa bisa dengan jelas melihat kedua mata pria kecil itu terpejam. Nafas kasar keluar dari bibirnya, layaknya mengeluarkan segala beban di pundaknya. Berharap bisa sedikit mengurangi segala rasa sakit di dadanya.
Sampai di rasa Arsen sudah benar-benar terlelap. Alyzaa dengan hati-hati mengangkat kepalanya. Meletakkannya di atas kasur sedang dia berbalik, keluar dari kamar itu dan menutup pintunya hati-hati.
"Gue kira lo bakal marah-marah ma tu bocah, atau bersikap kayak emak tiri yang ada di sinetron." Celetuk Tiara begitu Alyzaa keluar dari kamar.
Alyzaa tak menanggapi, dia hanya diam dan bergabung dengan sahabatnya di sofa.
"Lo gak tidur? Ini udah tengah malam."
Tiara mengedikkan bahunya acuh. "Gue cuman mau memastikan aja tadi." Duduk miring menghadap Alyzaa, Tiara meletakkan lenganya di sandaran sofa, menatap sahabatnya lurus dan penuh sedikit.
"Jujur sama gue, apa yang lo rasain waktu liat bocah itu?!"
Alyzaa diam cukup lama, semua itu membuat Tiara bisa menebak jalan pikiran wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turun Ranjang (SELESAI)
Romance"Pengkhianatan, luka dan juga rasa sakit yang mendalam. Membuat ku lebih tegar dari yang mereka bayangkan." Alyzaa. "Nyawa harus dibalas dengan nyawa! Maka akan aku pastikan kamu sama menderitanya layaknya kehilangan nyawa!" Ares. ***