22

6.1K 450 16
                                    

Saat pagi hari datang, Alyzaa tidak menyangka jika mama mertuanya langsung mengumpulkan mereka di ruang kerja almarhum papa mertuanya. Duduk di sofa, dengan Dwita yang duduk di sofa single sedang di sofa samping Dwita ada Ares, Alyzaa dan di sofa depan Dwita ada Jesika yang duduk sendiri.

Semua orang sudah berada di sana kecuali Arsen, yang kata Jesika masih tertidur di ranjangnya. Sedang mama Dwita tak mempermasalahkannya. Dia bahkan tak mempertanyakan keberadaan pria kecil itu sedari tadi.

"Saya sudah memikirkan semuanya." Ujar Dwita yang membuat Alyzaa melirik ke arah Jesika. Yang sedari tadi diam dengan pandangan lurus.

"Tapi sebelum saya memberikan pilihan ini, mama ingin bertanya pada kamu, Alyzaa. Apa kamu memiliki rencana untuk," Dwita berdehem sebentar. "Nona Jesika?"

Alyzaa menggeleng dan itu membuat Ares menoleh ke arahnya. Pria itu tampak tersenyum dan meraih tangannya untuk dia genggam erat.

"Kamu yakin?"

"Mungkin Alyzaa ingin mendengar rencana mama lebih dulu. Dan jika nanti rencana itu tidak ada memberatkan siapa pun, Alyzaa tidak keberatan, Ma."

Dwita mengangguk setuju. "Baiklah." Dia menatap ke arah Jesika. Menatap wanita itu lurus.

"Saya memang cukup terkejut dengan kabar ini, tapi saya sudah membahas masalah ini dengan pengacara kami dan putra saya Ares."

Alyzaa menoleh ke arah Ares, yang tiba-tiba juga menoleh ke arahnya.

"Kami akan memberikan kompensasi pada anda, nona Jesika. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih, dan untuk Arsen."

Dwita menoleh ke arah Ares, Alyzaa, dan terakhir Jesika. "Saya akan memberikan dua pilihan untuk anda."

Ada hening yang lama, diam yang membeku dan juga sekitar yang sepi. Membuat Alyzaa yang diam mendengarkan mertuanya pun balas menggenggam tangan Ares. Meremasnya kuat selagi mertuanya hendak memberikan keputusan.

"Anda bisa membesarkannya dengan semua kebutuhan dan juga pendidikannya akan kami tanggung hingga dia dewasa nanti. Atau--" Dwita menoleh ke arah Ares. Yang diangguki pria itu.

"Serahkan Arsen pada kami, maka kami akan membesarkannya dengan senang hati."

"Nyonya-"

"Jika anda memilih membesarkan Arsen, saya tidak keberatan. Tapi anda harus menandatangani berkas itu." Dia menunjuk sebuah berkas di depan Jesika dengan dagunya.

"I--ini..?"

"Perjanjian di mana jika anda sudah membawa Arsen keluar dari rumah ini, dia bukan lagi anggota keluarga kami."

"Nyonya, ini ... Bukankah Arsen juga cucu anda?"

"Tentu." Dwita mengangguk setuju. "Saya tidak keberatan mengakui dia sebagai cucu saya, saya juga akan menanggung segala kebutuhan dan juga pendidikannya hingga dia dewasa nanti."

"Tapi, saya tidak ingin orang lain tahu siapa dia selama ini. Lagipula, bukankah dia terlahir di luar nikah? Saya rasa semua kompensasi yang saya berikan cukup untuk kehidupan nanti, kan?"

"Nyonya-"

"Atau anda bisa menyerahkan Arsen pada kami. Dan saya tidak keberatan jika harus membesarkannya tanpa seorang ibu di sampingnya."

Jesika merasa tercekat mendengar segala penjelasan wanita di depannya.

"Dan anda pasti tahu jika anda menyerahkan Arsen, kan? Anda harus menandatangani berkas adopsi Arsen sekarang juga!"

Jesika merasa sekujur tubuhnya mendingin, membeku hingga membuatnya nyaris menggigil.

Saat menoleh ke arah Alyzaa, dia bisa melihat jika wanita itu menatapnya datar. Membuat Jesika tahu siapa yang mengusulkan semua itu.

Turun Ranjang (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang