Pria itu pulang, benar-benar pulang seperti janjinya malam itu.
Pagi itu ketika Alyzaa baru bangun tidur, hendak membersihkan rumah mengingat hari ini adalah weekend, dia tiba-tiba dikejutkan dengan Samudra yang sudah duduk di balik meja pantry. Duduk di sana masih dengan kemeja dan segala aksesoris pakaian kerjanya. Tanpa melakukan apa pun, dia hanya duduk diam dengan wajah lelah juga segala hal yang masih tampak jika dia baru pulang kerja.
Membuktikan jika pria itu benar-benar baru pulang dari perjalanan jauhnya. Namun anehnya, tidak ada koper atau semacamnya yang menemani pria itu seperti biasanya.
Membuat Alyzaa hanya melirik pria itu alakadarnya. Mengingat, pria itu pun tak menyapanya. Dia hanya diam tanpa mengatakan apapun.
"Kopi?" Tegur Alyzaa untuk pertama kalinya, seakan mengetahui kebiasaan sang tuan muda di pagi hari. Di mana dia akan duduk di meja pantry karna menunggu kopi buatan Alyzaa untuknya.
Samudra menggeleng, memijit pelipisnya yang mendadak terasa nyeri. Dia sama sekali tidak istirahat, ah belum maksudnya. Dia sama sekali belum beristirahat diantara agenda kegiatan yang super sibuk.
Dan begitu dia tiba di rumah itu, dia bahkan merasa bingung harus ke mana. Setidaknya, dia tidak memiliki keberanian untuk masuk ke dalam kamar-yang dia ketahui pasti ada Alyzaa di sana.
Nyalinya benar-benar menciut saat melihat wanita itu. Apalagi saat dia masuk ke sana, sudah pasti dia akan mengingat bagaimana perlakuannya dulu. Di mana dia bersikap seenaknya pada wanita itu.
Mendadak dia merasa telah salah masuk rumah. Apa seharusnya dia tidak berada di sana? Dan menemui wanita yang kini mengulurkan segelas air padanya?
Samudra menatap lama pada gelas yang disodorkan Alyzaa. Lalu naik ke wajah wanita itu yang kini juga tengah menatap ke arahnya. Tanpa sadar, Samudra menelan ludah susah payah, disaat dia sudah banyak menggoreskan luka, menyakiti wanita itu, bagaimana mungkin dia masih bisa bersikap baik begini? Bagaimana mungkin dia masih tampak biasa-biasa saja seperti ini?
"Kenapa?" Tanya Alyzaa yang membuat Samudra buru-buru menggeleng dan meraih gelas dari tangan wanita itu. Menegak isinya yang sebenarnya sangat sulit dia telan.
Mengingat segalanya, mana mungkin dia masih bisa menelan dan juga memakan apa yang Alyzaa berikan. Sebelum dia meminta maaf pada wanita itu, dan mengakui segala kesalahannya.
Samudra meletakkan gelas di tangannya begitu sudah tandas isinya. Melirik Alyzaa yang kini melangkah menjauh.
"Kamu sudah sarapan?"
Belum. Jawab Samudra dalam hati, namun dia lebih memilih mengatakan.
"Sudah."
Alyzaa mengangguk, membuka lemari pendingin dan menatap isinya. Hingga semua itu terus menarik fokus Samudra, bagaimana wanita itu, juga apa yang dia lakukan seakan menarik perhatiannya. Hingga tanpa sadar dia menghela nafas panjang dan berat.
"Aku--" Alyzaa menoleh dan berhasil membuat ucapan Samudra berhenti diujung lidah.
"Kenapa?"
Samudra melirik ke sekeliling, di dapur yang pasti membuat Alyzaa mengingat setiap menitnya dengan kakaknya.
Kenang-kenangan wanita itu dengan kakaknya pasti banyak di sana, mengingat itu lagi-lagi Samudra merasa bersalah.
Dulu dia memang sengaja untuk membuat Alyzaa terus mengingat kakaknya. Membuat wanita itu tidak akan bisa tenang dan juga hidup damai setiap menitnya.
Dia bahkan menikahi wanita itu di hari kematian kakaknya. Menentang segala protesan keluarga juga orang-orang terdekatnya. Yang menganggap Samudra gila karna menikahi kakak iparnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turun Ranjang (SELESAI)
Romance"Pengkhianatan, luka dan juga rasa sakit yang mendalam. Membuat ku lebih tegar dari yang mereka bayangkan." Alyzaa. "Nyawa harus dibalas dengan nyawa! Maka akan aku pastikan kamu sama menderitanya layaknya kehilangan nyawa!" Ares. ***